Minggu, 30 Mei 2010

Rahasia Ketangguhan Pemimpin

Baru-baru ini ada seorang Menteri yang dikenal berintegritas mundur dari Kabinet Indonesia Bersatu. Banyak yang mengaguminya sebagai pemimpin langka di negeri ini. Sebagian lain menyayangkan keputusan itu, meski sebagian lain memafhuminya, namun ada pula yang mencibirnya.

Tak apa. Keputusan seseorang tidak mungkin memuaskan semua pihak. Tugas utama pemimpin adalah mengambil keputusan yang disertai keyakinannya, selain ia juga mampu berkomunikasi dan membangun tim efektif. Sejarah yang akan menguji keputusan sang Menteri itu kelak.

Setelah mundur, sang Menteri mencurahkan isi hatinya pada sebuah forum seminar yang diliput media luas. Menurut media, alasan utama pengunduran dirinya lantaran ia merasa tidak diterima lagi oleh sistem dan lingkungan politik negeri ini.

Pendek kata, boleh jadi menurutnya sistem dan lingkungan politik negeri ini "buruk" atau ia merasa bila situasi di negeri ini bukan lagi "pertarungannya", melainkan tanggungjawab pemimpin yang lebih tinggi lagi, wallahu'alam.

Seandainya ada kesempatan menyampaikan saran, alangkah bijaknya bila beliau dapat menahan diri agar "suhu" politik mendingin, sebab hal yang baik bila disampaikan pada waktu yang tidak tepat, dapat menjadi bahan perdebatan yang belum tentu produktif.

Sungguhpun demikian, alangkah bijaknya pula bila kita dapat mengormati keputusan dan pandangannya itu. Rekam jejaknya yang berani mengambil keputusan dengan asumsi yang dipahaminya adalah kisah tentang contoh pengambilan keputusan pemimpin sejati pada situasi lingkungan finansial global yang tak dapat diduga.

Keputusannya untuk menyelamatkan sebuah bank kecil yang ditujukan untuk menghindari dampak buruk yang lebih besar, sehingga belakangan ekonomi negeri ini kini membaik memang menjadi bahan perdebatan apakah berdampak sistemik atau tidak.

Perdebatan itu entah sampai kapan akan berakhir. Para politisi dan ekonom pun berbeda pendapat, meskipun Perbanas dan para bankir membenarkan keputusan sang Menteri.

Saya tak bermaksud mengulas lebih jauh keputusan sang Menteri itu. Kisah ini mengingatkan saya pada kisah-kisah para pemimpin tangguh, yang mampu membuat perbedaan, tanpa bermaksud membuat perbandingan dengan sang Menteri. Rakyat lah yang akan menilai. Sebab mereka punya hati dan pikirannya sendiri.

Seorang teman berujar, ada kebebasan memilih untuk bersikap dan bertindak, ada pilihan atau keputusan sulit yang harus diambil, dan tentu saja ada risiko yang harus ditanggung setelahnya. Setiap orang bebas meletakkan dirinya dalam sejarah.

Para pakar kepemimpinan mengajak kita untuk tetap memiliki imaginasi yang baik meski boleh jadi kita hidup pada lingkungan buruk.

Imaginasi baik yang disertai ikhtiar dan disiplin untuk melakukan yang terbaik, disertai pada kayakinan pada pertolongan Sang Maha Kuasa adalah kunci sukses yang sering kita dengar tentang kisah para pemimpin besar.

Seseorang yang melakukan sesuatu yang disertai imaginasi kebaikan akan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang menempatkan sistem atau lingkungan sekitar sebagai bagian dari pendukung misi hidupnya, "seburuk" apapun lingkungan itu.

Lingkungan yang "buruk" itu sejatinya adalah medan latihan penempaan lahirnya pemimpin yang lebih tangguh.

Kisah-kisah keberhasilan pemimpin tangguh sering melintasi sekat ruang dan waktu, bahkan agama dan keyakinan sekalipun. Sebagai contoh, kepemimpinan Muhammad Yunus menjadi inspirasi dimana-mana. Budi pekerti Bunda Teresa juga telah menjadi pelajaran tentang kekuatan niat baik dan dahsyatnya pelayanan. Demikian pula, Mahatma Gandhi dikagumi dimana-mana.

Konsep Ketuhanan yang berbeda dalam berbagai agama yang diyakini para penganutnya hendaknya tidak membatasi kita untuk berbagi pelajaran tentang rahasia keberhasilan kepemimpinan yang tangguh, bukan?

Sebagai seorang Muslim, tentu saya meyakini bila Sang Maha Kuasa senantiasa memberikan hamba-Nya untuk berkesempatan memilih dan mengubah keadaan yang dihadapinya. Dia Maha Tahu akan kemampuan makhluk paling sempurna ciptaan-Nya untuk dapat melakukan pilihan-pilihan terpuji di hadapan-Nya.

Ibarat sebuah pagelaran musik berkelas dunia, kreasi dan stamina manusia terpuji itu semakin kuat dalam dalam mengatur irama atau lagu yang diinginkannya.

Ia adalah manusia merdeka, lantaran sikap dan tindakannya tidak disandera oleh kondisi lingkungan sekitarnya.

Bagaikan seorang maestro, ia mampu mengkonfigurasikan kombinasi semua alat musik dan pemain-pemain yang tersedia menjadi persembahan yang tetap indah di hadapan siapapun yang mendengarkannya.

Tentunya, ia pun punya pilihan lain untuk menyerah atau berhenti memimpin pagelaran itu, lantaran sebagian alat musik dan kualifikasi pemain-pemainnya tidak seperti yang ia harapkan.

Namun, ia tidak melakukan hal itu, sebab ia yakin, situasi yang dihadapinya telah disediakan oleh sang pemilik hajat pagelaran musik, yang tahu kemampuan sang maestro itu.

Sahabatku yang baik, ilustrasi pagelaran musik itu adalah tentang kehidupan kita. Kehidupan yang kita hadapi adalah rangkaian situasi yang hadir di hadapan kita, meski boleh jadi kita sering tidak mengharapkannya.

Meski kita tidak punya kebebasan sepenuhnya memilih situasi yang dihadapi, bukankah kita punya kebebasan untuk merespon atau bersikap atas situasi yang kita hadapi itu, bukan?.

Sang Maha Kuasa lebih tahu kemampuan manusia ciptaan-Nya, bila memilih tindakan sebagai manusia terpuji.

Saat kita berdoa dengan sepenuh hati agar dijauhkan dari semua masalah, seringkali justru masalah datang, yang membuat kita makin tangguh lantaran kita mampu mengatasinya, bukan?

Kekuatan Keyakinan

Kekuatan keyakinan adalah harta tak ternilai yang kita miliki.

Mengapa bila kita yakin bisa melakukan sesuatu, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, biasanya kemudahan dan berbagai "kebetulan" terjadi? Demikian sebaliknya, bukan?.

Secara sains, ahli fisika, Prof. Yohannes Surya, membuktikan hal itu. Berbagai keberhasilan para siswa-siswi Indonesia meraih juara Olimpiade Sains dan Matematika beberapa tahun ini dapat dijelaskan dari perspektif ilmu fisika.

Ketika impian membawa nama baik negeri, kesungguh-sungguhan, disiplin, pikiran positif dan totalitas bertemu, maka secara fisika, semua lingkungan serentak memberikan "kemudahan" dan menjadi energi besar yang mendukung keberhasilan proyek kemanusiaan itu. Ia menyebutnya sebagai gerakan Semesta Mendukung atau "Mestakung".

Dalam sebuah perbincangan dengan Prof. Yohannes Surya pada awal tahun 2008, saya memperoleh gambaran menarik bahwa persiapan, pengiriman dan pelaksanaan beberapa tim Olimpiade yang dipimpinnnya tidak difasilitasi oleh ketersediaan sumberdaya dan logistik yang melimpah.

Malah menurutnya, kesiapan sumberdaya dan logistik sering terpenuhi secara minimal pada saat-saat terakhir menjelang keberangkatan.

Prof. Yohannes Surya dan rekan-rekan selain menggalang dukungan Pemerintah, juga para sponsor dan dukungan perorangan yang peduli tentang kualitas dan prestasi anak bangsanya.

Menurutnya, memang tidak mudah melakukan ikhtiar itu, namun ia punya keyakinan kuat bila gerakan kebaikan ini akan sampai pada tujuannya. Selain terus memompa semangat diri dan timnya, ia juga terus mempompa semangat para siswa-siswinya.

Mereka semua memiliki kepribadian kuat sembari terus membangun jejaring dukungan.

Kisah keberhasilan Tim Olimpiade ini membuktikan bahwa manusia sejatinya memiliki kekuatan yang luar biasa bila ia memiliki kepribadian yang kuat yang dibangun atas imaginasinya tentang kebaikan pada masa depan, disiplin, ketekunan, prasangka positif dan senantiasa terbuka untuk terus mengasah kemampuan setiap hari.

Dengan kekuatan kepribadian itu, maka lingkungan buruk apapun, sekali lagi, adalah medan latihan dan penempaan diri.

Kisah luar biasa ini sesungguhnya adalah pengulangan atas berbagai sejarah masa lalu.

Ketangguhan Pemimpin Masa Lalu
Pada masa lalu banyak tokoh perubahan mampu mengubah keadaan buruk untuk menjadi karya yang menyejarah.

Sejarah keberhasilan negeri ini menjadi pelaku utama perlawanan negara-negara terjajah terhadap kolonialisme (1945-1955) juga membuktikan hal itu. Kita sering melupakannya.

Setelah Konperensi Asia-Afrika yang digagas Indonesia pada tahun 1955 di Bandung, makin banyak negara-negara terjajah memerdekakan diri. Konperensi itu telah menjadi inspirasi besar bagai bangsa-bangsa lain.

Seokarno, Hatta, Sjahrir, Natsir, Agus Salim dan para pendiri Republik lainnya adalah para manusia biasa yang memiliki kekuatan keyakinan dan tindakan-tindakan yang luar biasa.

Kekuatan kepribadian juga telah membuktikan dahsyatnya perlawanan Pangeran Diponegoro, Tjut Nyak Dhien, Teuku Umar, Pattimura, Kyai Maja, Sultan Hasanudin, Maulana Yusuf dan para Pahlawan Nasional kita lainnya terhadap penjajah Belanda pada masa lalu, melalui kemampuannya menggalang dukungan Rakyat yang dipimpinnya.

Maukah kita belajar dari para pemimpin besar itu? Jangan lupakan sejarah, atau "jas merah" kata Seokarno pada tahun 1967.

Kisah paling fenomenal bagi saya adalah ketangguhan kepribadian seorang pribadi mempesona, Nabi Muhammad SAW. Kekuatan kepribadiannya mampu membekalinya untuk mengatasi berbagai situasi buruk yang dihadapinya pada empat belas abad silam.

Kekuatan kepribadian itu bahkan dipupuk sejak sebelum Beliau diangkat jadi Rasul pada usia 40 tahun.

Sejak muda, rekam jekaknya adalah manusia terpercaya, Al Amien. Siapapun yang berbisnis dengannya merasa mendapat pelayanan terbaik.

Keunikan sekaligus kelebihannya dalam berbisnis ialah ia senantisa menguraikan lengkap kelebihan dan kekurangan produk yang dibawanya, disertai kesantunannya dalam berbisnis.

Semua perilaku itu telah teruji telah menjadikannya sebagai manusia yang dikagumi (the most admired business person) oleh siapa saja pada masa itu.

Demikian mempesonanya, para investor yang berasal dari kaum Nasrani dan Yahudi justru memintanya untuk mengelola bisnis mereka.

Muhammad SAW sejak muda terus memupuk karakternya sebagai pribadi yang jujur (shidiq), amanah (mampu menjaga kepercayaan), fathonah (memiliki kompetensi unggul) dan tabligh (kuat bersilaturahmi).

Dengan bekal kepribadian yang kuat itu, Nabi Muhammad SAW mampu menghadapi berbagai lingkungan buruk yang dihadapainya.

Kisah perlakukan buruk warga Taif dan Suku Quraisy adalah latihan yang menempa pribadi Muhammad SAW yang justru semakin kuat dan pejal.

Sahabatku yang baik, sekali lagi, tulisan ini tidak untuk membandingkan kisah-kisah besar masa silam dengan saat ini. Namun, tak ada salahnya bukan kita belajar terus dari sejarah dan kisah masa silam ini agar dapat menjadi sumber kearifan bagi kita untuk menjadi para pemimpin tangguh, lantaran sejarah terus berulang?

Saya selalu ingat kata-kata bijak "nahkoda hebat selalu terlatih dari kemampuannya mengatasi berbagai badai yang ganas".

Komitmen untuk menegakkan kejujuran, keadilan, ketekunan, keberanian, membangun kompetensi, melakukan pelayanan terbaik, menjaga kepercayaan teman atau mitra, serta menjaga silaturahmi adalah nilai-nilai yang sejatinya dapat memperkuat kekuatan kepribadian kita sebagai manusia merdeka, bukan?

Sebab dengan bekal semua kekuatan itu, semua badai yang datang justru menjadi kesempatan untuk menempa kualitas kepemimpinan diri kita agar terus naik kelas, bukan? Wallahu'lam.

Ahmad Mukhlis Yusuf

Baca selengkapnya...

Sabtu, 29 Mei 2010

Mencoba Berpisah dari Sri Mulyani

Malam itu kita mencoba berpisah dari Sri Mulyani.

Saya katakan "mencoba". Sebab sering kali, dan terutama malam ini, kita menyadari: orang bisa hanya sebentar mengucapkan "halo", tapi tak pernah bisa cuma sebentar mengucapkan "selamat berpisah".

Mungkin karena kita tak tahu apa sebenarnya arti "berpisah".

Terutama dalam hal Sri Mulyani. Kita mengerti, ia akan pergi ke Washington, DC, untuk sebuah jabatan baru di Bank Dunia; tapi itu tak berarti ia akan berpisah dari kita di Tanah Air. Tentu saja ia akan sibuk di sana, sebagaimana kita akan sibuk di sini. Tapi kita bisa yakin ia akan tak putus-putusnya memikirkan kita-bukan "kita" sebagai teman-temannya, melainkan "kita" sebagai bagian dari "Indonesia". Dan begitu pula sebaliknya: kita tak akan bisa melupakan dia.

Lagi pula, "berpisah" mengandung kesedihan, sementara peristiwa ini tak seluruhnya sebuah kesedihan. Saya melihat Sri Mulyani menerima jabatannya yang baru ini dengan gembira. Mungkin lega. Satu hal yang bisa dimaklumi.

Sebab, sejak Oktober 2009, ia sudah jadi sasaran tembak. Berbulan-bulan ia jadi target dari premanisme politik. Yang saya maksud dengan "premanisme" di sini tak jauh berbeda dengan ke-brutal-an yang kita saksikan di jalan-jalan-sebuah metode yang dipakai oleh sebuah kekuatan untuk menguasai satu posisi.

Metode premanisme itu adalah metode tiga jurus, dalam tiga fase.

Mula-mula gangguan terus-menerus, yang makin lama makin meningkat. Mula-mula ancaman yang membayang dari gangguan itu. Fase berikutnya adalah sebuah tawaran untuk "berdamai" kepada pihak yang diganggu. Dan akhirnya, pada fase yang ketiga, tatkala pihak yang diganggu tak tahan lagi, akan ada imbalan yang dibayarkan agar gangguan itu berhenti. Juga akan ada janji bahwa pihak yang diganggu akan selanjutnya diproteksi.

Sudah tentu, antara sang pengganggu dan sang protektor (yang kadang-kadang bersikap manis dan santun) ada kerja sama. Bahkan bukan mustahil sang protektor itulah yang menggerakkan para pengganggu. Makin sengit gangguannya, makin besar yang dipertaruhkan-dan akan makin besar pula imbalan yang diminta dan didapat.

Bila premanisme di jalanan akan menghasilkan imbalan uang atau protection money, imbalan dalam premanisme politik adalah naiknya posisi kekuasaan.

Demikianlah yang terjadi dengan kasus Bank Century. Imbalan yang harus diserahkan adalah mundurnya Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan. Segala cara dipakai, segala daya dibayar. Politikus Senayan tak henti-hentinya membentak dan menggedor-gedor. Melalui media yang dikuasai dengan baik, kampanye anti-Sri Mulyani (dan Boediono) digencarkan. Demonstrasi-demonstrasi yang berisik dan agresif muncul. Sri Mulyani diboikot di sidang DPR, meskipun ia oleh pimpinan DPR diundang dengan resmi sebagai Menteri Keuangan. Boediono dikesankan akan dimakzulkan dari posisinya sebagai wakil presiden.

Akhirnya semua kita tahu: Sri Mulyani dipaksa berubah dari sebuah asset menjadi sebuah liability bagi pemerintahan SBY. Ia tidak bisa bertahan lagi. Ia tidak dipertahankan lagi oleh Presiden, yang barangkali merasa bahwa pemerintahannya akan habis energi karena direcoki terus-menerus.

Akhirnya semua kita tahu, hanya beberapa jam setelah Sri Mulyani dinyatakan turun dari jabatannya, konstelasi politik berubah. Akhirnya semua kita tahu, apa dan siapa yang mendapatkan kekuasaan yang lebih besar setelah itu. Dan akhirnya kita menyaksikan, perecokan dan keberisikan yang berlangsung berbulan-bulan itu dengan segera berhenti. Medan politik sepi kembali. Stabilitas tampak terjamin. Presiden lega.

Saya kira, Sri Mulyani juga lega: kini ia terbebas dari posisi sebagai bulan-bulanan kampanye buruk. Tapi tak kalah penting, ia meninggalkan jabatannya tanpa cacat. Bahkan seperti diucapkannya dalam kuliah umumnya tadi malam, ia merasa menang, dan ia berhasil. Ia merasa menang dan berhasil karena ia tetap "tak bisa didikte" hingga meninggalkan prinsip hidupnya, hati nuraninya, dan kehormatan dirinya.

Dalam hal itu, perpisahan malam ini merupakan pelepasan yang rela dan senang hati untuk seseorang yang kita sayangi dan kagumi.

Tapi saya akan berbohong jika mengatakan perpisahan ini bebas dari rasa risau.

Kita risau bukan karena Sri Mulyani turun; kita risau karena merasakan bahwa sebuah harapan telah jadi oleng, terguncang-harapan untuk mempunyai Indonesia yang lebih bersih. Kita risau karena kita jadi ragu, masih mungkinkah tumbuhnya kehidupan politik yang adil dan tak curang di tanah air kita.

Mampukah kita membebaskan diri dari premanisme politik? Bisakah berkurang kekuatan uang di parlemen, hukum, dan media dalam demokrasi kita? Sanggupkah kita membersihkan kehidupan bernegara kita dari jual-beli dukungan, jual-beli kedudukan, jual-beli keputusan-bagian yang paling gawat dalam koreng atau kanker besar yang bernama "korupsi" itu?

Pemerintahan SBY-Boediono punya janji yang seharusnya dianggap suci-yakni membangun sebuah pemerintahan yang bersih, melalui reformasi birokrasi, melalui pemberantasan korupsi. Semula kita punya keyakinan besar, janji itu akan jadi sikap yang teguh, dan sikap itu akan jadi program, dan program itu konsisten dijalankan. Tapi kini saya tak bisa mengatakan bahwa keyakinan itu masih sekuat dulu.

Tentu saja kita masih bisa percaya, pemerintah ini tetap ingin melanjutkan usaha ke arah Indonesia yang bebas dari korupsi; namun persoalannya, masih mampukah dia?

Tak perlu diulangi panjang-lebar lagi, Sri Mulyani dengan berani dan bersungguh-sungguh memulai reformasi birokrasi di tempatnya bekerja. Dalam sejarah Indonesia, mungkin baru Sri Mulyani-lah Menteri Keuangan yang dengan tangguh mencoba membersihkan aparatnya-sebuah langkah awal dari sebuah kerja yang panjang, yang mungkin baru akan selesai satu-dua generasi lagi.

Tapi kini pemerintahan SBY-Boediono telah kehilangan Menteri Keuangan yang tangguh ini.

Tentu saja Sri Mulyani bisa digantikan. Tak seorang pun seharusnya dianggap indispensable. Pengganti Sri Mulyani tidak dengan sendirinya seorang yang lemah.

Tapi beban jadi bertambah berat. Untuk membuat rakyat kembali yakin bahwa pemerintah ini masih ingin membangun sebuah republik yang bersih, Presiden SBY harus melipatgandakan ikhtiar. KPK yang kuat harus didukung dengan jelas, perlawanan terhadap Mafia Pengadilan harus lebih diefektifkan, polisi dan kejaksaan dibersihkan, dan tak kurang penting: legislasi dan regulasi yang tidak kompromistis terhadap kekuatan-kekuatan yang korup.

Tapi mungkinkah hal itu dapat terlaksana sekarang?

Kini politikus Senayan semakin merasa kuat dan semakin angkuh; mereka telah berhasil membuat Presiden berkompromi dan menyudutkan Sri Mulyani hingga jadi beban politik bagi pemerintah.

Pada saat yang sama kita lihat juga bagaimana politikus Senayan-terutama para pencari dan penadah suap-mencoba membuat KPK lemah dan Tim Anti-Mafia Pengadilan tak bergigi. Premanisme politik yang menang memang tidak mudah dijinakkan.

Pada saat yang sama kita pun layak ragu, bisakah kabinet menjalankan kebijakan yang merugikan kepentingan kelompok bisnis tertentu-ketika Aburizal Bakrie, tokoh bisnis, politik, dan penguasa media itu, berada dalam posisi yang sangat kuat di dekat kabinet dan DPR sekaligus.

Di depan kekuatan seperti itu, akan bisa tumbuh kesan kroniisme kembali lagi, seperti di zaman Orde Baru dulu. Di depan kroniisme, parang yang akan membabat korupsi akan tumpul.

Sesuatu yang serius akan terjadi jika pemerintahan SBY-Boediono gagal menjawab rasa keraguan yang saya sebut di atas. Yang akan terjadi adalah hilangnya sebuah momentum-yakni momentum gerakan nasional melawan korupsi. Pada hemat saya, gerakan ini adalah panggilan perjuangan terpenting dalam sejarah Indonesia sekarang.

Sekali momentum itu hilang, susah benar untuk mendapatkannya lagi. Sekali momentum itu hilang, kita akan hidup dengan korupsi yang tak habis-habis.

Tentu, Indonesia tak akan segera runtuh. Bahkan negeri ini akan mungkin berjalan dengan pertumbuhan ekonomi yang lumayan, 6 persen atau 7 persen. Tapi akan ada sesuatu yang mungkin tak bisa diperbaiki lagi-yakni terkikisnya "modal sosial", runtuhnya sikap saling percaya dalam masyarakat.

Sebab yang dirampok oleh para koruptor dari masyarakat bukan cuma uang, tapi juga kepercayaan dan harapan. Korupsi yang kita alami tiap hari akan membuat kita selamanya curiga kepada orang lain yang berhubungan dengan kita dalam bisnis dan politik. Korupsi yang kita alami tiap hari akan membuat kita hidup dengan sinisme-dengan keyakinan bahwa semua orang dapat dibeli.

Sinisme ini racun-dan terkikisnya "modal sosial" akan membuat sebuah negeri setengah lumpuh dan menyerah.

Tapi baiklah. Saya tak ingin membuat acara kita berpisah dari Sri Mulyani ini hanya diisi dengan deretan kecemasan.

Sejarah Indonesia menunjukkan, harapan adalah sesuatu yang sulit, tapi tak pernah padam. Kita memang sering kecewa; kita memang tahu sejak 1945 Indonesia dibangun oleh potongan-potongan optimisme yang pendek. Tapi sejak 1945 pula Indonesia selalu bangkit kembali. Bangsa ini selalu berangkat kerja kembali, mengangkut batu berat cita-cita itu lagi, biarpun berkali-kali tangan patah, tubuh jatuh, dan semangat terguncang.

Sementara itu, makin lama kita makin arif: kita memang tidak akan bisa mencapai apa yang kita cita-citakan secara penuh; tapi kita merasakan bahwa Indonesia adalah sebuah amanah-dan dalam pengertian saya, sebuah amanah adalah tugas takdir dan sejarah. Dengan kata lain, kita tak bisa melepaskan diri dari komitmen kita buat Indonesia. Selama kita ada.

Perpisahan kita dari Sri Mulyani malam ini justru merupakan penegasan komitmen itu. "Jangan berhenti mencintai Indonesia," itulah kata-kata Sri Mulyani kepada jajaran pejabat Kementerian Keuangan yang harus ditinggalkannya, agar melanjutkan reformasi.

Kata-kata itu hidup, karena ia dihidupkan oleh perbuatan dan pengorbanan. Dan kita mendengarkannya. Maka pada titik ini baiklah kita ucapkan: kita akan melanjutkan reformasi itu, Ani. Jika malam ini kita ucapkan "selamat jalan", kita sekaligus juga mengucapkan: "You shall return."


Goenawan Mohamad

Baca selengkapnya...

Kamis, 27 Mei 2010

Konferensi Agung Sangha Indonesia Detik Waisak 06.07.23 WIB

Detik Waisak 2554 BE/2010 akan diperingati oleh umat Buddha hari Jumat (28/5/2010) pada pukul 06.07.23 WIB. Umat Buddha dari Konferensi Agung Sangha Indonesia (KASI) akan merayakannya di Candi Mendut, sedangkan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) akan merayakannya di Candi Borobudur.

Ribuan umat Buddha akan memadati dua lokasi tersebut. Di Candi Borobudur akan hadir pula sekitar 200 biksu asing dari berbagai negara, antara lain Thailand, Taiwan, China, Singapura, Inggris, dan Australia.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Walubi Provinsi Jawa Tengah David Hermanjaya mengatakan, khusus untuk Thailand, dari jumlah biksu yang sebelumnya direncanakan datang 150 orang, pada hari Waisak besok,hanya akan datang 30 orang. "Sekitar 120 biksu tidak dapat datang karena kondisi negara yang tidak memungkinkan dengan adanya kerusuhan politik," ujarnya.


Regina Rukmorini - Kompas

Baca selengkapnya...

Kembali pada "Karuna"

Peringatan dan perayaan Waisak 2554 tahun ini dirayakan umat Buddha Indonesia di tengah-tengah situasi bangsa yang dilanda berbagai persoalan politik, ekonomi, terorisme, dan permasalahan korupsi yang dilakukan oleh para oknum pemangku pemerintahan, mulai dari level bawah sampai atas yang melakukan perampokan dan perampasan harta rakyat.

Slogan pembangunan manusia seutuhnya tidak lebih dari sekadar pemanis bibir belaka. Padahal, sesungguhnya, apabila rusak moral dan akhlaknya, maka rusaklah bangsa ini.

Setiap tahun di bulan Waisak umat Buddha di seluruh penjuru dunia merayakan tiga peristiwa istimewa yang terjadi pada manusia agung Buddha Gau- tama. Tahun 623 sebelum Masehi di Taman Lumbini atau Rummindei, Sidharta lahir. Tahun 588 sebelum Masehi, Sidharta mencapai keterbangunan nurani secara paripurna, kemudian pada tahun 543 sebelum Masehi beliau wafat di hutan Sala milik suku Malla, Kusinara.

Peristiwa agung yang terjadi pada bulan Waisak tersebut merupakan sebuah rangkaian kehidupan yang penuh dengan totalitas dedikasi dan karya besar bagi kemanusiaan, peradaban, dan alam semesta.

Realisasi spiritualitas keterbangunan nurani Sidharta bukanlah suatu capaian yang berangkat dari ketakutan atau penolakan sepihak terhadap penderitaan pribadi ataupun yang bersifat kebetulan karena sudah dipilih dan ditakdirkan, melainkan berangkat dari observasi langsung terhadap realitas kehidupan diiringi kepedulian terhadap derita semua agregat kehidupan, yang kemudian diperjuangkan dengan sepenuh hati tanpa kenal lelah.

Pola perjuangan Sidharta adalah dengan menggunakan seluruh potensi fisik dan mental dalam proporsi yang seimbang, bukan dengan membaca aksara-aksara suci yang terkodifikasi dalam kitab-kitab sehingga menghasilkan realisasi yang hidup, riil, dan berlaku universal.

Dalam tataran yang sederhana, keistimewaan kebangkitan nurani spiritual Sidharta yang kemudian disebut sebagai Buddha pada dasarnya merupakan suatu realisasi dengan mengikuti kata hati yang sama manusiawinya dengan yang kita miliki, kadang juga hati yang sama rapuhnya.

Konsistensi Sidharta dalam memilih, bersikap, bertindak dalam bingkai spiritualitas hati yang jernih dalam menghadapi setiap kondisi berbeda dengan kita yang cenderung mengabaikan suara nurani terutama ketika dihadapkan pada suasana untung-rugi, pujian-celaan, bahagia-menderita, dan berbagai kondisi dualisme hidup lainnya.

Merenungkan realisasi Sidharta tersebut, kebangkitan bukanlah monopoli milik-Nya dan juga bukan sesuatu yang di luar potensi manusia, tetapi dalam diri manusia terdapat potensi spiritual tersembunyi yang luar biasa (buddhata) sehingga yang harus kita lakukan adalah mengembangkan dan membuka kemungkinan-kemungkinannya.

Nurani dan spiritualitas Buddha memiliki keseimbangan dua sayap utama yang saling melengkapi, yakni karakter bijaksana (prajna) dan karakter kepedulian atau belas kasih (karuna). Kasih tanpa diiringi kebijaksanaan bukanlah kasih yang sesungguhnya, demikian juga kebijaksanaan tanpa kasih atau kepedulian hanyalah kebijaksanaan semu.

Mengembangkan keduanya secara sinergi adalah cara terbaik menghormati Buddha daripada sekadar merayakan peristiwa-peristiwa hidup-Nya dalam ingar-bingar upacara megah, tetapi minus pemahaman substansial.

Karakter bijak dan penuh kepedulian terhadap derita makhluk lain merupakan denyut nadi spiritualitas yang sesungguhnya. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dua karakter ini merupakan modal dasar untuk membentuk masyarakat, bangsa dan negara yang maju, harmonis, bermartabat.

Prestasi apa pun yang telah dimiliki masyarakat suatu bangsa akan mudah hancur jika dua karakter ini absen dari khazanah kehidupan berbangsa atau hanya sekadar didiskusikan dalam tataran idealisme akademis ataupun teologis.

Kurangnya kepedulian terhadap sesama adalah awal dari tindakan mementingkan diri sendiri, memakmurkan diri sendiri, menyenangkan diri sendiri dengan cara apa pun yang pada titik ekstremnya termanifestasikan dalam tindakan mencuri, korupsi, menggunakan wewenang secara salah sehingga dapat meluluhlantakkan derap langkah pembangunan bangsa.

Jika latihan spiritual kita semakin dalam, menekankan pada kebijaksanaan dan belas kasih, kita akan berkali-kali berjumpa dengan penderitaan makhluk hidup lain dan kita akan memiliki kemampuan untuk mengenalinya, menanggapinya, dan merasakan belas kasih mendalam, alih-alih perasaan apatis atau tak berdaya.

Di tengah berbagai masalah yang dihadapi, bangsa ini sebenarnya masih sangat banyak menyisakan harapan dan potensi besar untuk cerah, bangkit, dan tampil sebagai garda terdepan dalam kancah taman sari pergaulan internasional.

Memang tidak ada satu atau dua formula utama yang dapat dijadikan sebagai solusi tunggal, yang diperlukan adalah jalinan ikatan tulus bagi setiap anak bangsa untuk membantu membangkitkannya.

Seiring dengan momentum Waisak ini, umat Buddha Indonesia seyogianya membantu memberikan kontribusi positif bagi upaya bersama membangkitkan kemajuan bangsa dan negara melalui internalisasi nilai-nilai spiritualitas dasar kebuddhaan, yakni kepedulian (karuna) dan kejernihan atau kebijaksanaan (prajna) dalam bingkai keindonesiaan.

Kesadaran berkontribusi adalah kunci bagi tumbuhnya kreativitas hidup untuk terus berkarya bagi bangsa sebagaimana dipesankan Buddha, manusia yang tak mau berkarya dan berkontribusi dalam menjalani kehidupannya adalah ciri nyata kemunduran derajat manusia.


Mahathera Nyanasuryanadi
Ketua Umum Sangha Agung Indonesia, Pembina Majelis Buddhayana Indonesia

Baca selengkapnya...

Jumat, 07 Mei 2010

Belajar Kungfu

Pada suatu ketika, ada seorang pemuda menemui seorang guru Kungfu. Guru tersebut kemudian menanyakan tujuan kedatangan pemuda itu. Dengan sopan pemuda itu menjawab, “Saya ingin belajar Kungfu, menjadi murid Guru.”

“Kelak, saya ingin menjadi guru Kungfu yang hebat dan disegani di negeri ini,” lanjut pemuda itu.
“Bagus. Keinginanmu cukup bagus,” puji sang guru.
Kemudian pemuda itu memberanikan diri untuk bertanya, “Maaf Guru, kalau boleh saya bertanya. Berapa lamakah waktu yang akan saya butuhkan untuk menjadi seorang guru kungfu yang paling hebat di negeri ini?”.
“Sekurang-kurangnya 10 tahun,” jawab sang guru singkat.
“Sepuluh tahun? Bukankah itu terlalu lama, Guru? Bagaimana jika saya melipatgandakan usaha saya? Berapa lama waktu yang akan saya butuhkan?” tanya sang pemuda gelisah.
Sang guru tidak segera menjawab. Ia menatap pemuda itu. Lalu dengan dengan tegas berkata, “Dua puluh tahun!”

Pemuda itu terhenyak oleh jawaban sang guru. “Lalu, kalau saya berlatih siang malam dan tidak istirahat, berapa lama waktu yang dibutuhkan?” desak pemuda itu.
Dengan cepat dan singkat, sang guru menjawab, “Tiga puluh tahun!”
Ia ingin bertanya sekali lagi, berharap jawaban sang guru kali ini dapat memuaskan hatinya.
“Kenapa saya lebih rajin, waktu yang dibutuhkan lebih lama ?” tanya pemuda sangat ingin tahu.
“Jika suatu pekerjaan dikerjakan dengan terburu-buru, maka pekerjaan itu tidak akan pernah dapat diselesaikan dengan baik. Sama, jika kamu terburu-buru ingin menguasai jurus-jurus kungfu yang hebat lalu menjadi guru kungfu yang luar biasa, maka kamu juga tidak akan pernah mencapai semua itu. Sangat masuk akal bukan?” jelas sang guru.

Pesan :
Suatu prestasi atau hasil yang istimewa memerlukan proses yang tidak selalu mudah dan cepat. Vincent Van Gogh menjelaskan, “Pencapaian yang hebat bukan dilakukan dengan dorongan kuat semata-mata, tetapi adalah gabungan seri langkah-langkah yang kecil.” Proses mencapai semua itu bukan hanya memerlukan upaya yang keras, diperlukan pula standar sikap, kompetensi, keimanan, serta visi sesuai dengan hasil yang diinginkan.
Bila ingin mendapatkan hasil yang lebih baik, maka kualitas sikap, kompetensi, keimanan kuat, serta visi juga harus jauh lebih baik. Hasil yang lebih besar harus didahului oleh peningkatan kualitas kelima faktor seperti yang disebutkan tadi. Artinya, sejalan dengan proses itu sendiri, kualitas sikap, kompetensi, keimanan, serta visi akan mengikuti standar hasil yang ingin dicapai.
Semakin tinggi kesabaran dan komitmen untuk mengikuti setiap tahap prosesnya, maka hasil yang diperoleh juga akan semakin istimewa. “Dari pengamatan riwayat tokoh-tokoh sukses di dunia ini, kita mendapatkan bahwa mereka mengalami ujian dan tantangan yang besar baru bisa berhasil. Sebelum sebuah tugas yang berat diberikan, kita akan selalu diuji dengan berbagai cara,” terang Dr. Napoleon Hill. Maka ciptakan impian sekaligus melengkapinya dengan komitmen dan kesabaran mengikuti prosesnya, untuk sekedar memastikan Andapun bisa mencapai prestasi yang teristimewa.

Baca selengkapnya...

Sri Mulyani dan Estetika

Boleh-boleh saja salah satu pentolan total football Johan Cruyff - selain Rinus Michels dan Frank Rijkaard - sejak era 1970-an mengerek panji estetika sepak bola, bahwa sepak bola intipatinya adalah chaos yang dikejar, diperebutkan, dikuasai dan dikontrol agar berbuah gol.

Keadaan chaos dijauhi manusia, karena manusia tidak ingin didekap alunan musik berirama dan serba teratur.

Di mata punggawa Belanda, chaos dihadapi, kalau perlu diciptakan, sebab dengan begitu chaos bisa dikuasai dan dikontrol.

Publik penggila bola pun berdecak kagum seraya berkata, "inilah sepak bola buah karya rasionalitas".

Semuanya diabdikan kepada Yang Indah dengan huruf besar. Boleh dibilang sepak bola Belanda menggarap realita lapangan yang chaotic dengan menyuguhkan ritme permainan dengan mengedepankan fantasi yang mengobarkan rasa keindahan.

Yang Indah, artinya mau bertanya mengenai apa yang dinamai dan dialami sebagai yang indah. Inilah yang disebut sebagai estetika sepak bola. Dan Sri Mulyani Indrawati menerapkan tiga rumus dasar estetika.

Bagi Mbak Ani - sapaan akrab Sri Mulyani - keindahan adalah tata harmoni dalam segala sesuatu yang terukur, merujuk kepada filsuf Plato dan Thomas Aquinas.

Kedua, keindahan merupakan kontemplasi dari Sang Indah dengan huruf besar yang mengacu kepada filsuf Plato, Plotinos dan Agustinus.

Ketiga, keindahan ditemukan dalam pengalaman manusia dengan mengarah kepada pendapat Aristoteles dan Thomas Aquinas.

Setelah menjalankan kontemplasi dalam hitungan hari demi hari, menyikapi sorot kasus bailout Bank Century bertubi-tubi, bahkan disebut-sebut sebagai pejabat yang bertanggungjawab atas kebijakan itu, Sri Mulyani memilih melakoni tata harmoni dalam menjalankan laga kehidupan.

Ia memerankan estetika sepak bola dengan mengusung Yang Indah, karena ia memahami untuk memaknai "yang chaotic".

Lihat saja penampilannya yang boleh dibilang indah ketika memasuki lift saat tiba di Kantor Kementrian Keuangan, Jakarta, Rabu (5/8).

Mengenakan busana lengan panjang dan rok selutut, ia melipat kedua tangannya dan meletakannya di badan.

Bahasa tubuh ekpresif yang ingin mengatakan hukum besi dari estetika bahwa seni bukanlah semata benda, tetapi kata.

Ya, estetika adalah kata, karena itu nilai adalah sesuatu yang bersifat subyektif, terpulang kepada manusia yang menilainya.

Ketika estetika dibaca oleh Sri Mulyani, maka setiap orang, setiap kelompok, setiap masyarakat memiliki nilai-nilainya sendiri yang disebut sebagai seni.

Puncak dari makna estetika itu, Bank Dunia memberi pernyataan bahwa ia ditunjuk menjadi Direktur Pelaksana Grup Bank Dunia mulai 1 Juni 2010.

Bagaimana tidak bermakna estetis dan bernuansa ekspresif? Paling tidak ada dua momen yang membuktikan bahwa ia bersungguh-sungguh ingin mengurai segala peristiwa yang chaotic seputar kasus Century.

Pada 30 November 2009, ia berinisiatif memberikan keterangan kepada KPK terkait kasus Bank Century di Kantor Kementrian Keuangan.

Pada 11 Desember 2009, untuk kali kedua ia berinisiatif memberikan keterangan kepada KPK di Kantor Kementrian Keuangan.

Yang indah justru diucapkannya, sehari sesudah heboh pengunduran dirinya sebagai Menteri Keuangan.

"Nanti akan ada lebih 70 negara di bawah saya. Saya akan tetap bangga dan senang, Indonesia sebagai contoh reformasi (birokrasi), jadi (dapat) menunjukkan pada negara berkembang, bahwa reformasi bukan kasus di text book, itu realitas dan terjadi di negara kita ini, Indonesia," katanya dalam sambutan di Kanwil Ditjen Perbendaharaan, Jakarta, Kamis.

Yang juga indah dinyatakan oleh Presiden Bank Dunia Robert Zoellick.

"Ia menteri keuangan yang baik dengan pengetahuan mendalam mengenai isu-isu pembangunan dan peran Bank Dunia," kata bos Bank Dunia itu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengungkapkan Yang Indah dengan menyetujui pengunduran diri Menkeu Sri Mulyani.

"Terhadap ini semua, saya harus menyampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa sesungguhnya kita kehilangan salah satu menteri terbaik, menteri keuangan, karena harus berpindah tempat berada dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, kemudian bertugas atau mengabdi di Bank Dunia," kata presiden.

Sisi estetika dari pernyataan-pernyataan itu merujuk kepada Yang indah dari laga kehidupan: ya, kita harus hidup tanpa utopia lagi.

Tinggalkan segala utopia tentang segala kesempurnaan. Kaum utopis sebaiknya bercermin, impian mereka berakhir dengan kepedihan dan kesuraman. Utopia tidak dapat membuat manusia berkembang.

Sri Mulyani paham betul bahwa utopia berakhir sia-sia, absurd. Yang oke, ia meramu estetika dan total footbal sebagai bagaimana membela dan mempertahankan lini belakang, dan mencoba menarik kemenangan dengan melakukan serangan balik ke jantung pertahanan lawan.

Estetika bola, baginya, ialah melahirkan keteraturan (self organization), yang justru menjadi label dari sepak bola Belanda dengan total football-nya.

Mbak Ani "belajar" dari Michels bahwa serangan dalam laga bola dibangun dari lini belakang. Mbak Ani juga berguru dari Cruyff bahwa serangan perlu diekstremkan dengan dikerahkan dari segala lini.

Post scriptum, berangkat dari heboh seputar Mbak Ani, utopia boleh tiada, tetapi rasanya utopia tidak boleh mati dalam sepak bola.

Sesungguhnya, chaos masih dapat dikontrol menjadi keteraturan, organisasi diri dan keindahan.

Sri Mulyani Indrawati, begitu namanya. Di mata estetika, ia mendekonstruksi seni. Seni bukan semata meniru alam (mimesis), tetapi menciptakan kualitasnya sendiri.

Dan politik adalah seni.


A.A. Ariwibowo

Baca selengkapnya...

Kamis, 06 Mei 2010

Rahasia Kebahagiaan

Rahasia kebahagiaan adalah memusatkan perhatian pada kebaikan dalam diri orang lain. Sebab, hidup bagaikan lukisan : Untuk melihat keindahan lukisan yang terbaik sekalipun, lihatlah di bawah sinar yang terang, bukan di tempat yang tertutup dan gelap sama halnya sebuah gudang.

Rahasia kebahagiaan adalah tidak menghindari kesulitan. Dengan memanjat bukit, bukan meluncurinya, kaki seseorang tumbuh menjadi kuat.

Rahasia kebahagiaan adalah melakukan segala sesuatu bagi orang lain. Air yang tak mengalir tidak berkembang. Namun, air yang mengalir dengan bebas selalu segar dan jernih.

Rahasia kebahagiaan adalah belajar dari orang lain, dan bukan mencoba mengajari mereka. Semakin Anda menunjukkan seberapa banyak Anda tahu, semakin orang lain akan mencoba menemukan kekurangan dalam pengetahuan Anda. Mengapa bebek disebut "bodoh"? Karena terlalu banyak bercuap-cuap.

Rahasia kebahagiaan adalah kebaikan hati : memandang orang lain sebagai anggota keluarga besar Anda. Sebab, setiap ciptaan adalah milik Anda. Kita semua adalah ciptaan Tuhan yang satu.

Rahasia kebahagiaan adalah tertawa bersama orang lain, sebagai sahabat, dan bukan menertawakan mereka, sebagai hakim.

Rahasia kebahagiaan adalah tidak sombong. Bila Anda menganggap mereka penting, Anda akan memiliki sahabat ke manapun Anda pergi. Ingatlah bahwa musang yang paling besar akan mengeluarkan bau yang paling menyengat.

Kebahagiaan datang kepada mereka yang memberikan cintanya secara bebas, yang tidak meminta orang lain mencintai mereka terlebih dahulu. Bermurah hatilah seperti mentari yang memancarkan sinarnya tanpa terlebih dahulu bertanya apakah orang- orang patut menerima kehangatannya.

Kebahagiaan berarti menerima apapun yang datang, dan selalu mengatakan kepada diri sendiri "Aku bebas dalam diriku".

Kebahagiaan berarti membuat orang lain bahagia. Padang rumput yang penuh bunga membutuhkan pohon-pohon di sekelilingnya, bukan bangunan- bangunan beton yang kaku. Kelilingilah padang hidup Anda dengan kebahagiaan.

Kebahagiaan berasal dari menerima orang lain sebagaimana adanya; nyatanya menginginkan mereka bukan sebagaimana adanya. Betapa akan membosankan hidup ini jika setiap orang sama. Bukankah taman pun akan tampak janggal bila semua bunganya berwarna ungu?

Rahasia kebahagiaan adalah menjaga agar hati Anda terbuka bagi orang lain, dan bagi pengalaman- pengalaman hidup. Hati laksana pintu sebuah rumah. Cahaya matahari hanya dapat masuk bilamana pintu rumah itu terbuka lebar.

Rahasia kebahagiaan adalah memahami bahwa persahabatan jauh lebih berharga daripada barang; lebih berharga daripada mengurusi urusan sendiri; lebih berharga daripada bersikukuh pada kebenaran dalam perkara-perkara yang tidak prinsipiil.

Renungkan setiap rahasia yang ada di dalamnya. Rasakan apa yang dikatakannya.

"Tak ada kesenangan yang lebih besar dari pada membantu seseorang membuat perbedaan positif dalam kehidupan orang tersebut." ~ Mary Rose McGeady ~

Baca selengkapnya...

Selasa, 04 Mei 2010

BANGUNLAH JEMBATAN JANGAN TEMBOK

Alkisah ada dua orang kakak beradik yang hidup di sebuah desa. Entah karena apa mereka terjebak ke dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah kali pertama mereka bertengkar demikian hebatnya. Padahal selama 40 tahun mereka hidup rukun berdampingan. Saling meminjamkan peralatan pertanian. Dan bahu membahu dalam usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan. Namun kerjasama yang akrab itu kini retak.

Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja. Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk caci-maki.

Beberapa minggu sudah berlalu, mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa.

Suatu pagi, datanglah seseorang mengetuk pintu rumah sang kakak.

Di depan pintu berdiri seorang pria membawa kotak perkakas tukang kayu.

Maaf tuan, sebenarnya saya sedang mencari pekerjaan,? kata pria itu dengan ramah..

Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan.?

Oh ya !? jawab sang kakak.

Saya punya sebuah pekerjaan untukmu.?

Kau lihat ladang pertanian di seberang sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ah sebetulnya ia adalah adikku.

Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan bulldozer lalu mengalirkan Airnya ke tengah padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang Memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia melakukan itu untuk mengejekku, Tapi aku akan membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar setinggi 10 meter untukku Sehingga aku tidak perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin melupakannya. Kata tukang kayu, Saya mengerti. Belikan saya paku dan peralatan.

Akan saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang.?

Kemudian sang kakak pergi ke kota untuk berbelanja berbagai Kebutuhan dan menyiapkannya untuk si tukang kayu.

Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja keras, mengukur, menggergaji dan memaku. Di sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali, tukang kayu itu baru Saja menyelesaikan pekerjaannya. Betapa terbelalaknya ia begitu melihat hasil pekerjaan tukang kayu itu. Sama sekali tidak ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya.

Namun, yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang menghubungkan ladang pertanian nya dengan ladang pertanian adiknya.

Jembatan itu begitu indah dengan undak-undakan yang tertata rapi.

Dari seberang sana , terlihat sang adik bergegas berjalan menaiki Jembatan itu dengan kedua tangannya terbuka lebar.

Kakakku, kau sungguh baik hati mau membuatkan jembatan ini.. Padahal sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu. Maafkan aku? kata sang adik pada kakak nya. Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi.

Hai, jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi. Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu, pinta sang kakak.

Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini,? kata tukang kayu, tapi masih banyak jembatan lain yang harus saya selesaikan.?


Sadarkah kita bahwa ;

Kita dilahirkan dengan dua mata di depan, karena seharusnya kita melihat yang ada di depan?

Kita lahir dengan dua telinga, satu kiri dan satu di kanan sehingga kita dapat mendengar dari dua sisi dan dua arah. Menangkap pujian maupun kritikan, dan mendengar mana yang salah dan mana yang benar.

Kita dilahirkan dengan otak tersembunyi di kepala, sehingga bagaimanapun miskinnya kita, kita tetap kaya. Karena tak seorang pun dapat mencuri isi otak kita. Yang lebih berharga dari segala permata yang ada.

Kita dilahirkan dengan dua mata, dua telinga, namun cukup dengan satu mulut.

Karena mulut tadi adalah senjata yang tajam, yang dapat melukai, memfitnah, bahkan membunuh. Lebih baik sedikit bicara, tapi banyak mendengar dan melihat.

Kita dilahirkan dengan satu hati, yang mengingatkan kita. Untuk menghargai dan memberikan cinta kasih dari dalam lubuk hati.

Belajar untuk mencintai dan menikmati untuk dicintai, tetapi jangan pernah mengharapkan orang lain mencintai anda dengan cara dan sebanyak yang sudah anda berikan.

Berikanlah cinta tanpa mengharapkan balasan, maka anda akan menemukan bahwa hidup ini terasa menjadi lebih indah.

Baca selengkapnya...