Sabtu, 30 Januari 2010

Satu Setengah Jam Bersama "Pak Guru Yudhoyono"

Gedung Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Labuan di Kecamatan Pandeglang, Provinsi Banten, terlalu bersahaja untuk menerima tamu agung pada Kamis Siang 28 Januari 2010.

Begitu memasuki pagar, setiap pendatang langsung disambut "kolam rawa-rawa", cekungan dalam berisi tampungan air hujan yang ditumbuhi alang-alang, di kiri dan kanan halaman depan.

Gedung sekolah yang langsung bercampur dengan perumahan penduduk di bagian belakangnya itu juga tidak sempat berdandan untuk menyambut tamu agung, karena terlihat kusam dan tua.

Tetapi memang begitu yang diinginkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sang tamu agung. Dalam kunjungan kerja satu hari di Provinsi Banten, Kepala Negara menyempatkan diri mampir ke SMPN 2 Labuan, setelah meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuan di desa yang sama.

"Saya ingin berdialog langsung dengan murid, guru, dan orang tua siswa, tanpa ada yang ditutup-tutupi," begitu Presiden melontarkan maksud kedatangannya ke SMPN 2 Labuan.

Ketika Presiden yang didampingi Ibu Ani Yudhoyono tiba sekitar pukul 14.00 WIB, kegiatan belajar mengajar di sekolah itu berlangsung seperti biasa.

Tetapi, kedatangan rombongan besar yang mencolok, antara lain Menteri Pendidikan Nasional M Nuh, Menteri Agama Suryadharma Ali, dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, lengkap dengan perangkatnya masing-masing, tak ayal lagi langsung menjadi sumber keributan di sekolah yang tadinya hening itu.

Murid-murid yang berada dalam kelas langsung berdiri dari duduknya dan spontan bertepuk tangan sambil bersorak.

Presiden pun terpanggil oleh sambutan itu. Kelas demi kelas ia masuki. Awalnya ingin menyaksikan kegiatan belajar mengajar. Namun, akhirnya Presiden Yudhoyono "gatal" juga ingin berperan sebagai guru.

Di kelas pertama, kelas tiga, ia memberi dua soal matematika. Yang satu sejenis soal cerita hitung-hitungan tentang perbedaan suhu lingkungan di beberapa negara ketika Presiden berkunjung ke Eropa pada Desember 2009. Yang satu lagi persamaan matematika sederhana.

Kelas kedua yang ia masuki mendapatkan soal Bahasa Indonesia dari Presiden. Sedangkan kelas ketiga soal Bahasa Inggris.

Rupanya Presiden tidak sembarangan memberi pertanyaan kepada murid-murid SMPN 2 Labuan. Soal demi soal ia kutip dari buku kumpulan soal uji coba Ujian Nasional (UN).

Dari kelas ke kelas, Presiden juga rajin meminta kepada murid-murid untuk tidak takut menghadapi UN yang telah diminta untuk ditunda pelaksanaannya oleh Mahkamah Agung (MA) karena pemerintah dinilai tidak siap menggelar ujian massal itu.

Di depan para siswa, Presiden berjanji bahwa pemerintah akan berupaya agar semua sekolah di Indonesia siap melaksanakan UN.

Untuk menguji kesiapan murid-murid, Presiden ternyata sengaja menguji siswa SMPN 2 Labuan dengan soal-soal uji coba UN.

Ketika menguji kemampuan Bahasa Inggris para siswa, Presiden pun tidak segan memprotes langsung Menteri Pendidikan Nasinal M Nuh di depan para murid, karena soal berbentuk pemahaman artikel ia rasakan terlalu sulit untuk tingkat SMP. Dan benar saja, memang tidak ada satu pun murid yang bisa menjawab soal tersebut.

"Saya mewakili murid-murid untuk SMP. Bahasa inggrisnya menurut saya soalnya terlalu sulit. Kalau seandainya menurut kalian soal-soal ini sulit, maka saya minta Pak Nuh agar ini dianalisa. Agar nanti soal-soal UN juga tidak terlalu mudah, tapi juga tidak terlalu sulit," tutur Presiden.

Pada akhir tour-nya sebagai guru, Presiden lalu memasuki aula Gedung SMPN 2 Labuan untuk berdialog dengan para guru, perwakilan murid, dan orang tua.

Pada dialog itu, Kepala Negara menjelaskan UN yang tetap dilaksanakan pemerintah pada 2010 bukanlah momok atau hantu yang harus ditakuti.

Ia berkeyakinan tujuan UN baik, yaitu untuk mengetahui tingkat pemahaman para siswa dan sebagai ukuran apakah siswa sudah mampu naik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Setiap siswa yang pernah bersekolah, ujar Presiden, pasti pernah mengalami UN. Namun, jika satu dari sepuluh siswa yang tidak lulus, maka bisa jadi siswa yang tidak lulus itu mempunyai masalah, bukan sistem UN yang tidak baik.

"Karena di luar ada pro kontra. Banyak yang setuju UN itu dilaksanakan, sedikit yang saya ketahui tidak setuju dengan UN, alasannya bermacam-macam. Tapi pemerintah berketetapan karena tujuannya sangat baik, sambil dengarkan pendapat rakyat, putusan MA, dengarkan DPR, pemerintah melakukan perbaikan-perbaikan, persiapan, agar ketika UN dilaksanakan Insya Allah anak-anak kita bisa mengerjakan dengan baik dan banyak yang lulus," tuturnya.

Setelah dialog, Presiden sempat menyaksikan ruang-ruang kelas di SMPN 2 Labuan yang rusak sehingga tidak digunakan selama dua tahun. Pada acara itu, Presiden pun secara simbolis menyerahkan bantuan pendidikan kepada Provinsi Banten berupa beasiswa, pengadaan ruang kelas serta laboratorium.

Setelah sekitar 1,5 jam berada di sekolah itu, Presiden beserta rombongan langsung kembali ke Jakarta.

Mungkin yang dikerjakan Presiden Yudhoyono selama berada di sekolah itu adalah terjemahan dari kalimat yang sering dilontarkannya, bahwa ia ingin turun langsung memeriksa keadaan sesungguhnya di masyarakat.

Andaikan Presiden Yuhoyono tidak hanya berperan sebagai guru seperti di SMPN 2 Labuan, tetapi juga mau sekali-sekali menjadi nelayan, petani, buruh pabrik, atau bahkan ibu rumah tangga, semua persoalan pasti bisa selesai.


Diah Novianti

Baca selengkapnya...

Jumat, 29 Januari 2010

Ketika Hatiku Bergetar

Jumat siang itu udara Bandung terasa sejuk. Saat itu, aku tengah menyimak uraian khutbah Jumat di Masjid Al Azhar, Kelurahan Pasteur, Bandung. Aku berada di Bandung merayakan Idul Adha beberapa bulan lalu.

Penyampai khutbah sepertinya tuna netra, kusimpulkan dari jauh dari caranya menatap hadirin. Beliau menyampaikan uraian tentang makna ibadah Kurban dengan sangat menarik, terutama tentang komitmen setiap manusia yang beriman untuk ikhlas berkorban demi tujuan hidup yang lebih besar dan sejati.

Semakin aku menyimak isi khutbahnya, semakin larut aku pada ajakannya. Hatiku tiba-tiba bergetar oleh artikulasi penyampai khutbah yang mampu memberikan contoh-contoh pengorbanan manusia-manusia besar baik pada masa lalu maupun masa kini. Ajakannya untuk berbagi membuat sebagian besar jamaah yang hadir, yang umumnya bukan tuna netra, terdiam menyimak khusyu.

Beliau menyampaikan ajakan untuk meraih kebahagiaan spiritual sebagai kebahagiaan tertinggi, bila kita lebih banyak memberi dan berbagi, ketimbang mengharap menerima. Ada kebahagiaan pada nurani kita bilamana kita lebih banyak memberi, demikian katanya.

Aku merasakan getaran tambah kuat saat kata-katanya mengalir penuh makna sedalam M. Natsir (alm) dengan artikulasi sekelas salah satu komunikator terbaik di negeri ini yang kukagumi, Jalaludin Rachmat.

Subhanallah. Seorang tuna netra mengajak kita berbagi, padahal boleh jadi sebagian dari kita sering iba melihat mereka. Aku jadi teringat pada perbincanganku dengan para tuna netra sebelumnya, mereka selalu bilang tidak ingin dikasihani. Mereka hanya berharap mendapat kesempatan untuk berbuat.

Setelah shalat Jumat selesai, aku menghampirinya dan mengajaknya berkenalan, sembari berterima kasih atas isi khutbahnya. Nama beliau adalah H. Aan Zuhana (67 tahun), tinggal di Cibeber, Cimahi, Bandung. Beliau menyapaku dengan ramah, alhamdulillah harapanku berkenalan disambutnya dengan baik.

Aku mendapat nomor selular dan kartu namanya. Kukatakan padanya, suatu waktu aku ingin berkunjung ke rumahnya. Aku yakin, dari menyimak isi khutbahnya, beliau seorang yang amat berilmu.

Beliau mengajakku untuk mampir siang itu, selepas shalat Jumat itu. Beliau bilang di rumahnya ada acara bersama teman-teman tuna netranya. Aku memohon maaf padanya karena tidak dapat memenuhi undangan itu karena sudah ada janji lain. Dalam hati, aku mau mencari teman wartawan yang luang untuk mampir ke sana siang itu.

Alhamdulillah, ternyata salah seorang wartawan ANTARA Biro Jawa Barat yang waktunya luang. Namanya Ajat. Ajat selanjutnya meluncur ke sana. Sorenya aku telpon Ajat ingin tahu perkembangannya. Menurutnya, ada lebih dari 400 tuna netra berkumpul di kediaman Pak Aan dan para undangan memperoleh ceramah motivasi sekaligus memperoleh hidangan makan siang dari Pak Aan.

Para tuna netra tersebut berasal dari berbagai wilayah di Bandung dengan ragam profesi; guru, PNS, wiraswasta, karyawan swasta sebagian mengelola usaha pijat tradisional.

Menurut Ajat, banyak diantara tuna netra datang dengan pasangan masing-masing. Banyak diantara mereka juga mendapat pasangan yang bukan tuna netra. Subhanallah. Ya Allah, Engkau Maha Berkehendak, Engkau Maha Adil.

Ternyata betul keyakinanku saat menyimak khutbah Pak Aan bila beliau orang yang berilmu dan luar biasa. Menurut Ajat, Pak Aan adalah mantan Ketua DPP Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI) yang amat dihormati lingkungan dan teman-temannya.

Sahabat, banyak orang-orang luar biasa di sekeliling kita. Tidak semua dikenal publik, lantaran tidak tersentuh media dan publikasi.

Mereka bukan pejabat publik atau selebritis yang menarik buat media. Namun, banyak tindakan mereka sungguh luar biasa, seperti yang dilakukan Pak Aan ini. Mereka tetap berkarya dan terus berbagi dengan orang lain.

Semoga Allah SWT meridhoi ikhtiar kebaikan yang dilakukan Pak Aan dan orang-orang lain yang memiliki ikhtiar sejenis, amien.


Ahmad Mukhlis Yusuf

Baca selengkapnya...

Kamis, 28 Januari 2010

Paradigma Pembangunan Ekonomi

Ketimpangan(disparitas) merupakan persoalan klasik dalam desain pembangunan. Hal itu tidak hanya dialami Indonesia, melainkan juga negara-negara berkembang lain.

Ketimpangan pendapatan ekonomi akan memunculkan sejumlah persoalan seperti kecemburuan sosial,arus urbanisasi, kejahatan perkotaan, degradasi kualitas hidup desa dan kota,hingga soal-soal politik. Indonesia dan sejumlah negara berkembang lain pernah mengalami dampak negatif rasa ketidakadilan sosial, yaitu saat krisis multidimensi 1997–1998.

Krisis keuangan menjelma menjadi krisis sosial dan ekonomi karena perasaan tidak adil terhadap akses dan kepemilikan sumber daya ekonomi nasional. Penjarahan terjadi di beberapa kota akibat rasa ketidakadilan masyarakat di tingkat akar rumput (grass-root). Oleh karena itu, desain pembangunan ekonomi menjadi penting untuk diprioritaskan. Bagaimana mengurangi ketimpangan dan kesenjangan tidak hanya antara kaya dan miskin, melainkan juga kesenjangan antardaerah dan antarsektor produksi?

Kita perlu satu desain besar pembangunan ekonomi yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, melainkan juga melihat ukuran pemerataan dan distribusinya. Mungkin kita perlu merenungkan lebih serius tentang no sustainable growth without distribution. Tidaklah mengherankan apabila penajaman dan ukuran lain dibutuhkan untuk mengurangi rasa ketidakadilan sosial lapisan paling terpinggirkan.

Rasa keadilan menjadi sorotan banyak akademisi, termasuk John Rawls yang melihat bahwa justice as fairness. Adil tidak harus sama rata sama rasa, tetapi ada perlakuan yang fair dalam distribusi pembangunan ekonomi di setiap lapisan masyarakat (UMKM, pengusaha lokal, pengusaha asing), kawasan (Jawa dan non-Jawa),dan sektoral (pertanian, kelautan, pertambangan, manufaktur, dan lain-lain).

Pertumbuhan ekonomi yang sampai sekarang masih menjadi target capaian utama pemerintah semakin dituntut untuk berkeadilan sosial melalui pemerataan perekonomian di desa dan di kota, di luar Pulau Jawa dan di dalam Pulau Jawa. Kita bisa melakukan introspeksi pertumbuhan dan pemerataan pada periode 1999–2009 dibandingkan periode sebelumnya.

Hal ini berguna untuk menambah pemahaman terhadap kesesuaian antara arah pembangunan kita selama beberapa periode sebelumnya dan yang akan datang. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan membandingkan beberapa ukuran seperti inflasi, pertumbuhan, koefisien gini, dan lain-lain.

Walaupun pada periode sebelum tahun 1999 pemerintah menyusun rencana pembangunan jangka panjang tahap satu dengan merangkai lima periode rencana pembangunan lima tahun,ukuran yang dipakai oleh pemerintahan setelah 1999 sampai sekarang masih berhubungan. Pada data tentang inflasi misalnya, respons masyarakat atas inflasi tertentu akan berbeda bagi kelompok masyarakat menengah ke atas dan menengah ke bawah.

Ukuran inflasi secara agregat jelas mengabaikan realitas kesulitan hidup masyarakat di tingkat bawah. Sementara itu, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja juga perlu dilihat lebih dalam lagi. Jangan sampai pertumbuhan tinggi hanya dikontribusikan oleh sektorsektor padat modal dan teknologi sehingga penyerapan tenaga kerja menjadi minim.

Karena itu sangat dibutuhkan keberpihakan pemerintah dan legislatif baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk mengangkat masyarakat yang sekarang ini terpinggirkan menjadi pelaku aktif ekonomi daerah maupun nasional. Program-program pembinaan dan dukungan pendanaan bagi UMKM perlu ditingkatkan. Selain itu juga sinergi antara perusahaan besar-menengah-kecil juga perlu diperkuat demi menciptakan basis industri yang kuat dan efisien.

Keterlibatan masif masyarakat dalam kegiatan ekonomi diharapkan dapat mengurangi rasa ketidakadilan sosial dalam pembangunan ekonomi. Melihat angka koefisien gini dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, kita dapat menyimpulkan bahwa belum ada perbaikan untuk mengurangi kesenjangan sosial.

Dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), maka pada tahun 1965–1970 pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 2,7 persen dan koefisien gini sebesar 0,35. Berikutnya pada tahun 1971–1980 pertumbuhan ekonomi rata-rata 6 persen dan koefisien gini 0,4; tahun 1981–1990 pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,4 persen dan koefisien gini sebesar 0,3.

Adapun koefisien gini tahun 1998 sebesar 0,32; 1999 0,33; 2002 0,33, 2004 0,32; 2006 0,36; serta 2007 0,37. Memperhatikan data di atas ini, pembangunan ekonomi nasional kita masih perlu lebih fokus untuk mengurangi rasa ketidakadilan dan kecemburuan sosial. Dengan demikian,kita dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas demi mayoritas bangsa Indonesia.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berkalikali menyampaikan komitmen untuk lebih menekankan aspek keadilan dan pemerataan dalam pembangunan nasional. Konsekuensi dari target yang ingin dicapai Presiden SBY ini adalah ukuran kinerja ekonomi perlu melihat lebih dalam lagi, terutama usaha dan strategi untuk mengurangi ketimpangan sosial yang selama ini terjadi.

Lantas bagaimana? Tentu saja dengan melibatkan sebanyak mungkin orang di dalam pembangunan ekonomi dan menghindari kecemburuan yang dapat mengkristal menjadi persoalan yang bisa menghambat pencapaian target kesejahteraan nasional. (*)


Firmanzah, Ph.D - Dekan Fakultas Ekonomi UI

Baca selengkapnya...

Rabu, 27 Januari 2010

100 Hari Pemerintahan SBY

Tanggal 28 Januari esok, pemerintahan SBY genap 100 hari. Beberapa hari setelah dilantik, presiden dan kabinetnya menetapkan program 100 hari pertama. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana program itu dapat diwujudkan? Apakah program 100 hari itu sudah terlaksana? Jawaban atas pertanyaan tersebut bermacam-macam, bergantung siapa yang menjawabnya. Kalangan pemerintah dan pendukung pemerintah berpendapat bahwa program kerja 100 hari itu sudah mencapai sasaran. Presiden sendiri bahkan mengatakan puas dengan kinerja pemerintah. Namun, ada juga kelompok masyarakat yang berpendapat lain.

Sejauh ini, kalangan pemerintah dan pendukung pemerintah mengaitkan masalah politik dengan pencapaian program 100 hari. Pengaitan itu kira-kira mengatakan bahwa kinerja pemerintah menjadi terganggu atau hasil yang telah dicapai tidak tersisaosialisasi dengan baik. Itu sebabnya, publik kurang mengetahui apa yang sudah dilakukan pemerintah. Akibatnya, tingkat kepuasan publik rendah, bahkan sangat rendah, merujuk pada jajak pendapat yang dilakukan sejumlah lembaga. Memang tidak bisa disangkal bahwa kasus Bibit-Chandara, Anggodo Widjojo, Bank Century dan lain-lain, termasuk pembobolan ATM, merupakan isu-isu yang lebih banyak menyita perhatian publik ketimbang program 100 hari pemerintah.
Bahwa persoalan politik turut memengaruhi tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintah, mungkin saja ada sedikit benarnya. Dan, kalau ini disebut sebagai alasan, tentu saja ini bukan alasan satu-satunya, apalagi jika masalah politik itu dijadikan kambing hitam. Kita juga tidak ingin mendistorsi pencapaian pemerintah dengan hasil jajak pendapat yang hanya melibatkan ratusan responden. Namun, pada saat yang sama, kita juga tidak bisa menerima alasan yang mengatakan bahwa rendahnya kepuasan publik atas kinerja pemerintah karena sosialisasi pencapaian program tidak optimal karena perhatian publik tersedot oleh isu-isu politik dan penegakan hukum. Di sini, yang lebih penting justru adalah bagaimana rakyat merasakan secara langsung atau melihat dari dekat apa yang sudah dilakukan pemerintah dalam kurun waktu 100 hari ini, apa yang belum, serta seluruh plus-minusnya.
Kalau kita sepakat untuk mengatakan bahwa jajak pendapat lebih mewakili soal pencitraan, maka capaian program 100 hari tentu bukan soal pencitraan, tetapi soal rasa dan penglihatan rakyat.
Perlu dicamkan bahwa pemerintahan yang ada sekarang adalah kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya. Oleh sebab itu, slogan yang berbunyi "Lanjutkan!" yang mengharu-biru jagad politik nasional pada masa kampanye pilpres tahun lalu mesti dilihat sebagai sebuah bentuk kesinambungan pemerintahan yang dibangun selama dalam tahun sebelumnya. Mungkin karena bertolak dari pemahaman itu, ada sementara kalangan yang mempertanyakan urgensi penetapan program kerja 100 hari, sebab apa yang mesti dilakukan lima tahun ke depan tidak lain adalah kelanjutan dari apa yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Kalau kita cermati pelaksanaan program 100 hari pemerintah kali ini, maka ada dua hal yang penting dicatat berkenaan dengan dukungan publik.
Pertama, keputusan Presiden SBY untuk menghentikan kasus Bibit-Chandra dan mengembalikan kedua petinggi KPK itu ke posisinya semula.
Kedua, Inspeksi Mendadak (Sidak) yang dilakukan oleh satgas pemberantasan mafia hukum.
Sidak oleh institusi yang dibentuk Presiden SBY itu memperjelas duduk masalah di lembaga pemasyarakatan yang selama ini banyak disuarakan masyarakat. Kedua contoh tersebut menyangkut penegakan hukum. Keduanya juga sempat meningkatkan citra pemerintah.
Adapun upaya pemberantasan mafia hukum yang banyak dikait-kaitkan dengan langkah melakukan sidak tampaknya masih perlu dijuji di lapangan. Soalnya, mafia hukum bukan sekadar memberikan fasilitas mewah kepada terpidana. Dalam kaitan dengan mafia hukum, sesungguhnya ada soal yang justru jauh lebih esensial, mendasar sekaligus kompleks sehingga pembuktiannya tidak semudah yang dilakukan satgas mafia hukum di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur beberapa waktu lalu.
Dalam kaitan ini, sebutlah umpama tender perkara, khususnya kasus perdata. Pemberantasan mafia hukum disebut secara khusus di sini karena merupakan salah satu program 100 hari pemerintahan SBY. Mungkin karena dinilai sangat urgen untuk segera diatasi, maka program ini ditempatkan pada urutan pertama.
Benar, bahwa pencapaian selama 100 hari pertama pemerintahan tidak bisa dijadikan instrumen untuk mengukur kinerja pemerintah selama lima tahun ke depan. Tetapi bagaimanapun, apa yang bisa dilakukan pemerintah dalam 100 hari ini tentu mencerminkan kesigapan, kesungguhan, dan komitmen pemerintah untuk membangun jalan yang mengantarkannya menuju perwujudan janji-janji kepada rakyat yang disampaikan pada masa kampanye. Lagi pula, pencapaian itu akan menentukan apakah masih ada alasan untuk tetap optimistis atau tidak.
Akhirnya, ingin pula ditekankan, bahwa penyelesaian kasus Century sesuai kehendak rakyat sangat menentukan citra dan dukungan publik kepada pemerintahan SBY ke depan. Melalui kasus itu, publik ingin memastikan apakah pemerintahan SBY masih bersungguh-sungguh memberantas korupsi. Jika ya, tidak ada jalan lain selain menyelesaikan persoalan tersebut secara tuntas, transparan, dan menghukum siapapun yang terbukti bersalah. Inilah harapan terbesar publik yang sebagiannya telah diekspresikan melalui aksi-aksi demo oleh sebagian warga belakangan ini.


BusinessNews

Baca selengkapnya...

Gosip dan Krisis Keuangan

Namanya gosip, tentu sulit mencari data yang akurat namun mempunyai dampak negatif untuk yang digosipi. Kita sudah sering mendengar kekuatan gosip dalam menjatuhkan berbagai tokoh politik di banyak negara.

Kalau pun tidak menjatuhkan, gosip telah mampu membuat para tokoh politik kalang kabut.Selain itu, dalam politik, pencitraan adalah hal yang sangat penting.

Kenyataan bisa jelek tetapi pencitraan yang baik merupakan aset penting dalam politik. Yang kurang disadari adalah bahwa hal yang serupa juga terjadi di sektor keuangan. Gosip dan pencitraan pun memegang peran penting dalam kegagalan dan keberhasilan suatu bank atau lembaga keuangan serta kinerja seluruh sektor keuangan.

Sayang para penguasa moneter di masyarakat antah-berantah tidak menyadari pentingnya peran gosip dan pencitraan dalam kegagalan dan keberhasilan sektor keuangan.

Padahal, pada 8991 gosip pula yang menyebabkan krisis finansial yang dahsyat di masyarakat. Waktu itu terdapat 61 bank yang ditutup, jumlah yang relatif kecil untuk masyarakat antah berantah namun dampaknya luar biasa. Gosip beredar dengan kuat bahwa bankbank lain akan gulung tikar. Para nasabah panik. Mereka berbondong- bondong ke bank, mengambil uang mereka secara tunai. Akibatnya, makin banyak bank yang benar-benar gulung tikar.

Sektor keuangan kacau, perekonomian berantakan, orang kaya jadi miskin, dan kaum miskin tambah menderita. Untung para penguasa moneter segera menyadari kesalahan mereka. Mereka segera membuat kebijakan memulihkan kepercayaan masyarakat pada dunia perbankan. Usaha pencitraan pun dilakukan dengan cepat. Mereka membuat pencitraan melawan gosip yang beredar kuat. Mereka membuat gerakan penyetoran uang ke bank secara demonstratif. Sesungguhnya, yang melakukan penyetoran adalah orang-orang bank itu sendiri.Namun, masyarakat umum tak tahu.Mereka hanya melihat, “Oh... ada juga orangorang justru menyetor uang ke bank.

”Persepsi dan pencitraan ini kemudian amat membantu mengurangi kepanikan masyarakat dan membantu menstabilkan situasi keuangan di masyarakat antah berantah itu. Itu yang terjadi di tahun 8991. Dulu,ketika perekonomian masyarakat antah berantah belum maju, tak ada bank di masyarakat itu. Kalau orang membutuhkan uang,maka dia meminjam dari teman dan keluarga yang kebetulan mempunyai uang yang tidak dipakai. Namun, perlahan perekonomian berubah. Saat itu Gareng,misalnya,mempunyai uang Rp5 juta dan dia tak tahu uang itu akan digunakan untuk apa.

Pada saat yang sama Petruk membutuhkan uang Rp5 juta namun tidak tahu dia harus mendapatkan uang itu dari siapa. Gareng dan Petruk tidak saling mengenal. Kalau saja mereka saling mengenal dan mengetahui kondisi masing-masing. Gareng dapat meminjamkan uangnya ke Petruk. Di sinilah muncul Bank Togog yang berperan sebagai perantara. Gareng menyimpan uang di Bank Togog dan sebagai balas jasa Gareng mendapatkan bunga 6% per tahun. Bank Togog tahu akan ada orang yang membutuhkan uang. Dan Petruk pun datang ke Bank Togog serta meminjam uang Rp5 juta.Untuk balas jasa ke bank,Petruk membayar bunga 7% per tahun. Dari transaksi ini bank mendapatkan keuntungan 2% per tahun.

Bank Togog sesungguhnya tak punya uang sedikit pun. Dia hanya menjadi perantara antara mereka yang mempunyai uang tetapi tidak tahu apa yang akan dilakukan dengan uangnya dan mereka yang membutuhkan uang.Bank dibayar untuk jasanya sebagai perantara ini. Sejak saat itu Bank Togog terus berkembang. Banyak Gareng lain yang menyimpan uang di bank ini. Banyak pula Petruk yang meminjam uang dari bank ini. Keuntungan Bank Togog berlipat lipat. Kepercayaan masyarakat pada bank ini pun makin kuat. Sistem perekonomian di masyarakat ini membaik. Transaksi tidak harus memakai uang tunai.

Dapat dengan cek, transfer, atau kartu kredit. Orang pun malas menyimpan uang tunai di rumah dengan alasan keamanan dan mendapatkan bunga. Dengan kondisi kepercayaan masyarakat yang tinggi dan makin sedikitnya kebutuhan uang tunai, Bank Togog pun mempunyai inisiatif baru untuk terus mengekspansi jumlah uang yang dipinjamkan. Pada tahun 9002 jumlah setoran ke bank ini telah mencapai Rp1 miliar. Jumlah yang dipinjamkan juga Rp1 miliar. Namun, dengan kepercayaan dari masyarakat, Bank Togog berani meminjamkan Rp4 miliar.

Bank Togog percaya, para peminjam dan penyetor uang tidak membutuhkan uang tunai sebanyak Rp4 miliar.Dengan demikian, uang tunai Rp1 miliar sudah cukup untuk berjaga-jaga kalau kalau mereka membutuhkan uang tunai.Dengan cara ini,keuntungan Bank Togog makin meningkat. Keuntungan yang luar biasa dari Bank Togog ini membuat menjamurnya bank-bank lain.Nasabah makin banyak, baik penyetor mau pun peminjam uang. Mereka semua mungkin tidak saling mengenal tetapi mereka saling kait-mengait melalui sistem perbankan. Satu bank juga meminjam dan menyetor ke bank lain.Terjadilah suatu keterkaitan satu sama lain yang amat kuat.

Namun, selama beberapa tahun terakhir, manajemen Bank Togog sangat buruk.Terjadi korupsi di Bank Togog. Walau begitu, bank ini masih hidup karena kepercayaan masyarakat pada Bank Togog masih ada. Masyarakat tak tahu apa yang terjadi di bank ini walau penguasa moneter sudah sangat marah pada manajemen. Berbagai saran perbaikan manajemen dan pembersihan korupsi tidak digubris oleh bank karena sampai saat itu Bank Togog masih terus bertahan hidup. Akhirnya, nasib buruk menimpa Bank Togog di tahun 9008. Utang Petruk telah membengkak.

Selama bertahun-tahun dia mampu mengangsur utang yang membengkak karena pendapatannya juga terus meningkat.Namun,suatu musibah menyebabkan pendapatan Petruk jatuh drastis. Dia kelabakan tak dapat membayar angsuran utang-utangnya.Dia terpaksa menjual rumah dan barangbarang untuk membayar pinjamannya. Dengan penjualan itu pun, Petruk belum dapat melunasi utangnya. Petruk dinyatakan bangkrut. Bank Togog pun ikut merugi. Lebih parah lagi, banyak Petruk lain yang mengalami gagal bayar. Bank Togog benar-benar pusing. Sialnya, berita ini menyebar ke masyarakat luas. Masyarakat kemudian risau bahwa Bank Togog akan bangkrut.

Mereka pun berbondong- bondong ke Bank Togog mengambil uang mereka.Penguasa moneter tenang-tenang saja.“Ya, Bank Togog kansudah berulang kali dinasihati untuk melakukan reformasi dan membersihkan dari korupsi. Kalau sekarang akan bangkrut, ya biar saja. Tak usah dibantu.” Yang kemudian terjadi, Bank Togog benar-benar bangkrut. Rupanya para penguasa moneter saat itu tidak menyadari apa yang terjadi di dunia perbankan. Saat itu sebenarnya juga tengah terjadi kekalutan di dunia perbankan pada umumnya. Apalagi dunia sedang mengalami krisis finansial yang luar biasa.

Para penguasa moneter lebih memusatkan pada pemberian hukuman pada bank yang tidak mengikuti saran-saran dan bukan pada stabilitas kondisi keuangan dan perekonomian secara keseluruhan. Para penguasa moneter tak menyadari adanya systemic risk. Kebangkrutan Bank Togog ternyata memicu kebingungan di masyarakat yang lebih luas. Beredar gosip yang amat kuat bahwa bank-bank lain juga akan bangkrut. Penguasa moneter segera menyadari kesalahan mereka. Seperti yang terjadi pada 8991, penguasa moneter mencoba melawan gosip dan membuat pencitraan perbankan,untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada dunia perbankan.

Namun, kali ini, situasi internasional yang amat buruk membuat usaha penguasa moneter di masyarakat antah berantah tak ada gunanya.Gosip jauh lebih kuat daripada usaha yang dilakukan para penguasa moneter.Kondisi finansial menjadi benar-benar berantakan, lebih parah dari tahun 8991. Dampak ke perekonomian juga dahsyat sekali.Angka kemiskinan melonjak. Jumlah orang sakit bertambah dengan cepat. Demonstrasi dan kerusuhan sosial meluas. Dalam keadaan yang kacau balau ini para pengamat ekonomi menyadari kesalahan para penguasa moneter yang telah membiarkan kebangkrutan Bank Togog. Para pengamat lalu mengritik para penguasa moneter.

Kata mereka, “Kalau saja para penguasa moneter waktu itu tidak membangkrutkan Bank Togog; kalau saja penguasa moneter waktu itu menyelamatkan Bank Togog; kalau saja penguasa moneter waktu itu tidak memprioritaskan pada penghukuman para pemilik Bank Togog; maka perekonomian kita saat ini akan jauh lebih baik. Kita tidak akan mengalami krisis mendalam seperti ini.

”Para pengamat ekonomi itu lalu memberi kuliah pada penguasa moneter agar belajar teori ekonomi dengan lebih baik dan memahami adanya systemic risk. Ah, saya terbangun dari tidur saya. Rupanya saya telah bermimpi, gara-gara akan menyiapkan makalah mengenai arti systemic risk. Karena hasil mimpi, cerita di atas juga cerita dalam mimpi. Mohon maaf.


ARIS ANANTA - Ekonom

Baca selengkapnya...

Selasa, 26 Januari 2010

Terlalu Banyak Duduk Seburuk Dengan Sedikit Olahraga

Duduk sepanjang hari mungkin sangat meningkatkan resiko penyakit yang berkaitan dengan gaya hidup, sekalipun seseorang menambahkan dosis sedang atau giat untuk berolahraga secara rutin, kata beberapa ilmuwan.

Manfaat kesehatan bagi kegiatan fisik yang mempercepat detak jantung tak diperdebatkan lagi; itu, antara lain, membantu mencegah penyakit jantung dan saluran pembuluh darah, diabetes, dan kegemukan.

Tetapi temuan ilmiah baru-baru ini juga menunjukkan bahwa kondisi tak bergerak yang berkepanjangan saat orang duduk mungkin secara independen berkaitan dengan kondisi semacam itu.

"Waktu duduk mesti didefinisikan sebagai kegiatan otot dan bukan ketiadaan olahraga," demikian kesimpulan satu tim peneliti Swedia.

"Kami perlu mempertimbangkan bahwa kami berhadapan dengan dua prilaku yang berbeda dan dampaknya," mereka melaporkan di Journal of Sports Medicine, Inggris.

Dengan dipimpin oleh Elin Ekblom-Bak dari Karolinska Institute di Stockholm, para ilmuwan tersebut mengusulkan "paradigma baru mengenai psikologi tak bergerak", dan mendesak peneliti lain agar memikirkan kembali definisi gaya hidup duduk terus-menerus.

Mereka menunjuk kepada studi baru-baru ini terhadap orang dewasa Australia yang memperlihatkan bahwa setiap hari peningkatan satu jam orang duduk saat menonton televisi meningkatkan angka sindrom metabolis pada perempuan sebesar 26 persen --tak peduli jumlah olahraga sedang-sampai-giat yang dilakukan.

Olahraga fisik harian selama 30 menit menurunkan resiko sebanyak jumlah persentase yang sama, sehingga menunjukkan bahwa menjadi orang yang tak menghabiskan sebagian besar waktu luangnya dengan duduk atau berbaring di dipan, misalnya, dapat menghilangkan manfaat penggunaan "treadmill" atau bersepeda.

Sindrom metabolis didefinisikan sebagai keberadaan tiga, atau lebih, faktor termasuk tekanan darah tinggi, kegemukan perut, kolesterol tinggi atau kondisi tahan insulin.

Penelitian baru diperlukan untuk melihat apakah ada hubungan sebab-akibat antara tak bergerak dan kondisi ini dan, jika benar, bagaimana cara kerjanya, kata para peneliti tersebut.

Salah satu calonnya adalah "lipoprotein lipase" --enzim yang dihasilkan di dalam sel lemak (adipocytes) dan terikat di dinding kapiler-- atau LPL.

Enzim tersebut memainkan peran penting dalam mengurai lemak di dalam tubuh menjadi bentuk yang bermanfaat.

Penelitian baru-baru ini memperlihatkan bahwa kegiatan LPL, pada tikus, secara mencolok turun melalui kegiatan peregangan otot --sama rendahnya dengan sepersepuluh tingkat yang memungkinkan tikus berjalan.

Tingkat LPL selama kegiatan semacam itu "tak terlalu berbeda dari tingkat tikus yang terpajan pada tingkat gerak yang lebih tinggi", kata para ilmuwan tersebut.

"Ini menekankan pentingnya kontraksi otot setempat, dan bukan kuatnya peregangan," kata para peneliti itu sebagaimana dilaporkan kantor berita Prancis, AFP.

Semua studi itu menunjukkan bahwa orang bukan hanya perlu sering berolahraga, tapi juga menghindari duduk di satu tempat untuk waktu yang terlalu lama, kata mereka.

Berjalan kaki menaiki tangga dan bukan menggunakan lift, beristirahat selama lima menit dari meja kerja, dan berjalan ketika mungkin untuk mengantar suruhan dan bukan naik mobil sangat disarankan.


Antara

Baca selengkapnya...

Senin, 25 Januari 2010

Menimbang Prospek Emisi Saham Di Tahun 2010

Perkembangan makroekonomi yang stabil dalam dua tahun terakhir ini akan memberikan sentimen positif bagi kehidupan pasar modal Indonesia. Kini muncul perkiraan optimistis bahwa emisi saham bakal kembali meningkat pada tahun 2010, dipicu proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik sebesar 5,5% dan optimisme terhadap pemulihan global.

Adanya rencana penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga bisa menjadi stimulus bagi perusahaan lain untuk melepas sahamnya ke publik. Apabila kondisi perekonomian sesuai seperti harapan, maka pasar juga akan semarak. Ini akan memicu perusahaan-perusahaan untuk melakukan IPO.

Selain optimisme global, faktor yang akan memengaruhi penerbitan saham adalah tingkat suku bunga, harga komoditas, tingkat inflasi serta suhu politik dalam negeri. Kalau suku bunga bisa bertahan di level seperti saat ini dan harga komoditas stabil, maka inflasi juga bakal terkendali. Ini menjadi kondisi yang sangat baik. Bisa saja nilai emisi saham perdana dan rights issue (penerbitan saham baru secara terbatas) mencapai hasil seperti pada tahun 2008. Namun, kembali lagi, hal itu bergantung kondisi pasar.
Melihat kondisi pasar di tahun 2009 yang sangat baik, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik hingga 86%, diperkirakan IPO dan penawaran umum terbatas (rights issue) kembali marak pada tahun 2010. Kalangan regulator bursa saham juga optimistis, kegagalan mencapai target emiten tidak terulang pada tahun 2010.
Untuk tahun ini, BEI menargetkan 25 perusahaan melantai di bursa. Pencapaian emiten baru tahun lalu memang di bawah target yang ditetapkan. Itu tidak lepas dari kondisi global yang masih belum sepenuhnya pulih. Namun, tahun 2010, optimistis akan lebih baik.
Sejumlah perusahaan yang sudah mengumumkan rencana IPO pada tahun 2010 adalah PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Garuda Indonesia, dan juga PT Krakatau Steel (KS). Nilai emisi dari tiga BUMN itu diperkirakan mencapai Rp7,2 triliun. Rinciannya PP sebesar Rp1,5 triliun, Garuda Rp4 triliun dan KS sekitar Rp1,6 triliun.
Sementara itu, banyak emiten yang siap melakukan rights issue pada tahun depan. Dikabarkan hampir seluruh perusahaan dalam kelompok usaha Bakrie, termasuk juga induk perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), berencana melakukan rights issue. Mereka adalah PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) dan PT Darma Henwa Tbk (DEWA) dengan nilai total mencapai Rp10 triliun. Perusahaan lain, yang juga memastikan langkah rights issue tahun depan adalah PT Bukit Sentul Tbk (BKSL) dengan nilai Rp1,5 triliun.
Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), emisi saham perdana tahun lalu hanya mencapai Rp3,72 triliun dari 13 perusahaan. Angka ini anjlok 84,7% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp24,38 triliun.
Sementara emisi rights issue turun 80,5% menjadi Rp10,8 triliun dibandingkan tahun 2008 yang mencapai Rp55,46 triliun. Di lain sisi, nilai emisi obligasi melonjak 99,3% mencapai Rp25,63 triliun dari tahun lalu Rp12,86 triliun. Maraknya penerbitan obligasi dipicu penurunan suku bunga yang cukup signifkan sepanjang tahun ini, yang mencapai 300 basis poin.
Pada tahun 2010 ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengharapkan akan banyak perusahaan-perusahaan dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dapat melantai di BEI melalui mekanisme penerbitan saham umum perdana (Initial Public Offering/IPO). Di mata mereka, BUMN sebagai perusahaan besar diharapkan bisa jadi motor kenaikan saham di BEI.
Emiten BUMN selain bisa menggerakkan bursa juga dapat membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, sayangnya, jumlah privatisasi yang dilakukan sejumlah perusahaan pelat merah itu selama ini sangat minim, yakni hanya 15 BUMN.
Faktor kekhawatiran pemerintah yang akan kehilangan penerimaan negara disinyalir menjadi kendala utama melantainya perusahaan BUMN di pasar modal. Jadi ada kecenderungan pemerintah berpikir kalau sahamnya terdilusi maka penerimaan ke negara berkurang.
Padahal, dengan menjadi perusahaan publik, maka BUMN akan menjadi semakin transparan dan asetnya dapat meningkat tajam karena earning profit-nya terdongkrak. Umpamanya yang terjadi di Telkom, di mana ketika pertama kali melantai di bursa nilai saham pemerintah hanya Rp20 triliun dan sekarang naik menjadi Rp90 triliun.
Sebagaimana diketahui, pada tahun depan akan ada beberapa BUMN yang listing di bursa, yaitu PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Krakatau Steel (KS), PT Garuda Indonesia, PT Perkebunan Nusantara III, IV, dan VII, dan PT Waskita Karya. Regulator bursa berharap akan ada 100 BUMN mau melakukan IPO. Sehingga target kapitalisasi pasar Rp3.000 triliun pada tahun 2012 dapat tercapai.
Sementara itu, pada tahun depan BEI menargetkan akan ada 25 perusahaan yang listing lagi. BEI juga mengharapkan perusahaan pertambangan yang dimiliki asing seperti Freeport Indonesia dan Newmont Mining juga dapat bergabung di tahun depan karena Indonesia kaya sumber daya alam dan energi. Di mana, banyak perusahaan yang bergerak di sektor itu, tetapi jumlah perusahaan yang listing sedikit.
Penambahan perusahaan di lantai bursa penting agar pasar saham Indonesia tidak bubble, sehingga harga saham di Indonesia tidak akan lebih mahal dibanding harga saham negara lain. Bubble ini akan terjadi, kalau bursa naik tanpa ada penambahan emiten. Dengan kata lain, kenaikan harga saham itu tanpa didukung fundamental.
Sebelumnya, pada tahun lalu BEI menargetkan akan ada 15 emiten baru yang melantai di bursa. Namun nyatanya hanya diperoleh 13 emiten.
Dengan prospek saham ke depan diperkirakan lebih baik, maka akan banyak emiten baru melantai di bursa untuk menjaring dana publik guna menunjang kegiatan operasional dan investasi mereka. Apalagi sejumlah komoditas berhasil mencetak rekor harga tertingginya sepanjang tahun 2009 seiring terus meningkatnya permintaan dan tanda-tanda pemulihan ekonomi. Empat komoditas yang menjadi juara adalah harga minyak, emas, tembaga dan gula.
Harga minyak dan emas berhasil mencetak harga tertingginya sepanjang tahun 2009, sementara tembaga dan gula melonjak tajam. Pendek kata, tahun 2009 telah menjadi tahun rollercoaster untuk kebanyakan harga emas, dengan tembaga, gula, dan minyak light mencatat kinerja yang sangat baik. Tembaga dan gula mentah secara jelas mencetak kenaikan besar, di mana harga kedua komoditas itu berhasil naik hingga dua kali lipat dari titik terendahnya pada awal tahun lalu.
Stimulus finansial China yang sangat besar secara jelas memberikan keuntungan pada material-material yang berhubungan dengan ekspansi infrastruktur dan pertumbuhan industri. Permintaan dari negara-negara industri utama telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi yang signifikan dan berkesinambungan. Data akhir tahun lalu, terutama dari AS, secara jelas membesarkan hati karena proyeksi permintaan ekpsor akan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia.


BusinessNews

Baca selengkapnya...

Senin, 11 Januari 2010

Tahun 2010 Tahun Pengharapan

Muncul optimisme bahwa tahun 2010 ini bakal menjadi tahun berharga bagi Indonesia. Ada yang menyebutkan sebagai Tahun Pemulihan, Tahun Kebangkitan, dan Tahun Menjanjikan. Tetapi ada baiknya kalau bisa disebutkan tahun 2010 sebagai Tahun Pengharapan. Kenapa demikian? Karena memang pada tahun itulah harapan-harapan besar untuk memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia terbuka luas.

Pemerintahan saat ini memiliki modal sosial politik yang kuat berupa kestabilan. Pemerintahan juga memiliki modal ekonomi yang berharga, berupa pertumbuhan ekonomi dan indikator makroekonomi yang baik. Ketika negara-negara tetangga menderita karena tekanan krisis keuangan global, Indonesia masih mampu mencetak pertumbuhan yang mengesankan sebesar 4,3% tahun ini. Hanya kalah oleh China (8%) dan India (7%).
Jadi, dari berbagai hitungan di atas kertas, ekonomi Indonesia tahun 2010 bakal lebih baik dari tahun 2009. Jika ada program yang tepat, kerja keras, dan koordinasi yang lebih baik antar instansi pemerintah, ekonomi tahun depan bisa melaju di atas 6%. Bukan hanya Menkeu Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa tahun 2010 adalah Tahun Menjanjikan. Para pemodal, dalam dan luar negeri, juga optimistis, Indonesia tahun depan merupakan salah satu negara paling menarik untuk investasi.
Investasi portofolio maupun investasi langsung bakal mengalir deras ke Indonesia. Meski belum masuk investment grade, investasi di Indonesia dinilai lebih menguntungkan dibandingkan emerging market lainnya. Dengan kestabilan sosial politiknya, Indonesia jelas lebih baik dibandingkan Filipina, Malaysia maupun Thailand yang kondisi politiknya relatif kurang stabil.
Tahun depan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang pada kini berada di kisaran 2.500-2.525 berpotensi menembus level 3.000. Para investor kakap yang selama ini wait and see, tahun depan akan masuk pasar modal Indonesia. Bahkan investor asing begitu antusias mendengar prospek ekonomi Indonesia di tahun 2010. Inilah yang menyebabkan aliran "hot money" begitu deras masuk ke pasar keuangan Indonesia.
Investasi langsung juga mengincar sejumlah sektor usaha yang menjanjikan keuntungan besar, yakni migas, pertambangan, perkebunan, telekomunikasi, dan keuangan. Kuasa Pertambangan (KP) akan menjadi rebutan para pemodal yang memburu tambang batubara. Lahan untuk perkebunan sawit akan terus dibangun. Persaingan di bisnis telekomunikasi dan finansial semakin sengit. Para pemain global akan berusaha masuk mengakuisisi perusahaan yang sedang megap-megap. Perusahaan asing siap menyuntikkan modal ke perusahaan lokal yang kesulitan dana.
Sektor infrastruktur akan menjadi salah satu sektor primadona bagi investor maupun perbankan. Dapat diperkirakan sektor infrastruktur itu akan menyerap lebih banyak sumber pembiayaan dari sektor perbankan. Apalagi jika proyek infrastruktur disokong oleh pemerintah, tentu perbankan akan lebih agresif membiayainya.
Tingkat keuntungan perusahaan publik (emiten) yang tercatat di bursa lokal (BEI) diperkirakan tetap meningkat rata-rata di atas 20%. Akumulasi laba akan mendongkrak retain earning dan menambah kemampuan perusahaan untuk ekspansi. Dengan akumulasi modal yang semakin besar berarti kemampuan pembiayaan dan ekspansi usaha akan semakin besar pula.
Kendati Bank Indonesia (BI) mengakui, ekspansi usaha beberapa tahun terakhir tidak lagi banyak mengandalkan kredit perbankan, namun suka atau tidak suka faktanya sektor perbankan masih menjadi tumpuan pembiayaan utama di Indonesia. Sekitar 80% pembiayaan kegiatan ekonomi dan investasi berasal dari sektor perbankan. Buktinya, kendati laju ekspansi kredit tahun 2009 hanya sekitar 9%, namun aktivitas bisnis meningkat cukup signifikan. Itu disebabkan oleh modal sendiri yang dimiliki perusahaan (self financing).
Tingkat okupansi hotel dan pesawat terbang yang tinggi menjadi petunjuk paling valid untuk mengatakan bahwa geliat ekonomi sudah berjalan tidak saja di Jakarta sebagai ibukota dan pusat kegiatan ekonomi, namun juga tersebar di seluruh Tanah Air.
Di sektor yang lain, yang paling mencolok adalah pembangunan properti di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Meski gedung-gedung baru yang tinggi menjulang terus didirikan, kredit properti tetap tumbuh stabil kendati berada di bawah rata-rata kredit perbankan yang 9%. Sejatinya kini para pengembang tidak lagi terlalu mengandalkan kredit perbankan seperti tahun 1990-an yang menyebabkan krisis finansial pada tahun 1998. Pasar modal pun bisa menjadi sumber pembiayaan melalui penerbitan surat utang berupa saham dan obligasi.
Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa (60%nya termasuk usia produktif), tingkat konsumsi masyarakat tetap menjadi kekuatan yang menghela pertumbuhan ekonomi tahun depan. Untuk itulah kenapa sektor konsumsi menyumbang sekitar 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Disusul investasi 30%; ekspor 23,6%; impor 20,6%; dan konsumsi pemerintah hanya 7%.
Perkembangan industri manufaktur juga tersandung peraturan ketenagakerjaan yang kurang mendukung. Pemutusan hubungan kerja masih dipersulit oleh UU dan peraturan. Pekerja yang berbuat kriminal sekalipun tidak mudah dipecat dan kalau di-PHK harus diberikan pesangon. Peraturan ini tampak bagus bagi pekerja, tetapi berdampak buruk bagi penyerapan tenaga kerja baru. Ini pun harus diselesaikan agar kenyamanan berusaha terjamin.
Indonesia memiliki sumber energi berlimpah, namun negara ini nyaris tidak putus dirundung krisis energi. Lagi-lagi soal listrik yang masih tetap mati-hidup. Jadi, masalah infrastruktur masih menjadi masalah serius. Dalam lima tahun terakhir, jalan tol yang dibangun baru 85 km atau hanya 8% dari target. Panjang tol Indonesia hanya 693 km, sedang Malaysia sudah mencapai 3.192 km. Padahal, negeri jiran itu belajar membangun tol dari Indonesia. China yang membangun belakangan sudah memiliki ruas tol 45.400 km.
Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di sejumlah kawasan juga harus dikoordinasikan lebih baik dengan pengembangan kawasan dan intrastrukturnya. Soal pendanaan, rasanya tidak menjadi masalah atau kendala lagi. Yang penting, pemerintah menyediakan payung hukum untuk pegangan kalangan investor bidang infrastruktur. Di tahun yang menjanjikan itu, pemerintah juga diharapkan memberikan perhatian lebih besar pada pembangunan sektor pertanian, termasuk maritim. Kekayaan sumber daya alam bisa dioptimalkan manfaatnya apabila ada keseriusan pemerintah untuk melakukannya.


Business News

Baca selengkapnya...