Sabtu, 23 Oktober 2010

KERLAP-KERLIP LAMPU

Sudah banyak yang mengulas kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tepat satu tahun di masa jabatan keduanya belum lama ini. Dan bisa dimaklumi kalau hampir semuanya menyuarakan kritik terhadap presiden kita yang terkenal karena selalu sibuk menjaga citra dirinya itu. Bahkan ketua umum Golkar Aburizal Bakrie, yang disebut-sebut sebagai calon tunggal partai untuk pilpres 2014, mengatakan di depan SBY kalau pencitraan dan perebutan pengaruh hanya “kerlap kerlip lampu” sesaat yang tidak membawa keuntungan permanen bagi bangsa (20/10).

Bicara statistik, memang Indonesia mencatat kemajuan yang terukur dan konsisten di bawah SBY. Sebut saja pertumbuhan ekonomi, volume ekspor, lapangan kerja, stabilitas nilai tukar rupiah dan sebagainya. Sebagai negara, Indonesia menjadi lebih baik di bawah SBY. Tetapi bagaimana dengan karakter bangsa ini yang tercermin dari perilaku dan pola pikir rakyatnya? Apakah SBY bisa memperbaiki Indonesia sebagai bangsa?

Justru menjelang dan di awal masa jabatan SBY yang kedua inilah kita disuguhi berita tanpa henti tentang perilaku buruk aparat dan pejabat negara, yang berdampak pada situasi seperti tanpa hukum dan membuat konflik dan kerusuhan gampang merebak di mana-mana.

Satu hal paling menonjol yang menimbulkan pandangan negatif adalah fakta bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi justru kocar-kacir di era SBY. Sekarang tinggal empat pemimpin di lembaga ini, dan dua diantaranya menghadapi prospek disidang oleh pengadilan dan karenanya akan terpaksa non-aktif dulu.

Kita ingat bagaimana Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto tahun lalu menjadi tersangka kriminal tidak lama setelah SBY berkunjung ke Mabes Polri. Kemudian setelah itu, Mahkamah Konstitusi membeberkan fakta bahwa kasus mereka berdua direkayasa, dan ada indikasi kuat keterlibatan petinggi di Kejagung dan Polri. Kalau tidak, Susno Duadji tidak akan dicopot sebagai kabareskrim dan wakil jaksa agung Abdul Hakim Ritonga tidak akan mengundurkan diri.

Lembaga-lembaga penegak hukum seperti dipermainkan untuk memojokkan KPK di bawah hidung SBY yang nyaris tanpa reaksi. Sikap presiden hanya berupa saran agar Chandra-Bibit tidak disidangkan, dan tidak ada komitmen untuk menyidik dugaan rekayasa oleh penegak hukum lain, karena rekomendasi dari tim pencari fakta juga berlalu seperti angin.

Kalau yang di atas bermain-main dengan hukum, yang di bawah ikut-ikutan. Di siang bolong di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dua kelompok geng bentrok dengan senjata api dan senjata tajam, padahal waktu itu ratusan polisi menjaga gedung pengadilan tetapi tidak ada yang mampu menghentikan bentrokan itu. Sekarang rasa hormat pada penegak hukum kian luntur. Pengguna jalan yang marah karena sering ditilang atau warga kampung yang tidak rela dengan tindakan polisi sekarang berani menyerbu pos-pos polisi dan mengamuk, seperti banyak kita dengar beritanya belakangan ini. Bukan main kondisi mental bangsa ini sekarang.

Setelah enam tahun berkuasa, SBY tidak bisa lagi diharapkan untuk terus berusaha menggambarkan dirinya sebagai presiden yang paling ganteng, paling merdu suaranya, paling romantis dengan lagu ciptaannya, paling santun, paling hormat pada sesama bahkan lawan politiknya. Cukup sudah dengan semua itu, karena kita sekarang justru menghendaki presiden yang berani, tegas dan galak terhadap pelanggar hukum, terhadap petinggi negara yang terus mempermainkan kekuasaan dan jabatan negara. Bukan seperti yang terjadi sekarang, KPK yang selalu menjadi andalan terakhir malahan tidak berdaya dan nyaris lumpuh, dan semakin nampak persaingan yang semula terselubung dengan polisi dan jaksa. Hal-hal seperti ini yang justru paling tidak diduga akan muncul di masa SBY, karena SBY pernah bersumpah “saya sendiri yang akan memimpin perang melawan korupsi.”

Peningkatan statistik yang juga tidak terlalu signifikan sama sekali tidak sebanding dengan merosotnya mental bangsa ini. Tidak ada rasa hormat antar sesama, hukum hanya menjadi alat kekuasaan, dan korupsi terus meraja-lela sementara KPK sudah terlalu kikuk untuk bergerak. Sungguh mengherankan kalau pemimpin kita masih punya waktu untuk membangun citra diri. Tinggal empat tahun lagi Pak.


Businessnews