Sabtu, 18 Agustus 2012

“Impression Sanji Liu” 600 Penari di Sungai Li

Inilah gelaran berjadwal yang telah di persiapkan selama lima tahun sebelum pertunjukan perdananya. Inspirasi dari alam.

Anda mungkin sudah biasa menonton konser-konser indoor maupun outdoor atau pertunjukan kolosal semacam pembukaan even akbar dunia seperti pembukaan Piala Dunia, Olimpiade atau pertunjukan musical. Pertanyaannya, mau coba yang berbeda? Datanglah ke Yangshuo, Guilin, Provinsi Guangxi, China.

Adalah pertunjukan “Impression Sanji Liu” yang menggunakan sungai Li sebagai panggungnya dengan 12 gunung karst sebagai backdrop. Ini adalah landscape theatre terbesar di dunia. Bukit-bukit, cahaya bulan yang memberikan refleksi di sungai, hembusan angin dan gemercik air sungai mencuatkan warna lain pada pertunjukan ini. Setiap hari cuaca yang berbeda atau musim yang berganti memberikan suasanan yang berbeda pula setiap kali Anda menontonnya. Para penonton sendiri duduk dikelilingi pepohonan dan tebing-tebing karst. Ini adalah auditorium alam yang memadu suara, angin dan suasana malam menjadi kesatuan dalam satu pertunjukan. 

Sungai Li sendiri menjadi popular setelah menjadi lokasi produksi film Liu Sanji pada tahun 1961. Sanji Liu adalah seorang perempuan petani dari legenda etnik Zhuang yang terkenal akan kecantikannya dan bersuara sangat merdu. Dia menentang penindasan oleh tuan tanah dengan menyanyi, kemudian karena alasan keamanan dirinya maka ia melarikan diri hingga ke daerah sekitar Sungai Li. 

Petunjukan “Impression Sanji Liu” bukan cerita kehidupan pribadi Sanji Liu, melainkan drama musical tentang kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar Sungai Li. Pertunjukan selama 60 menit ini melibatkan 600 penari yang semuanya berasal dari daerah setempat, kebanyakan berlatar belakang etnik Zhuang dan Yao. 

Pertunjukan ini terbagi menjadi tujuh bagian, dibuka dengan lagu dan sosok Sanji terlihat samar-samar, kemudian perlahan dua belas bukit muncul dan kapal-kapal nelayan mendekat dari arah bukit. Inilah “Legenda Bukit dan Sungai” yang jadi pendahuluan. Selanjutnya, Red Impression : Lagu rakyat, puluhan nelayan dengan rakit bambu mendayung sambil mengangkut sutra merah. Bagian kedua : Green Impression. Taman, lampu berwarna hijau menyinari pepohonan dan sungai. Warna hijau melambangkan alam serta vitalitas. Pada bagian ini terlihat pengembala dengan ternaknya dan para wanita mencuci di sungai. Intinya menceritakan kehidupan masyarakat yang bahagia dan sejahtera. 

Selanjutnya, bagian ketiga, yakni Gold Impression : Lampu Nelayan, tampak ratusan rakit kecil dengan lampu pancing tersebar di ata sungai, rakit bergoyang perlahan bak tarian emas di atas air. Lalu ada jubah bertopi jerami melambangkan kesederhanaan orang sekitar sungai Li. 

Bagian keempat adalah Blue Imperession : Lagu Cinta, di bawah langit biru dan air yang berwarna biru pekat, di sini pemeran Sanji menyanyikan lagu-lagu cinta, kemudian bulan sabit bergerak perlahan dengan peri yang menari menawan, termasuk sekelompok gadis cantik berbaju merah dan putih mandi di sekitar perahu. Dan bagian terakhir adalah Silvery Impression : Perayaan, di mana lebih dari 200 gadis Zhuang berbaris melintas jembatan Sungai Li dengan baju perak berkilauan memberikan refleksi misty ke atas air. 

Pada epilog, Rakit dan Nelayan perlahan menjauh dari penonton sementara lagu-lagu indah Sanji masih terdengar di antara bukit-bukit dan para penari menghampiri penonton untuk berterimakasih. Inspirasi dari pertunjukan ini adalah alam. “Kami hanya mengerjakan setengahnya. Setengahnya lagi sudah disiapkan oleh alam” jelas Zang Jimau, sang sutradara, yang juga menjadi sutradara acara pembukaan Olimpiade Beijing 2008. Gelaran Sanji Liu sendiri telah dipersiapkan selama lima tahun, dan pertunjukan perdananya pada Maret 2004. 

Jika berada di Yangshuo, pertunjukan ini sayang Anda lewatkan. Buatlah reservasi karena biasanya 2.500 kursi habis terjual. Kalau Anda mau memotret sebaiknya duduk di bagian atas supaya seleruh stage yang panjangnya dua kilometer bisa terlihat. 


Makhfudz Sappe

Baca selengkapnya...

Jumat, 03 Agustus 2012

Pulang Penuh Senyuman

Meminjam sebuah cerita fantasi, suatu hari seorang pria kaya yang memiliki tiga istri mau meninggal. Yang pertama dipanggil tentu saja yang ketiga karena paling muda, paling menarik, sekaligus paling banyak memperoleh perhatian. Tatkala istri ke tiga ini diberitahu bahwa suaminya akan meninggal, ia langsung lari, membanting pintu, sambil berteriak kasar: “mati saja sendiri!”. Melihat respon istri ketiga yang sangat mengecewakan, pria kaya ini kemudian memanggil istri kedua sambil menangis. Saat diberitahu bahwa ajal telah dekat, wanita setengah baya ini berucap lembut: “Kanda, saya hanya bisa menemanimu sampai di kuburan, setelah itu kanda mesti jalan sendiri”. Maka semakin menangislah pria kaya yang menyesali hidupnya ini. Dan karena tidak punya pilihan lain, terpaksa ia memanggil istri pertama yang lama ia lupakan serta diperlakukan secara tidak pantas. Dengan tangisan yang semakin dalam, lagi-lagi pria kaya ini mengungkapkan kematian yang sudah dekat. Di luar dugaan, istri pertama memegang tangan suaminya penuh kemesraan, tersenyum, mencium pipi sambil berbisik: “Jangan khawatir kanda, saya akan menemanimu kemana pun dan sampai kapan pun”. Bila boleh jujur, cerita pria kaya ini adalah cerita kita semua ketika menghadapi kematian. Istri ketiga adalah simbolik kekuasan dan kekayaan materi. Begitu menarik dan seksinya kekuasaan dan kekayaan, banyak orang bahkan melanggar agamanya agar bisa mendapatkan kekayaan. Tidak sedikit manusia bahkan mengejar kekayaan dan kekuasaan sampai ke alam mimpi. Titipan pesannya kemudian, jangankan setelah mati, ketika tubuh ini masih segar bugar kalau kekayaan dan kekuasaan harus berlalu, ia pasti berlalu. Sebagian orang kaya dan berkuasa bahkan didoakan cepat sakit dan mati oleh sejumlah manusia ambisius. Istri kedua tidak lain dan tidak bukan adalah tubuh fisik ini. Ia juga sangat dimanjakan oleh manusia kekinian. Makan yang enak, rekreasi yang mewah, tontotan menarik, kosmetik sampai dengan operasi plastik. Semuanya menelan dana dan tenaga hidup yang tidak sedikit. Namun sebagaimana sudah dicatat sejarah, tubuh ini hanya bisa menghantar sampai di kuburan. Dan istri pertama yang lama dilupakan, disepelekan dan ditinggalkan adalah pelayanan kita pada kehidupan. Mencintai istri, melayani suami, memfasilitasi anak-anak bertumbuh, menghormati atasan, menyayangi bawahan, menolong siapa saja dan apa saja yang membutuhkan, melaksanakan kerja sebaik-baiknya, itulah sebagian tugas-tugas pelayanan yang kerap dilupakan orang. Di dunia spiritual disebut spiritualitas dalam tindakan. Dan sebagaimana dipesankan agama-agama, ketika pulang ke rumah kematian kualitas pelayanan inilah yang menemani kita kemana saja manusia pergi. Ia serupa dengan bayangan tubuh, ke mana pun tubuh pergi ia senantiasa mengikuti. Di Amerika sana pernah terjadi seorang pria mengalami pencerahan. Esok harinya ia langsung melamar menjadi supir taksi. Tatkala ditanya kenapa, ia menjawab lembut: “Di jalan raya ada banyak sahabat stres, depresi yang memerlukan pertolongan”. Di Jepang, seorang kepala Biara zen mengalami pencerahan. Di hari berikutnya ia melepaskan baju sucinya. Saat ditanya, ia berbisik pelan: “Pelayanan saya tidak akan penuh dengan mengenakan baju suci. Tidak mungkin saya menyapu, mencuci piring, merapikan sandal orang bila mengenakan baju orang suci”. Dengan kata lain, tugas mahluk tercerahkan hanya satu yakni pelayanan. Dan sejujurnya, di setiap kesempatan kehidupan ada peluang pelayanan. Terutama jika kita mau membukakan tangan untuk membantu. Ia yang sudah melihat bahwa setiap gerak kehidupan adalah peluang pelayanan, sesungguhnya sudah terbimbing pulang. Setelah pulang tidak ada tugas lain terkecuali melaksanakan pelayanan. Karena pelayanan tidak saja menjadi energi hidup mahluk tercerahkan, tetapi karena pelayanan adalah hukum di balik kesempurnaan kehidupan. Awan, langit, air, api, udara, pepohonan, binatang, manusia, mineral semuanya ada untuk tugas-tugas pelayanan. Kapan saja manusia menyatu dengan pelayanan, ia sudah pulang penuh senyuman. Bahan Renungan: 1. Home alias rumah sejati, itulah kerinduan banyak sekali orang. Di rumah seperti ini, semua tanpa kecuali menjadi bahan-bahan kedamaian 2. Banyak yang mengira, tidak mungkin menemukan rumah di mana semua kejadian menjadi bahan-bahan kedamaian 3. Tapi bagi yang sudah pulang tahu, pelayanan itulah langkah terpenting untuk pulang ke rumah kedamaian Gede Prama

Baca selengkapnya...