Sabtu, 14 Juli 2012

Wah, Kotoran Ayam Ternyata Bisa Jadi Pakan Bebek

Siapa yang menyangka jika kotoran ayam yang telah difragmentasi bisa dijadikan pakan bebek. Eksperimen ini berhasil dilakukan oleh seorang guru SMKN 1 Trucuk, Klaten, Djuriono. Djuriono yang sebelumnya telah sukses menemukan serbuk antibau atau Bau-Go, mengatakan sebenarnya kotoran ayam itu mengandung banyak nutrisi. Hasil penelitian akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan bahwa kotoran ayam mengandung 18,97% protein abu, 18,41% protein kasar, 1,19% lemak kasar, 12,52% serat kasar, 32,91% energi total nutrient (ETN), 8, 02% kalsium, dan 2,63% fosfor. “Kandungan nutrisinya sangat banyak. Tetapi kotoran ayam cenderung dipandang sebagai limbah berbau menyengat. Kebanyakan orang merasa jijik untuk mengolahnya,” tutur Djuriono saat ditemui di rumahnya, Jumat (13/7). Djuriono menjelaskan persoalan bau pada kotoran ayam sebenarnya bisa diatasi menggunakan serbuk antibau temuannya. Serbuk yang diberi nama Bau-Go itu berhasil meraih juara I dalam ajang Lomba Kreativitas dan Inovasi (Krenova) 2012 yang digelar Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Klaten pada Rabu (20/6) lalu. Setelah dicampuri serbuk antibau, kata Djuriono, kotoram ayam itu harus difragmentasi terlebih dahulu menggunakan mikrob dan molase atau tetes tebu selama tiga hari. Hasil fragmentasi kotoran ayam itu bisa digunakan sebagai pakan itik yang berusia di atas dua pekan setelah penetasan. “Pakan ini tidak cocok untuk itik usia 0-14 hari. Di usia itu, itik butuh nutrisi khusus yang sesuai dengan usianya,” kata Djuriono. Djuriono menambahkan hasil fragmentasi kotoran ayam itu akan diujicobakan sebagai pakan itik oleh siswa SMKN 1 Trucuk pada awal Agustus mendatang. Dalam uji coba itu, pihaknya juga akan membandingkan perkembangan itik yang diberi makan hasil fragmentasi kotoran ayam dengan makanan itik pada umumnya. “Kami juga ingin membandingkan bagaimana kualitas daging itik itu jika diberi makan hasil fragmentasi kotoran ayam dengan makanan biasa,” terang Djuriono. Moh Khodiq Duhri