Jumat, 15 Februari 2013

Makna Imlek Yang Nyaris Terlupa

Imlek merupakan tradisi bersyukur yang dijadikan hari raya di masa kini. Budayawan Tionghoa di Indonesia Suma Mihardja menuturkan Imlek sesungguhnya merupakan perayaan musim semi. Sejarah menyebutkan masyarakat Tiongkok merupakan masyarakat agraris yang sangat bergantung pada perkembangan musim. Siklus musim dijadikan penanda waktu menanam dan waktu memanen.
“Imlek merupakan penanggalan bagi petani yang didasarkan pada penanggalan bulan dan matahari,” kata Suma. Masyarakat agraris percaya bahwa segala sesuatu yang ada di bumi itu beredar dan ada yang mengatur peredarannya. Perayaan musim semi erat kaitannya dengan peredaran alam, dilihat dalam hubungan vertikal dan hubungan horizontal. Hubungan vertikal merupakan hubungan antara manusia dan sesuatu yang tak terlihat, sedangkan hubungan horizontal adalah hubungan antarmanusia.
Kegiatan Utama
Masyarakat Tionghoa percaya ada dua jenis kegiatan untuk menyambut Imlek, yakni menutup tahun dan membuka tahun. Menutup tahun berlangsung selama satu pekan sebelum tahun baru atau tanggal 24, bulan 12 kalender Imlek. Di saat itu, keluarga mengevaluasi semua kegiatan selama satu tahun. Evaluasi ini berkaitan dengan laporan dewa-dewa kepada kaisar langit.
Persis malam tahun baru, keluarga berkumpul menikmati makan bersama. Kumpul keluarga ini merupakan reuni untuk menguatkan hubungan. Dalam syukuran itu, biasanya ikan menjadi makanan utama yang dihidangkan. Makan ikan berarti menambah untung atau menambah lebih.
Acara makan ini digelar sampai terbit matahari. Disaat matahari muncul itulah, pembukaan tahun berawal. Masyarakat Tionghoa lantas merayakannya dengan cara bersembahyang di meja leluhur serta menghormati langit dan bumi.
Tuntas menguatkan hubungan vertikal, masyarakat Tionghoa bersilaturahmi ke sanak keluarga. Sayangnya, makna Imlek yang kental dengan kesederhanaan itu bergeser pada masa kini. Salah satunya, ucapan selamat. Saat ini orang lebih mengenal dan mengucapkan Gong Xi Fa Cai yang berarti selamat makmur dan kaya. Padahal, ucapan yang tepat adalah Xin Chun Gong Xi atau selamat merayakan musim semi baru.
“Kalimat Gong Xi Fa Cai itu mendoakan agar orang kaya material. Bagi orang yang tahu budaya Tionghoa, itu kalimat kasar. Sesungguhnya yang lebih penting adalah untung dan sehat,” tutur Suma.
Selain ucapan, pakaian yang dikenakan saat Imlek pun sudah berbelok dari tradisi. Ada yang merayakan Imlek mengenakan pakaian bergambar naga lima jari di cakarnya. Padahal, hanya kaisar yang boleh memakai pakaian bergambar itu. “Jika ada rakyat pakai pakaian lima jari, dia dianggap sombong,” ujar Suma.
Satu hal penting yang kerap dilupakan orang Tionghoa masa kini adalah memelihara meja abu. Tradisi Tionghoa menyebut sesiapa yang di rumahnya tersimpan meja abu leluhur, dialah yang disebut sebagai keluarga tertua. Karena itu, rumahnya pantas dikunjungi dan dijadikan tempat berkumpul saat Imlek tiba.
Kenyataannya, menurut Suma, tidak lagi banyak orang Tionghoa memelihara meja abu. Alhasil, saat Imek, sudah jarang orang Tionghoa berkumpul di rumah keluarga tertua yang punya meja abu. Mereka lebih sering merayakan Imlek di kawasan-kawasan komesial, seperti mal, restoran atau tempat wisata.“Pergeseran terjadi karena konsumerisme sudah sangat merasuki hidup banyak orang, orang mencari yang serba instan dan menyenangkan. Sebenarnya, Imlek itu upacara keluarga, bukan upacara umum,” kata Suma.
Gloria N. Dolorosa