Kamis, 04 April 2013

DENGAN BERSATU, PEREKONOMIAN INDONESIA BISA TUMBUH LEBIH BAIK

Dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir, perekonomian Indonesia semakin berkembang pesat. Kondisi itu memberikan fondasi yang kuat bagi Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi baru yang disegani negara-negara di dunia. Bukan mustahil Indonesia berubah dari posisi regional power di kawasan Asia Tenggara menjadi salah satu global power pada tahun 2025. 

Kepada sejumlah pemimpin redaksi saat perjalanan dari Budapest ke Jakarta belum lama ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, Indonesia kini sudah menjadi regional power dan global player. Posisi global power, bisa dicapai Indonesia pada tahun 2025 dan selambatnya tahun 2045. Untuk itu, Presiden mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas keamanan dan politik agar negeri berpenduduk 240 juta jiwa ini agar tidak kehilangan momentum pembangunan. 

Pernyataan Presiden itu bukan tanpa dasar alasan yang kuat. Belakangan ini, pihak asing semakin tertarik menanamkan modal di Indonesia. Ketertarikan itu dipicu oleh fakta pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kurun waktu tahun 2010-2014 sebesar 6,3% hingga 6,8%. Sejumlah analis dan ekonom memprediksi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan akan mendorong Indonesia menjadi 10 besar negara ekonomi dunia pada tahun 2025. Bahkan, Indonesia bisa menjadi enam besar negara dengan perekonomian terbesar dunia pada tahun 2050. 

Tahun lalu, Morgan Stanley memprediksi Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi dunia. Mereka mengusulkan nama Indonesia masuk dalam BRIC, akronim dari nama empat negara calon kekuatan ekonomi baru dunia. BRIC terdiri dari Brasil, Rusia, India, dan China. Istilah ini dipopulerkan oleh Goldman Sachs Group pada tahun 2001. Morgan Stanley mengusulkan agar BRIC menjadi BRICI dengan huruf “I” terakhir adalah Indonesia. Alasan nama Indonesia masuk karena lembaga investasi itu memperkirakan PDB negara ini bakal mencapai USD800 miliar dalam lima tahun mendatang. 

Di luar aspek ekonomi, yakni di bidang pertahanan, Indonesia di bawah pemerintahan Presiden SBY juga bertekad untuk menunjukkan kebolehan, tidak hanya dari segi jumlah dan kualitas alat utama sistem persenjataan (alutsista). Indonesia juga bertekad untuk menjadi negara dengan industri pertahanan yang tidak dipandang remeh. Upaya itu terus dilakukan dengan meningkatkan anggaran pertahanan. Pada tahun 2009, anggaran pertahanan Indonesia Rp33,67 triliun yang terus meningkat dan pada tahun 2012 sebesar Rp72,54 triliun, pada tahun 2013 akan menjadi Rp77 triliun. Kekuatan di bidang pertahanan ini ternyata turut memberikan sumbangan yang besar bagi pertumbuhan ekonomi. Pertahanan dan keamanan negara yang semakin kuat dapat menciptakan iklim usaha yang baik akan menjadi stimulus masuknya pemodal asing. Selain itu, jika Indonesia berhasil mengembangkan industri pertahanan, maka itu berarti memberikan pemasukan bagi keuangan negara. 

Tercatat Indonesia sudah memulai kerja sama jangka panjang di bidang pertahanan dengan sejumlah negara. Perusahaan BUMN di sektor strategis, seperti PT PAL, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia, juga semakin menunjukkan kinerja mereka. PT Pindad, misalnya, kebanjiran order dari negara tetangga Malaysia yang memesan panser Anoa. Belum lagi senjata serbu buatan perusahaan itu yang sudah teruji keandalannya dengan menjadi juara di sejumlah kejuaraan menembak. Dengan fakta-fakta itu, rasanya keinginan Indonesia untuk menjadi kekuatan global pada tahun 2025 tidak sulit terwujud. 

Namun, semua itu bisa dicapai bila seluruh elemen masyarakat, terutama para elite bangsa, memiliki visi yang sama, yakni sepakat menjadikan Indonesia bangsa yang besar. Seluruh elite politik harus bisa bersatu padu untuk menjadi contoh bagi rakyat bahwa mereka memiliki cita-cita yang sama membangun bangsa yang bermartabat. Para elite harus bergotong royong tanpa pamrih dan tanpa dilandasi kepentingan individu atau kelompok untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. 

Usulan Presiden SBY agar setiap akhir masa jabatan presiden dilakukan serah terima jabatan patut dipertimbangkan. Jabat tangan presiden dan mantan presiden pada serah terima jabatan itu akan memperlihatkan kepada rakyat bahwa tidak ada “dendam politik” di antara elite. Rakyat pun akan tergugah untuk bersama-sama pemimpinnya, meski tidak satu partai atau golongan, bahu-membahu membangun negeri ini. 

Kedamaian dalam konteks iklim investasi yang kondusif menjadi penting diciptakan di negara ini. Isu-isu seputar kudeta hendaknya dapat dikendalikan dengan baik karena isu-isu tadi tetap saja tidak produktif dan bahkan mengganggu ekspektasi dan iklim investasi yang sedang bagus-bagusnya. Isu tersebut pasti tidak baik untuk dunia usaha, dan tak nyaman bagi para investor. Oleh karena itu, kepada mereka yang mengaku sebagai bagian dari kalangan elit dan tokoh masyarakat hendaknya menampilkan sikap dan watak yang damai dan santun. Tidak boleh gegabah mengumbar kalimat-kalimat provokatif yang tidak produktif bagi bangsa ini. Kalau pun mereka tidak suka dengan pemerintahan sekarang ini, tetap mereka harus memberikan rasa respek atau hormat. 

Suka atau tidak suka, pemerintahan sekarang ini juga mampu menunjukkan kinerja di bidang ekonomi yang baik. Jadi, memberikan sedikit apresiasi dan respek kepada pemerintahan atas hasil kinerjanya itu tak akan merendahkan diri mereka. Ibarat gelas yang terisi setengah dan setengahnya kosong, janganlah dipandang Indonesia ini semata dari setengahnya yang kosong itu. Ini benar-benar sangat tidak adil, tidak objektif. 

Jadi masyarakat pun harus sportif melihat semua perkembangan yang terjadi. Sekali lagi, di bidang ekonomi, selain petumbuhan yang terus beranjak naik berkisar 6% setiap tahun, juga tercatat cukup banyak kemajuan di bidang ekonomi yang berhasil diraih. Investasi mengalir deras, kelas menengah tumbuh subur dan kini mencapai sekitar 60 juta orang, yang berarti sepuluh kali lipat dari penduduk Singapura yang berjumlah 5,7 juta orang. Mereka inilah mesin dan lokomotif ekonomi Indonesia di masa depan. Dengan tingkat pendapatan yang cukup tinggi, mereka adalah konsumen utama untuk produk-produk yang dihasilkan. Kemajuan Indonesia saat ini juga diakui dengan tulus oleh dunia internasional. 

Masuknya Indonesia dalam G-20 bukan hasil mengemis para pemimpin nasional ke negara-negara maju. Pengakuan dunia internasional atas kemajuan Indonesia juga terekspresi dari penilaian sejumlah lembaga pemeringkat yang memberikan status layak investasi (investment grade) pada negeri ini. Lantas, kalau dunia internasional mengakui kemajuan Indonesia, lalu mengapa ada sebagian elemen bangsa sendiri justru memandang itu semua dengan sebelah mata? Ke depan, dengan iklim demokrasi yang kian maju, ekonomi Indonesia pasti akan terus melaju. 

Kalau ada yang memprediksi Indonesia akan menjadi raksasa ekonomi nomor enam di dunia pada tahun 2030, itu bukan pepesan kosong belaka. Dengan dianugerahi wilayah yang begitu luas dan subur, kekayaan sumber daya alam yang melimpah, dan jumlah penduduk terbanyak nomor empat di dunia, impian raksasa ekonomi dunia bukan sesuatu yang tak bisa tercapai. Asalkan semua pihak menjaga momentum yang sudah dicapai selama ini. Semua itu mensyaratkan adanya persatuan dan kesatuan yang kuat di seluruh elemen bangsa ini. 


Business News