Minggu, 11 Maret 2012

MENYONGSONG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) memang masih lama. Untuk itu, perlu dipersiapkan segala sesuatunya dengan baik agar Indonesia mampu bersaing ketika (Masyarakat Ekonmi Asean) MEA dilaksanakan kelak.

Jangan sampai terulang peristiwa dulu, ketika kesepakatan CAFTA (China- ASEAN Free Trade Arrangement) dijalankan mulai awal tahun 2010, ternyata pemerintah dan dunia usaha terkesan tidak siap. Ribut-ribut soal pelaksanaan CAFTA yang disuarakan oleh kalangan pelaku usaha secara jelas mengindikasikan bahwa sebenarnya Indonesia belum siap menghadapinya. Terbukti, dengan banjirnya barang-barang buatan Cina, pemerintah dan dunia usaha kelabakan menghadapinya.

Oleh karena itu, dalam menghadapi MEA nanti, sebaiknya rincian persiapan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Kita percaya dengan pernyataan pemerintah yang optimistis MEA yang berlaku 2015 akan semakin meningkatkan daya saing produk Indonesia ke negara-negara maju.

Negara-negara maju akan memberikan tarif promosi kepada produk yang menggunakan label buatan ASEAN. Untuk itu, ke depan dalam kerangka MEA akan ada produk made in ASEAN, karena Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah melegalkan produk kawasan ini, seperti halnya label made in Euro. Dengan label made in ASEAN, negara-negara maju akan memberikan tarif nol persen.

Di sini Jepang sudah setuju memberikan tarif nol persen. Pemerintah Indonesia sedang melobi Amerika Serikat yang juga sudah menyetujui memberikan tarif promosi pada produk made in ASEAN.

Dengan program tersebut, produk-produk Indonesia akan masuk dengan tarif nol persen ke negara-negara maju sehingga akan lebih kompetitif. Dalam 2-3 tahun mendatang, pemerintah akan berupaya menarik investasi langsung sebanyak mungkin agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar dalam MEA. Nantinya dimana pun pabrik beroperasi, asal masuk ke ASEAN tidak akan terkena bea masuk. Jadi dua tahun ini harus dioptimalkan agar investasi banyak yang masuk dan banyak tenaga kerja yang diserap.

Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk menarik investasi langsung adalah dengan memperbaiki berbagai permasalahan iklim usaha. Pemerintah sudah menyelesaikan Undang-Undang Pengadaan Tanah, membuat program koridor ekonomi untuk pemerataan pembangunan industri. Pemerintah juga menyiapkan berbagai insentif agar semakin banyak investor yang berminat.

Meskipun demikian, yang harus diwaspadai dalam persiapan MEA adalah ketidakseimbangan perekonomian antardaerah terkait dengan masalah logistik dan konektivitas. Salah satu upaya meningkatkan efisiensi adalah dengan memperbaiki infrastruktur dasar untuk memecahkan masalah logistik dan konektivitas tadi.

Program Master Plan Percepatan dan perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan program yang tepat dan jitu untuk menjawab kebutuhan infrastruktur dasar tadi. Dengan enam koridor ekonomi di mana setiap koridor memiliki industri-industri unggulan berdasarkan potensi daerahnya, maka percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi bisa dijalankan dengan efisien dan efektif.

Sebagai ilustrasi, jika saat ini harga semen di Provinsi Papua melonjak menjadi 20 kali lipat harga semen di Jawa, maka kelak harga semen di Papua akan nyaris tetap sama dengan harga semen di Jawa karena dukungan infrastruktur sudah jauh lebih baik. Kelak masyarakat Indonesia juga lebih suka membeli jeruk Pontianak ketimbang jeruk Mandari dari China karena harga jeruk Pontianak akan lebih murah ketimbang jeruk Mandarin.

Selain menyeimbangkan kegiatan perekonomian antardaerah, pemerintah juga harus berupaya menyeimbangkan perekonomian nasional antara peran usaha kecil, menengah, dan usaha besar. Salah satu kata kuncinya adalah mengusahakan dalam beberapa tahun ke depan penciptaan sejumlah wirausaha muda yang tangguh terutama yang sejalan dengan koridor ekonomi yang dibangun, sehingga kesenjangan ekonomi antardaerah akan menurun.

Selain itu, Indonesia juga harus mewaspadai sektor jasa seperti logistik dan e-travel yang kini dikuasai Singapura. Maklum, MEA akan menyatukan 12 sektor, yaitu otomotif, industri berbasis kayu, industri berbasis karet, perikanan, e-travel, e-ASEAN (untuk produk tertentu), furnitur, logistik, makanan dan minuman, alas kaki, tekstil dan produk teksil, serta kesehatan.

Indonesia sudah selangkah bergerak maju dengan dimilikinya blue print sistem logistik yang jika dijalankan akan mampu bersaing dengan negara ASEAN. Pemerintah juga harus memperbaiki perdagangan elektronik (electronic commerce) agar defisit neraca jasa tidak semakin dalam.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor non-minyak dan gas (migas) Indonesia ke ASEAN pada tahun 2010 sebesar USD26,99 miliar, meningkat 19,87% menjadi USD32,22 miliar pada tahun 2011. Sementara impor naik 24,12% dari USD23,85 miliar pada tahun 2010 menjadi USD29,72 miliar di tahun 2011.

Dari data tersebut, pemerintah harus segera menerbitkan sistem logistik nasional. Prinsipnya, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di ASEAN harus memiliki sistem logistik yang kuat, efektif, efisien, dan aman. Hal ini merupakan syarat mutlak agar dapat memenuhi kebutuhan distribusi pasar domestik dan berdaya saing di tingkat regional dan internasional. Apalagi, Indonesia akan menghadapi MEA 2015.
Sistem logistik nasional diperkirakan menjadi acuan membenahi sistem logistik Indonesia, mengintegrasikan program MP3EI, konektivitas, dan menurunkan biaya logistik dari 17% menjadi 10%, sehingga daya saing akan lebih baik.

Harus disadari bahwa negara ASEAN lainnya juga melakukan perbaikan sistem logistik nasional dalam rangka persiapan berlakunya MEA 2015. Filipina, misalnya, menggunakan waktu tiga tahun untuk membenahi logistiknya dari peringkat ke-7 menjadi peringkat ke-4 di ASEAN, sementara Indonesia masih berada di posisi ke-6.

Harus juga dicermati bahwa integritas ekonomi ASEAN saat ini masih bergulat di kawasan, karena sampai saat ini pengaruh internasional masih sangat dominan. Tidak ada salahnya jika negara-negara ASEAN membuat semacam “Roadmap ASEAN Connectivity” meniru Konektivitas Eropa, kendati harus membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Kegagalan Uni Eropa dalam mengelola perekonomian sehingga terpuruk dalam kubangan krisis utang tentu harus dijadikan pelajaran berharga bagi para pemimpin ASEAN sehingga kesepakatan MEA 2015 akan memberikan manfaat yang besar bagi semua negara anggota.


Business News