Rabu, 17 November 2010

Kejujuran Maridjan

Dua profesor kepemimpinan dari Santa Clara University Amerika Serikat, James Kouzes dan Barry Posner secara rutin meneliti karakteristik pemimpin yang disukai masyarakat.

Inilah hasilnya sesuai dengan urutan yang nyaris tidak pernah berubah sejak 1981 hingga sekarang; kejujuran, memiliki pandangan ke depan, inspiratif, kompetensi, berpikiran adil, selalu siap membantu bila diperlukan, berpikiran luas, cerdas, terus terang, dan berani. Kejujuran menjadi jawara, mengalahkan faktor kompetensi, berpikiran luas, dan kecerdasan.

Mengapa kejujuran? Seperti dituturkan oleh Kouzes dan Posner agar orang ketika mengikuti pemimpin dengan sukarela, apakah itu memasuki medan pertempuran atau memasuki ruang rapat birokrat, mereka mula-mula harus memastikan bahwa sang pemimpin layak mendapat kepercayaan mereka.

Mereka ingin agar pemimpinnya tulus dan etis. Kejujuran merupakan jawabannya. Sekaligus dengan karakter jujur menandakan bahwa pemimpin benar-benar akan melakukan apa yang dikhotbahkan sekaligus juga mengkhotbahkan apa yang dilakukan. Utuh dan satu padunya perbuatan dan perkataan (lazim pula disebut integritas) menjadi tuntunan dari sang pemimpin dalam berkarya.

Kouzes dan Posner tidak hanya melakukan penelitian di Amerika saja. Mereka melangsungkan penelitian lintas negara, lintas geografis dan lintas jenis organisasi. Mengesampingkan warna kulit, menanggalkan cara menyebut nama Tuhan, menyingkirkan perbedaan paham politik. Semua tetap bermuara pada satu hal, kejujuran merupakan atribut kepemimpinan paling penting.

Pada jarak 5 kilometer di bawah lava Gunung Merapi. Tinggal seorang sepuh dengan panggilan Mbah Maridjan. Sejak 1970 dia diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta dan oleh Sultan Hamengku Buwono IX dengan nama baru Mas Penewu Suraksohargo1.

Pada saat itu Mbah Maridjan diberi jabatan sebagai wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi ayahnya yang menjabat sebagai juru kunci Gunung Merapi. Setelah ayahnya wafat, pada 3 Maret 1982, Mbah Maridjan diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi.

Tidak ada yang tahu secara persis titah Sultan HB IX kepada Mbah Maridjan ketika mendapat tanggung jawab sebagai juru kunci Gunung Merapi. Namun, melihat cara Mbah Maridjan memperlakukan Gunung Merapi, titah tersebut tak lain menjaga Gunung Merapi apa pun yang terjadi.

Seperti layaknya prajurit yang pantang mundur ketika menghadapi peperangan betapa pun ganasnya peperangan tersebut bagi Mbah Maridjan pantang meninggalkan Gunung Merapi. Terlebih bila Gunung Merapi tersebut sedang menunjukkan kegarangan.

Meninggalkannya berarti disersi. Turun ke bawah mencari tempat aman tak lain lari dari tanggung jawab. Mbah Maridjan memilih untuk tetap menjaga Gunung Merapi sampai awan panas melumat tubuh ringkihnya.

Benar, bahwa Kouzes dan Posner meneliti karakter pemimpin lintas negara, geogratis dan organisasi. Namun, tidak terbayangkan apabila Kouzes dan Posner mendaki Gunung Merapi dan sejenak tinggal di Kinahrejo kemudian melakukan penelitian terhadap penduduk Kinahrejo menyoal kepemimpinan. Apalagi penelitian tersebut mengarah pada sosok juru kunci Gunung Merapi yang dianggap pemimpin informal penduduk setempat.

Hebatnya, lantaran sosok Mbah Maridjan penelitian Kouzes dan Posner semakin mendapat legitimasi kuat. Kesetiaan Mbah Maridjan sebagai juru kunci Gunung Merapi dan kesetiaan warga dusun Kinahrejo terhadap dirinya.

Bahkan 'kecerewetan' media massa mengejar informasi dari beliau tak lain karena terpancar aura kuat yang muncul dari lubuk hatinya paling dalam. Aura itu bernama kejujuran.


Kredibilitas Maridjan

Mbah Maridjan menjadi contoh paripurna menyoal kejujuran. Bagi pemberi titah, yaitu Sultan HB IX, Mbah Maridjan menjadi orang yang layak dipercaya. Prasyarat layak dipercaya ini menjadi landasan bagi Sultan HB IX untuk memberikan kepercayaan penuh kepadanya.

Harmoni antara Gunung Merapi, alam raya dan manusia penghuninya menjadi tanggung jawab Mbah Maridjan. Tanpa memikirkan kekuasaan, apalagi berorientasi pada kekayaan, Mbah Maridjan menjalankan dengan sepenuh-penuhnya kepercayaan ini.

Apa yang dilakukan oleh Mbah Maridjan ini mengamini investigasi Kouzes dan Posner tentang landasan utama kejujuran, yaitu kredibilitas. Pemimpin disebut jujur apabila dalam dirinya bersemayam roh bernama kredibilitas.

Kredibilitas tak lain menyoal tentang bagaimana pemimpin mendapatkan kepercayaan dan keyakinan para pengikutnya. Ini tentang apa yang dituntut para pengikut dari pemimpin dan tindakan yang harus diambil oleh pemimpin supaya bisa mengintensifkan komitmen pengikut kepada cita-cita bersama.

Cita-cita bersama warga lereng Gunung Merapi bahkan warga Indonesia Gunung Merapi tidak meletus. Pun apabila meletus, memperlihatkan tanda-tanda sehingga seluruh warga lereng Gunung Merapi memiliki kesiapan untuk mengungsi sehingga korban dapat ditekan sampai tingkat paling minimal.

Dalam konteks ini teknologi dapat mengendus perilaku Gunung Merapi. Hanya saja harmoni antara Gunung Merapi, alam raya dan warga sekitar tidak dapat digantikan oleh teknologi. Warga dan penguasa Gunung Merapi (dalam tradisi diwakili oleh Kraton Yogyakarta) memerlukan figur untuk menjaga harmoni ini. Figur ini tak lain Mbah Maridjan.

Secara formal, Mbah Maridjan mendapat 'surat keputusan' (SK) sebagai juru kunci Gunung Merapi. Namun, SK ini bisa menjadi kertas tulisan tanpa makna apabila sang penerima SK tidak memperlihatkan kredibilitasnya sebagai pengemban amanah.

Respek warga lereng Merapi dan kepercayaan penuh Kraton Yogyakarta kepada Mbah Maridjan akibat dari kecerdasan beliau membangun kredibilitas. Mbah Maridjan tidak berperilaku fatalis. Tidak pula bertindak konyol. Gaya hidupnya yang bersahaja. Penuturannya yang santun. Cara berpikirnya yang melampaui rasionalitas. Semua bermuara pada satu hal: kredibilitas.

Dari dusun sunyi di bawah Gunung Merapi, Mbah Maridjan meninggalkan jejak menawan tentang hakikat seorang pemimpin. Pemimpin yang jujur dan menjaga kredibilitas. Karena dua faktor ini kejujuran dan kredibilitas yang akan menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang mencerahkan. Sugeng tindak, Mbah Maridjan. Gusti Allah ora sare. Selamat jalan, Mbah Maridjan. Tuhan tidak tidur.


Oleh: A. M. Lilik Agung

Baca selengkapnya...

Selasa, 16 November 2010

Rudy Hartono

Saya sungguh beruntung. Pada saat umur sepuluh tahun, bisa berjabatan tangan dengan Rudy Hartono. Peristiwa itu terjadi di Gelora Pancasila Surabaya tahun 1970. Pertemuan itu memiliki makna yang luar biasa. Sejak itu saya selalu bermimpi bisa menjadi seperti Rudy Hartono.

Saat itu Rudy Hartono sedang melakukan pertandingan eksebisi. Saya bisa menonton pertandingan tersebut karena “disusupkan” oleh paman saya yang kebetulan penjaga keamanan di acara tersebut. Sejak pertemuan itu, saya mengidolakan Rudy Hartono. Karena itu saya tenggelam dalam kesedihan panjang ketika Rudy Hartono kalah melawan Svend Pri, pemain Denmark, di Thomas Cup pada 1973 dan di All England 1975. Bahkan saat mendengar Rudy kalah melalui siaran langsung di radio, saya menangis terisak-isak. Saya merana dalam waktu yang cukup lama.

Tak disangka, setelah 38 tahun berlalu, minggu lalu saya bertemu Rudy Hartono. Seorang teman meminta saya untuk memandu acara ulang tahun PT Pembangunan Jaya. Pembicaranya Rudy Hartono. Maka, ketika bertemu untuk makan siang, saya ungkapkan perasaan saya 38 tahun lalu itu kepadanya. Betapa seorang anak usia 10 tahun sangat bangga bisa berjabat tangan dan kemudian terinsipirasi olehnya.

Saya yakin banyak orang ingin seperti Rudy Hartono. Ingin menjadi juara. Ingin disanjung dan dipuja karena prestasi yang luar biasa. Ingin menjadi pahlawan. Ingin mendapat penghargaan. Termasuk penghargaan materi.

Tetapi setelah mendengar cerita Rudy Hartono, saya baru menyadari, tidak semua orang bisa seperti Rudy Hartono. Banyak di antara kita yang hanya melihat sang maestro sebagai juara All England delapan kali. Sebagai pahlawan bulutangkis Indonesia. Tetapi berapa banyak dari kita yang perduli bagaimana usaha keras yang dilakukan Rudy sebelum menjadi juara?

“Setiap hari, selama lima tahun, saya harus bangun jam lima pagi, berlari puluhan kilometer, berlatih bulutangkis, baru kemudian berangkat sekolah,” ujarnya. Di bawah bimbingan ayahnya yang “bertangan besi”, Rudy digembleng spartan tanpa kenal lelah. Tidak ada waktu untuk mengeluh. Tidak ada waktu untuk bercengeng-cengeng. “Waktu itu rasanya ingin berontak. Sebagai remaja saya juga ingin bermain seperti teman-teman yang lain. Tapi saya tidak bisa. Ayah saya menggembleng saya sangat keras,” ungkap Rudy.

Pada usia 15 tahun, disiplin dan kerja keras itu mulai berbuah. Satu per satu prestasi dalam bulutangkis mulai diraih. Sampai kemudian pada usia 18 tahun, usia yang terbilang sangat muda, Rudy berhasil mempersembahkan piala All England bagi bangsa dan negara Indonesia. “Saat itulah saya baru mensyukuri kerja keras dan disiplin yang diajarkan ayah saya.”

Sejak itu Rudy tak terbendung. Tujuh kali berturut-turut dia mempertahankan piala All England. Sekali kalah dari Svend Pri pada 1975, tapi kemudian pada tahun 1976 berhasil merebut gelar juara All England untuk kedelapan kalinya setelah mengalahkan Liem Swi King di final. Suatu prestasi yang sampai saat ini belum tertandingi oleh pemain bulutangkis manapun.

Banyak yang ingin menjadi seperti Rudy Hartono. Tapi berapa banyak di antara kita yang mau menjalani proses latihan yang berat dan panjang? Kita ingin menjadi Rudy Hartono tetapi tidak siap ketika dihadapkan pada proses tadi. Kalau bisa prosesnya singkat dan mudah. Bimsalabim, bangun pagi kita sudah menjadi juara. Tanpa harus “menderita” setiap hari bangun jam lima pagi dan berlatih selama lima tahun tanpa henti.

Dalam pekerjaan juga begitu. Kita sering ingin segera menduduki jabatan tinggi, tetapi enggan melalui proses jatuh bangun untuk mencapainya. Semua kalau bisa serba instan. Serba cepat. Kalau bisa potong kompas. Kita sering iri melihat seseorang yang mencapai sukses. Tetapi, ketika dia bercerita betapa sulitnya perjuangan untuk mencapai posisi itu, kita menutup mata dan telinga.

Dari pembicaraan dengan Rudy Hartono siang itu, saya mendapat banyak sekali pelajaran. Pelajaran untuk mencapai karakter seorang juara. Semua yang dimiliki Rudy sungguh berguna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama dalam pekerjaan.

Di dalam pekerjaan, kita sering terperangkap dalam lingkaran setan. Antara kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan. Dalam bekerja, banyak di antara kita yang menuntut agar perusahaan memberi imbalan atau gaji yang “pantas” terlebih dulu baru kita mau mengerjakan tugas-tugas secara maksimal. Kalau tidak, kerja pas bandrol saja. Ngapain capek-capek.

Di lain pihak, manajemen berpikir sebaliknya. Karyawan dituntut untuk memberikan yang terbaik dulu baru perusahaan akan memberikan imbalan yang “pantas”. Maka jadilah lingkaran setan. Tidak tahu siapa yang harus memutus lingkaran ini. Masing-masing merasa benar. Cuma, kalau dibiarkan berlarut-larut, yang merugi biasanya karyawan. Perusahaan bisa kapan saja “mendepak” karyawan yang dinilai tidak berprestasi dan menggantikannya dengan karyawan baru.

“Prinsip saya, berprestasi dulu baru penghargaan,” ujar Rudy Hartono. Dia mengaku ketika berlatih dan bertanding, tidak ada sebersit pun dalam pikirannya bahwa apa yang dilakukannya itu untuk mendapatkan imbalan. “Saya fokus untuk mencapai kemenangan demi kemenangan tanpa memperhitungkan apa yang akan saya dapatkan sebagai imbalan jika juara,” Rudy Hartono menegaskan.

Maka, ketika dia menjadi juara All England, penghargaan akhirnya datang dengan sendirinya. Dari mulai hadiah uang, mobil, sampai rumah. “Kalau Anda sudah berprestasi, dengan sendirinya penghargaan akan datang.”

Pada tahun 1972, Rudy bertemu kembali dengan Svend Pri di final. Ini final yang paling menegangkan sepanjang penyelenggaraan All England. Pasalnya, saat itu Rudy Hartono sudah ketinggalan 1 lawan 14. Satu angka lagi Svend Pri akan juara.

Tapi, sungguh sulit dipercaya ketika akhirnya justru Rudy yang tampil sebagai juara. Jarak skor 1 lawan 14 tidak membuat dia menyerah. Satu demi satu angka dia raih. Ketinggalan 13 poin bukan perkara gampang. Banyak pemain pada posisi ini sudah menyerah. Rasanya tidak mungkin bisa mengejar jarak yang begitu jauh.

Apa yang membuat Rudy bisa memenangkan pertandingan saat itu? “Saya mengikuti nasihat Ferry Sonneville,” ujar Rudy menyebut almarhum pemain bultangkis Indonesia yang belakangan menjadi pelatih.

Waktu itu, menurut Rudy, Ferry Soniville menasihati agar dia jangan terpengaruh pada apa yang dilakukan lawan. Jangan perduli pada angka dan taktik yang dikembangkan lawan. “Pak Ferry minta saya memperhatikan permainan saya sendiri. Saya diminta berkonsentrasi pada apa yang saya lakukan. Saya harus melakukan yang terbaik,” ujarnya.

Sebuah nasihat yang menohok perilaku banyak di antara kita. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pekerjaan, kita sering lebih sibuk “mengurusi” pekerjaan orang lain ketimbang pekerjaan kita sendiri. Kita lebih mau tahu urusan orang ketimbang mengurusi tugas-tugas kita. Akibatnya, kita lebih sering mengatur dan meyalahkan orang lain ketimbang introspeksi atas kekurangan kita.

Sungguh beruntung hari itu saya bertemu Rudy Hartono. Sang juara mengingatkan kembali pada hal-hal yang sering luput dari perhatian saya. Sesuatu yang tampak sederhana namun sering saya abaikan. Termasuk satu prinsip dalam hidupnya: Jangan menyakiti orang lain. Mengapa? “Karena mereka akan mendoakan kita yang jelek-jelek,” ujar Rudy sebelum kami berpisah.


Kick Andy

Baca selengkapnya...

Minggu, 14 November 2010

"Kegilaan" Mengintai Kita

Gangguan jiwa khususnya depresi berat, diperkirakan akan menjadi penyakit nomor satu di dunia pada 2020.

Laporan "The World Health Report" belum lama ini mencatat, kasus gangguan mental tumbuh sangat tinggi. Laporan tersebut menyebutkan 24 persen pengunjung fasilitas kesehatan dasar terdeteksi mengalami gangguan mental dan emosi.

"Jika dilakukan screening (uji kejiwaan) maka berarti satu di antara 10 orang dewasa mengalami gangguan jiwa," kata laporan tersebut.

Artinya jika anda tengah berkumpul dengan 10 orang rekan sejawat anda di sebuah komunitas, bisa jadi salah satu teman anda atau bahkan anda sendiri adalah penderita gangguan jiwa.

Kemajuan zaman serta pesatnya perkembangan berbagai aspek kehidupan di dunia juga menimbulkan akses luas yang bisa menimbulkan masalah sosial serta kesehatan jiwa masyarakat.

Stres akibat pekerjaan (beban pekerjaan, gaji tidak sesuai atau jenjang karir tidak jelas), masalah himpitan ekonomi (krisis ekonomi yang tidak pulih-pulih), masalah keluarga (kian tingginya kasus perselingkuhan), serta kegagalan mencapai tujuan hidup (misalnya, gagal terpilih dalam Pemilu Legislatif atau Pemilu Kepala Daerah) adalah beberapa faktor yang bisa menyebabkan "kegilaan".

Tekanan-tekanan berat terhadap kejiwaan itu bisa berkembang menjadi "schizophrenia" atau gangguan jiwa akut.

"Schizophrenia" berasal dari dua kata, yaitu "schizo" (retak atau pecah/split) dan "phrenia" (jiwa). Penyandang "schizophrenia" adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian.

Salah satu gejala klinis "schizophrenia" positif, adalah jika seseorang sudah mulai "ngobrol sendiri". Gejala-gejala itu dapat terjadi kapan saja. Umumnya, pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan pada wanita pada usia 20-an atau awal 30-an.

Gejala "schizophrenia" terbagi dalam tiga kategori, yakni gejala positif, gejala negatif dan gejala kognitif.

Gejala positif antara lain ditandai dengan keadaan delusi atau waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal, misalnya merasa menjadi orang paling terkenal.

Gejala positif lainnya, yakni halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

Gejala positif ketiga, yakni pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik dan dibawa ke planet lain.

Sedangkan gejala negatif "schizophrenia" ditandai dengan motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.

Seorang "schizophren" juga dapat dikenali dengan gejala kognitif, seperti mengalami problem dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa mendengarkan musik atau menonton televisi lebih dari beberapa menit, sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.

Seorang "schizophren" juga cenderung tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga selesai, sulit mengingat dan mempelajari sesuatu yang baru.

Gejala kognitif lain adalah miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya.

Dalam ilmu kedokteran, "schizophrenia" dikategorikan sebagai penyakit neurologi (terkait dengan sistem kerja otak). Pada otak orang orang normal proses penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmitter) akan diproses dan diteruskan secara baik pesan itu ke seluruh fungsi otak.

Pada penderita "schizophrenia" produksi neurotransmitter dopamin berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbang berlebihan atau kurang maka penderita dapat mengalami gejala positif dan negatif.

Penyebab ketidakseimbangan dopamin ini masih belum diketahui atau dimengerti sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal terjadinya "schizophrenia" kemungkinan disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor tersebut.

Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya "schizophrenia", antara lain terkait dengan sejarah keluarga, berkembang di perkotaan, penyalahgunaan obat seperti amphetamine, stres yang berlebihan, dan komplikasi kehamilan.


Tak hanya kota besar

Kehidupan yang bergulir cepat dengan persaingan ketat, saat ini tidak lagi hanya terjadi kota besar seperti Jakarta namun telah terjadi di semua daerah, termasuk Kaltim.

Hasil riset Kementerian Kesehatan yang menyebutkan bahwa dari tiga juta warga Kaltim yang berusia 15 tahun ke atas, sekitar 200 ribu jiwa terindikasi mengalami gangguan jiwa. Faktor utama antara lain stres karena pekerjaan, ekonomi serta masalah keluarga.

Seorang dokter spesialis kejiwaan di Samarinda pernah mengungkapkan bahwa penderita gangguan kejiwaan di Kalimantan Timur mengalami kenaikan lima hingga 10 persen tiap tahun. Pada 2007 lalu jumlah pasien gangguan jiwa hanya 131 ribu orang namun pada 2010 telah mencapai 150 ribu orang, kata dokter spesialis kejiwaan, Jaya Mualim.

Diperkirakan bahwa jumlah penderita gangguan kejiwaan tersebut, sebagian besar adalah penderita gangguan jiwa ringan yang berada di kawasan perkotaan. Sedangkan penderita jiwa berat hanya sektar 3.000 orang.

Kondisi ini juga diperparah kurangnya minat penderita memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti memeriksakan kesehatannya ke dokter dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Selain itu, jumlah dokter spesialis kejiwaan di Kalimantan Timur hanya 10 orang. Padahal idealnya satu dokter berbanding 1.000 orang dengan jumlah penderita yang diperiksa ke dokter angkanya masih berkisar satu sampai lima persen saja.

Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah Atma Husada Mahakam atau dulunya dikenal sebagai RSJ (Rumah Sakit Jiwa) Samarinda H. Ardiansyah membenarkan hal itu.

Jumlah psikiater di Kaltim, misalnya, sangat terbatas sehingga memang berpotensi tidak mendapat pelayanan kesehatan dengan baik.

Idealnya, untuk rumah sakit setara RS Atma Husada (tipe A) minimal ada tujuh psikiater. Paling tidak, setiap daerah (kabupaten/kota) memiliki masing-masing satu dokter yang bertugas melayani pasien mengalami gangguan jiwa.

Bisa Sembuh
Sikap masyarakat atau keluarga dalam mendukung kesembuhan penderita juga relatif rendah. Hal itu diakui oleh Ardiansyah. Saat ini sal atau ruangan sering kelebihan daya tampung pasien (overload) selain ada kecenderungan pasien meningkat, ternyata juga karena sejumlah pasien yang sudah dinyatakan sembuh, ternyata tidak diterima oleh keluarganya sehingga jadi beban RSJ untuk menampung mereka.

Kesalahan umum masyarakat yang lain adalah sering mengganggap orang yang mengalami gejala sakit mental sebagai gejala terkena guna-guna, teluh, tenung atau santet. Padahal kian lama mendapat penanganan semestinya, maka upaya penyembuhan kian sulit.

Kenyataannya dewasa ini ilmu kedokteran mengalami kemajuan yang pesat sehingga telah menemukan mekanisme terjadinya "schizophrenia" dan obat-obatan anti-"schizophrenia" sehingga penderita dapat pulih kembali dan dapat kembali menjalani kehidupan yang normal.

Pihaknya berharap agar semua pihak mendukung untuk penambahan jumlah dokter spesialis kejiwaan. Keberadaan psikiater penting bagi masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan kejiwaan.

Apalagi dikaitkan dengan kondisi saat ini, masyarakat rentan terhadap gangguan kejiwaan akibat tekanan ekonomi yang kian berat terasa.

Paling tidak, masalah yang dianggap sepele namun termasuk dalam gangguan kejiwaan, misalnya rasa cemas tanpa kendali bisa mendapat penanganan lebih awal karena jumlah psikiater memadai.

Ardiansyah mengatakan bahwa langkah-langkah membantu mengatasi gejala skizofrenia, antara lain belajar menanggulangi stres, depresi dan pikiran negatif, serta menjauhi alkohol dan narkoba.

Bantuan dan dukungan orang dekat atau keluarga sangat dibutuhkan untuk mengurangi stres atau depresi.

Ia menambahkan bahwa upaya-upaya untuk mengurangi stres atau depresi berat yang bisa menimbulkan penyakit gangguan jiwa bisa dengan mencari kesibukan bermanfaat di luar pekerjaan rutin yang menyita pikiran, relaksasi serta memperkokoh pengetahuan agama.

Tampaknya, dalam kondisi seperti ini, maka salah satu cara efektif dalam menghadapi berbagai tekanan berat kehidupan yang bisa menyeret setiap orang dalam "pusaran kegilaan" adalah membentengi diri dengan keimanan dan ketaqwaan.

Ya, jawaban agar tidak stres dan despresi menghadapi "dunia kian edan" ini adalah mengembalikan semuanya kepada Sang Pencipta, yang menentukan rezeki, hidup dan mati, kata Ardiansyah.


Iskandar Zulkarnaen-Antara

Baca selengkapnya...

Sabtu, 13 November 2010

MENCARI SOSOK PEMIMPIN BANGSA

Indonesia mendambakan sosok pemimpin bangsa. “Nobility or rank has its obligations” (Kemuliaan atau jabatan mengandung kewajiban) kata Duce de Levis dalam : Maxims and Reflections. Amerika Serikat dalam sejarah kepresidenannya mencatat sejumlah tokoh yang bukan sekedar presiden formal, tetapi adalah sosok pemimpin bangsa, di antaranya: George Washington, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, dan John F. Kennedy. India punya Jawaharlal Nehru, Mesir punya Gamal Abdel Nasser, Lybia punya Moamer Ghadafi, Cuba punya Fidel Castro Singapura punya Lee Kuan Yew, Malaysia punya Mahathir Muhammad, dan Indonesia punya Soekarno (?)

Soekarno adalah seorang pemimpin visioner, konseptual, dan seorang orator handal walaupun sangat disayangkan pidatonya terlalu “merah” lebih merah dan Mao Tse Tung (Mao Ze Dong), dan disayangkan pula Sukarno gagal dalam manajemen ekonomi, sehingga inflasi meroket 600 persen di tahun 1965.

Soeharto, walaupun sisi gelap : otoriter dan KKN, adalah tokoh yang disegani. Di Malaysia, Soeharto sangat disegani karena Soeharto bersama Adam Malik adalah tokoh yang memerintahkan gerakan “ganyang” nya Soekarno. Mungkin itu sebabnya Mahatir sangat bersahabat dengan Soeharto. Soekarno adalah seorang pemimpin hampir sama dengan Moamer Ghadafi, Mahathir tidak seperti Soekarno, tetapi berkat sepak terjangnya pernah dijuluki “Soekarno kecil”. Yang jelas, di era Soeharto Malaysia tidak berani macam-macam terhadap Indonesia.

Sosok pemimpin bangsa adalah tokoh yang, ketika harkat dan martabat bangsa terancam, tampil kedepan untuk membelanya, bukan tokoh yang sungkem kepada pihak luar yang congkak dan melecehkan. Memang bisa difahami bahwa sekarang agresivitas bukan zamannya lagi, era dekolonisasi telah lewat, namun bukankah prinsip tidak selalu harus ditingkatkan dengan arogansi ? Diplomasi bisa menjadi senjata ampuh. Mengutip ucapan Isaac Goldberg: “Diplomacy is to say the nastiest thing in the nicest way” (Diplomasi adalah cara untuk mengungkapkan yang paling keji dengan cara sehalus mungkin). Maka dengan bahasa santun pun sebenarnya Indonesia dapat memainkan kartunya tanpa mengorbankan prinsip. Misalnya dalam konflik dengan Malaysia; sebenarnya isu TKI bisa dibalikkan dari titik kelemahan menjadi kekuatan dengan mengatakan: “TKI memberi kontribusi besar bagi pembangunan di Malaysia, pembangunan di Malaysia tidak bisa jalan tanpa partisipasi TKI, jadi dalam hal ini sebenarnya Indonesia dan Malaysia saling membutuhkan, Indonesia bukan dalam posisi sebagai pengemis.” Uang logam bersisi dua, seorang diplomat ulung harus bisa membalikkannya sewaktu-waktu.

Sosok pemimpin adalah tokoh yang tidak mau menerima tamu-tamu asing yang tidak setara dengan kedudukan presiden misalnya presiden direktur Carrefour. Seharusnya untuk tamu seperti ini cukup dilayani oleh Menteri Perdagangan saja.

Sosok pemimpin adalah tokoh yang menjual aset-aset Negara secara cerdik dan strategis, tidak dengan cara “obral besar” tanpa memperhitungkan harkat dan kedaulatan bangsa. “Tugas terberat seorang pemimpin bukanlah melakukan apa yang harus dilakukan tetapi mengetahui apa yang harus dilakukan” Kata Lyndon B. Johnson dalam pidato State of the Union.

Sosok pemimpin bangsa adalah tokoh yang menutup aib bangsa dengan tidak mengekspose kemiskinan secara berlebihan, dengan membiarkan rakyat berdesakan antri beras diliput oleh media massa dan disebarluaskan ke seluruh dunia.

Sosok pemimpin bangsa adalah tokoh yang memberi rasa aman bagi rakyatnya serta mampu menggelorakan semangat nasionalisme di kalangan generasi muda.

Dan yang tidak kalah pentingnya, sosok pemimpin bangsa adalah insan Amanah yang mampu menjamin kepastian penegakan hukum dengan menjadikan negaranya neraka (bukan surga) bagi para koruptor dan penjahat lainnya.

Seorang pemimpin bangsa adalah sosok yang tidak mengecewakan orang-orang yang memilihnya dalam Pemilu serta mampu memacu kinerja bukan hanya di seratus hari pertama masa pemerintahannya tetapi konsisten berkarya hingga hari terakhir masa jabatannya.

Tampilnya seorang tokoh pemimpin bangsa yang bukan sekedar presiden-formal adalah kondisi sine qua non saat ini terutama ketika di bidang politik NKRI mengalami ancaman disintegrasi dan kaum separatis dan di bidang ekonomi ada tantangan globalisasi yang nyata.


Business News

Baca selengkapnya...

Jumat, 12 November 2010

Poin-Poin Utama Pernyataan Para Pemimpin G-20

Berikut ini adalah poin-poin utama dari sebuah pernyataan yang dikeluarkan Jumat oleh para pemimpin Kelompok 20 (G-20) pada akhir pertemuan puncak dua-hari di Korea Selatan:

-- Langkah-langkah untuk memerangi resesi global telah memberikan "hasil yang kuat" tapi tetap berisiko.

Secara khusus, "pertumbuhan tidak merata dan ketidakseimbangan meluas yang memicu godaan untuk menyimpang dari solusi global ke dalam tindakan tidak terkoordinasi. Namun, tindakan kebijakan tidak terkoordinasi hanya akan memberikan hasil buruk bagi semua."

-- G20 akan mengembangkan "pedoman indikatif" terdiri dari "berbagai indikator" untuk membantu mengidentifikasi ketidakseimbangan perdagangan yang besar yang "membutuhkan pencegahan dan tindakan korektif". Penilaian pertama dari negara-negara menurut pedoman untuk dilakukan pada tahun depan.

-- Negara-negara berkomitmen untuk "bergerak ke arah sistem nilai tukar yang lebih ditentukan pasar". Mereka akan melakukannya dengan "meningkatkan fleksibilitas nilai tukar untuk mencerminkan fundamental ekonomi yang mendasari, dan menahan diri dari persaingan devaluasi mata uang .

"Ekonomi-ekonomi maju, termasuk dengan cadangan mata uang, akan waspada terhadap volatilitas berlebihan dan pergerakan kacau dalam nilai tukar.

Tindakan ini akan membantu mengurangi risiko volatilitas yang berlebihan dalam arus modal yang dihadapi beberapa negara berkembang."

-- Negara-negara akan "melawan proteksionisme dalam segala bentuknya" dan akan "menggulung kembali setiap langkah proteksi baru yang mungkin timbul, termasuk pembatasan ekspor dan tindakan inkonsisten WTO untuk merangsang ekspor`.

-- Menegaskan kembali komitmen mereka untuk memerangi perubahan iklim, para pemimpin "akan menghindari tidak ada usaha untuk mencapai hasil yang seimbang dan hasil sukses di Cancun".

-- Para pemimpin mendukung peraturan perbankan Basel III, untuk sepenuhnya bertahap mulai Januari 2019, dan berkomitmen untuk aturan-aturan baru untuk bank-bank "terlalu besar untuk gagal", dikenal sebagai lembaga keuangan penting sistemik (SIFIs).

Secara khusus, bank dengan signifikansi global akan mempertahankan standar modal, likuiditas dan penilaian risiko ketat. Aturan tepat harus ditentukan oleh Dewan Stabilitas Keuangan dan badan-badan lainnya.

-- Negara-negara G-20 memperbaharui janji dan komitmen bantuan untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah berkembang melalui "pertumbuhan inklusif berkelanjutan dan tangguh" dengan menyesuaikan pendekatan untuk setiap negara, memfokuskan pada sembilan "pilar" termasuk infrastruktur.

Pembangunan tetap pada agenda untuk KTT mendatang.


Antara

Baca selengkapnya...

Hasil-hasil KTT G20

Para pemimpin dunia menyatakan bahwa mereka akan bekerjasama mengatasi "ketegangan-ketegangan dan kerentanan-kerentanan" dalam perekonomian global yang membangkitkan ketakutan pada timbulnya perang kurs dan proteksionisme perdagangan, setelah mereka menggelar Pertemuan Kelompok G20 di Seoul, Jumat.

Berikut adalah ikhtisar mengenai hal-hal yang telah diputuskan dalam KTT tersebut.

Ketidakseimbangan Global

Menghilangkan jurang perbedaan antara negara-negara kaya dan negara-negara pengutang telah menjadi landasan G20. Para pemimpin G20 menyepakati sebuah kerangka kerja demi pertumbuhan yang seimbang, menyerahkan rancangan ekonomi jangka menengah untuk dikaji IMF sehingga menjamin mereka tidak bentrok, sementara komunike KTT akhir tidak beranjak lebih jauh lagi.

Di Seoul, Washington harus menyerah karena tidak bisa memaksa pihak lain menyepakati sasaran-sasaran kuantitatif untuk defisit dan surplus transaksi berjalan.

Sebagai gantinya, para pemimpin G20 menginstruksikan para menteri keuangannya untuk memetakan serangkaian "panduan indikatif" guna menaksir ketakseimbangan transaksi berjalan mereka di bawah konsultasi dengan IMF, namun membiarkan rinciannya didiskusikan pada paruh pertama tahun depan.

Mata Uang

Tingkat kurs mata uang adalah fokus dari debat mengenai ketidakseimbangan global. Amerika Serikat dan sejumlah negara telah membujuk China untuk membiarkan mata uangnya menguat lebih cepat dan menuduh Beijing sengaja membuat mata uangnya rendah sehingga mendapatkan keuntungan perdagangan.

Namun Washington menghadapi masa yang lebih sulit dalam mewujudkan hasrat itu manakala sekutu-sekutunya memandang kebijakan uang murah yang ditempuh Federal Reserve bertujuan memperlemah dolar AS.

Para pemimpin G20 berjanji menyerahkan masalah kurs kepada mekanisme pasar, dan menghindari devaluasi kompetitif (devaluasi yang disengaja guna meningkatkan daya saing ekspor). Ikrar ini adalah ulangan dari komitmen yang dibuat pada pertemuan para menteri keuangan negara-negara G20 bulan lalu.

Namun, mengingat pengaruh yang kian luas dari negara-negera berperekonomian berkembang seperti Brazil, G20 menyatakan negara-negara "emerging economies" yang nilai kursnya menjadi lebih mahal (overvalued) dan menghadapi beban yang semestinya tak dipanggulnya, dinyatakan berhak mengadopsi "kebijakan makro-prudensial yang dirancang secara hati-hati" untuk mengendalikan modal demi menghadapi arus modal masuk.

Pada pertemuan G20 sebelumnya, para pemimpin saling tawar menawar mengenai apakah dalam pernyataan akhir KTT akan menyinggung China karena membiarkan mata uangnya lemah, namun sekali lagi ini tidak terjadi.

Pengaturan Sistem Keuangan

Para pemimpin dunia menandatangani kesepakatan "Basel III" guna meningkatkan kualitas dan kuantitas modal bank, yang menjadi sentral reformasi sistem keuangan mengusul krisis finansial.

Mereka juga mendukung proposal pembentukan Dewan Stabilitas Keuangan untuk memperketat supervisi demi menghadapi pasas derivatif serta mengurangi ketergantungan pada lembaga pemringkat utang.

Kendati begitu, para pemimpin G20 tidak sepenuhnya sepakat dalam bagian agenda regulasi lainnya.

G20 menyokong serangkaian rekomendasi umum oleh Dewan Stabilitas Keuangan untuk menentukan bagaimana bank-bank dinilai "terlalu besar untuk dibiarkan bangkrut" (too big to fail)", namun ada ketidaksepakatan dalam isu-isu seperti apakah lembaga-lembaga itu semestinya menjadi subyek untuk pengenaan biaya modal lebih jauh, mengingat banyak hal yang perlu dilakukan lagi pada sejumlah langkah khusus yang terencana.

Perdagangan

Semua negara maju yang pertumbuhannya lamban ingin mengekspor menurut caranya sendiri demi kesehatan ekonominya dan inilah pangkal dari ketegangan seputar mata uang dan ketidakseimbangan global.

Para pemimpin G20 telah berjanji untuk tidak melanjutkan kebijakan-kebijakan proteksionis dan terus bekerja demi putaran Doha tentang pembicaraan liberalisasi perdagangan.

Sementara itu, Korea Selatan dan Amerika Serikat gagal menyepakati perjanjian perdagangan bebas yang sudah lama mereka bicarakan, terutama karena ketidaksetujuan pemberian akses untuk produsen otomotif AS ke pasar otomotif Korea Selatan yang menguntungkan itu.

IMF

Para pemimpin mendukung paket reformasi yang ditawarkan oleh para menteri keuangan mereka bulan lalu untuk mereformasi Dana Moneter Internasional demi merefleksikan pergeseran dalam keseimbangan dalam kekuatan ekonomi global.

Di bawah kesepakatan ini, lebih dari 6 persen porsi suara pada IMF akan dialihkan ke negara-negara berkembang seperti China yang akan menjadi anggota terbesar ketiga dalam organisasi beranggotakan 187 negara dan bermarkas di Washington tersebut.


Antara

Baca selengkapnya...

Masuknya BIRC ke struktur IMF

Pasca Summit para Menteri Keuangan anggota G 20 di Gyeongju, Korea Selatan. Maka spekulasi berakhir dan mereka menyampaikan Komunike bersama sebagai hasil pertemuan tersebut. Forum tahunan G 20 ini berhasil melahirkan kesimpulan yang hasilnya kira-kira dituangkan dalam bahasa: “The complete lack of agreement” diantara Menteri Keuangan G 20 khususnya tentang isu “crucial global governance”. Namun yang lebih penting adalah terjadinya reformasi di IMF yaitu dengan masuknya negara Brazil, India, Rusia, dan China (BIRC).

Perubahan itu adalah dalam hak suara dan kuota di lembaga IMF yang selama ini selalu menjadi tuntutan negara baru maju atau emerging market countries tepatnya negara BIRC tadi. Kendatipun kesepakatan ini sudah disampaikan sebagai hasil pertemuan G 20 tetapi jangan dulu berbangga karena menurut Managing Director IMF Dominique Strauss-Kahn keputusan ini harus diratifikasi oleh Dewan Eksekutif IMF yang menurut aturannya memiliki hak veto dan hak suara masing-masing, tetapi keputusan ini tidak akan mungkin lagi di veto, karena situasi ekonomi yang dihadapi masing-masing negara adikuasa ekonomi saat ini sangat mengkhawatirkan sehingga butuh dukungan negara BIRC.

Memang sebelum acara puncak di Gyeongju. Dimulai pemanasan dan usul-usul sesuai kepentingan masing-masing Negara khususnya Amerika dan China, di media dapat dikatakan “panas” khususnya pertarungan antara Dolar versus Yuan yang dijadikan kambing hitam sebagai penyebab surplus defisit kedua negara. Amerika menuduh China bermain melalui “regulated exchange rate” dengan membiarkan Yuan lemah terhadap Dolar sehingga barang-barang produk China sangat murah sehingga melahirkan surplus perdagangan China yang memang saat ini terbesar di dunia hampir mencapai USD3 triliun sedang defisit USA mencapai USD1,4 triliun. Sedangkan surat kabar China justru menuding ekonomi Amerika saat ini akan berantakan tanpa dukungan Yuan. Karena sumber dana untuk menutupi defisit USA itu adalah Yuan. Apakah Ted Geithner Menteri Keuangan Amerika benar dalam hal menuduh kurs Yuan menjadi penyebab krisis, bukan karena faktor sistem keuangannya yang tidak menyadari perubahan landscape keuangan internasional saat ini masih bisa diperdebatkan, dan ini bukan menjadi topik ulasan artikel ini. Yang akan menjadi sorotan kita adalah bagaimana IMF sebagai lembaga keuangan Internasional yang berfungsi semacan bank sentral dunia atau semacam last resortnya negara dalam menyelematkan ekonominya. Walaupun sebenarnya kelompok negara sosial dan berbagai bukti menyatakan justru IMF-lah menjadi sumber masalah. Reformasi di tubuh IMF menjadi salah satu keputusan penting dari pertemuan G 20 ini di Gyeongju, Korea Selatan. Apa dampak pertemuan ini pada peranan dan fungsi IMF nantinya dalam ekonomi dan keuangan global?

Pertama, Pembentukan “global financial safety net” sekaligus merevisi kebijakan kredit di IMF yang selama ini dituduh berprilaku sebagai “Economic Hit Man”.

Kedua, Melakukan restruktur atas hak voting di IMF.

Dengan keputusan ini akan diberikan kekuasaan sedikit ke ekonomi kekuatan baru (emerging economies), seperti China, India, Rusia, Brazil. Di mana pada tahun 2012 akan memiliki 6 % pangsa kuota. Selama ini dituduh IMF diatur Amerika namun dengan munculnya masalah ekonomi Amerika maka peranan Eropa mulai masuk dan peranan negara dengan kekuatan ekonomi baru BIRC walaupun harus puas dengan angka 6% tadi. Di samping hak voting itu kuota anggota dinaikkan dua kali lipat menjadi USD340 billiun. Untuk diketahui ada 3 hal yang ditentukan kuota tadi:

a. Menentukan kontribusi negara sebagai sumber dana,
b. Menentukan berapa dana pinjaman yang bisa diberikan kepada negara yang membutuhkan,
c. Hak suara yang diberikan kepada masing-masing negara yaitu 250 suara dasar dan ditambah dengan jumlah SDR (Special Drawing Right) yang dimiliki.

Ketiga, kekuasaan ini memang sangat berpengaruh dalam menentukan nasib ekonomi suatu negara yang memerlukan bantuan IMF. Kendatipun menurut normanya kuota tadi dianggap menggambarkan posisi suatu negara dalam ekonomi dunia yang ditentukan berdasarkan formula yang diambil dari GDP (rata-rata harga pasar dan tenaga beli parity tingkat kurs mata uangnya), keterbukaan, variabel ekonomi dan cadangan internasional. Walaupun ada formula pada hakekatnya yang menentukan adalah “kekuasaan dan lobby”.

Setiap keputusan di IMF minimal harus mencapai 85 % vote, Amerika sendiri sudah mengantongi 16,7 % dan bisa memveto keputusan IMF. Kendatipun sejak beberapa tahun lalu sudah ada reformasi di dalam misalnya dalam memberikan Managing Director ke Eropa namun proses seleksi tidak transparan dan tidak fair. Pada hakekatnya Amerika seperti biasa tetap pemenang dia hanya memberikan sedikit saja hak orang lain, hakikatnya dia yang monopoli kekuasaan di IMF. Kendatipun hak vote China meningkat sekarang menjadi 6,19 % naik dari 3,65% mendekati Jerman, France dan Britain. Sedangkan India akan berada di ranking ke-8, Russia ke-9 dan Brazil ke-10 dengan demikian negara BIRC memiliki votes total; (14.18 percent of IMF quotas). Sedangkan negara ekonomi baru seluruhnya termasuk Indonesia akan menguasa hak suara 42,29 %. Dengan keputusan restruktur ini maka banyak anggota yang akan duduk di berbagai Dewan akan diisi pendatang baru dan dari negara baru.

Setelah beberapa lama IMF lesu dan lemah tidak berwibawa terutama akibat krisis ekonomi dunia tahun 2008/2009, Akhirnya dapat juga disebut bahwa persetujuan Gyeongju ini akan membuat IMF: “more effective, credible and legitimate”.

Bisa juga begitu tetapi yang pasti seperti dikemukakan Strauss-Khan ini hasil “bersejarah” dan menghasilkan suatu keputusan penting sejak badan ini didirikan tahun 1944. Alasannya adalah dana semakin banyak, distribusi kekuasaan semakin diratakan kendatipun kekuasaan penuh tetap pada Amerika dan sekutunya. Dan jangan lupa Presiden IMF dan Bank Dunia adalah peserta ex-officio di semua pertemuan G20 dan IMF sebagai Sekjennya.


Businessnews

Baca selengkapnya...

Selasa, 09 November 2010

Surga di Telapak Kaki Ibu, Gaji Ayah di Dompet Ibu

Semakin majunya pendidikan perempuan di Indonesia menyebabkan meningkatnya jumlah dan kualitas kaum pekerja perempuan. Bahkan tidak sedikit perempuan yang memiliki karir melampaui karir pria dan berada pada jajaran manajemen level atas.

Ada anggapan bahwa perempuan yang bekerja dan memiliki penghasilan sendiri menyebabkan mereka tidak lagi bergantung pada pasangannya (jika mereka sudah menikah). Ada juga anggapan lain, bahwa karena antara suami istri masing-masing memiliki penghasilan sendiri, pengelolaan uang tidak lagi dilakukan oleh perempuan atau istri, melainkan oleh masing-masing.

Apakah meningkatnya peran perempuan pada dunia kerja di luar rumah menjadikan mereka sangat setara, sehingga peran sebagai pengelola keuangan keluarga tidak lagi ada di tangannya? Pertanyaan ini tentu tidak ditujukan pada perempuan lajang pekerja yang pasti mengelola keuangannya sendiri. Bagi yang sudah menikah ternyata sebagian masih mengatur keuangan sendiri-sendiri, dan sebagian lagi mengambil peran sebagai menteri keuangan keluarga. Bahkan di kalangan perempuan pekerja yang menikah ada satu ungkapan ‘uangmu uangku, uangku ya uangku sendiri’. Ungkapan ini tidak bermaksud mengatakan perempuan itu materialistis, tetapi seakan mempertegas posisi perempuan bahwa otoritas keuangan keluarga itu ada di tangan perempuan.

Hasil riset yang dilakukan terhadap 1.300 perempuan dari rentang kelas sosial ekonomi A hingga D menunjukan bahwa mayoritas (84,2 persen) perempuan mengelola penghasilan suami atau pasangan. Alasan yang dikemukakan antara lain adalah untuk mengatur pengeluaran keluarga, dan karena keuangan keluarga memang seharusnya dikelola oleh perempuan. Ini membuktikan, di kalangan perempuan keyakinan bahwa keuangan keluarga memang seharusnya dipegang oleh perempuan masih kuat.

Peran domestik perempuan sebagai pengelola keuangan keluarga tampaknya belum mengalami banyak pergeseran. Perubahan hanya terjadi pada penambahan fungsi saja, yaitu dari ‘pemegang’ keuangan menjadi ‘pengelola’ keuangan. Fungsi kontrol perempuan terhadap keluarga juga tampak melalui alasan respondenperempuan ini, bahwa dengan memegang penghasilan pasangan maka mereka akan punya sedikit kendali terhadap pasangannya. Dengan demikian harapan mereka ini bisa meminimalkan kondisi-kondisi yang dapat membuat hubungan antar suami-istri tidak nyaman.

Persoalan kendali ini tidak hanya monopoli perempuan pekerja. Pada perempuan yang menyandang status ibu rumah tangga, kendali terhadap keuangan keluarga ternyata juga merefleksikan kendali mereka terhadap pasangan. “Pengeluaran suami lebih terkontrol dan diketahui kemana perginya ‘uang jajan’ mereka,” demikian ungkap seorang responden ibu rumah tangga.

Tampaknya persoalan kendali keuangan rumah tangga ini tidak banyak mengalami perubahan pada sebagian besar perempuan di Indonesia. Meski demikian ada juga perempuan yang tidak mengelola keuangan pasangan karena anggapan bahwa ini harus diatur bersama. Bahkan ada responden yang mengaku tidak bisa mengatur keuangan sehingga malah memilih untuk tidak menggunakan “hak istimewa perempuan” ini.

Mayoritas sebagai penguasa keuangan keluarga dan keuangan pasangan, apakah lalu perempuan menjadi target utama untuk dibujuk melakukan pembelian dengan kuantitas yang lebih banyak? Hasil riset menunjukkan ternyata tidak semudah itu membuat perempuan berbelanja. Mayoritas responden mengatakan, faktor kebutuhan dan harga di samping kualitas adalah pertimbangan utama mereka dalam membelanjakan isi dompetnya.

Karena itu, para pemilik merek yang jeli terhadap selera dan kebutuhan perempuan di satu sisi dan daya beli di sisi lain, tidak hanya merayu lewat kemasan dan janji yang membujuk, tetapi memberikan bukti bahwa kualitas yang diberikan memang betul-betul bisa dipercaya oleh para perempuan.

Perempuan, terutama jika sudah menikah, membeli tidak lagi untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk anggota keluarganya. Karena itu kuantitas pembeliannya akan meningkat. Persetujuan pasangan bisa saja menjadi panduan bagi perempuan untuk membeli. Namun biasanya jika sudah berada di tangan perempuan keputusan tidak dapat diganggu-gugat. Maka dari itu, jangan pernah abaikan peran perempuan sebagai menteri ekonomi keluarga. Karena “surga di telapak kaki ibu, gaji ayah di dompet ibu juga“.


Oleh Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc)
Bersama Putu Ikawaisa Mahatrisni (Senior Research Executive, MarkPlus Insight)

Baca selengkapnya...