Jumat, 12 November 2010

Masuknya BIRC ke struktur IMF

Pasca Summit para Menteri Keuangan anggota G 20 di Gyeongju, Korea Selatan. Maka spekulasi berakhir dan mereka menyampaikan Komunike bersama sebagai hasil pertemuan tersebut. Forum tahunan G 20 ini berhasil melahirkan kesimpulan yang hasilnya kira-kira dituangkan dalam bahasa: “The complete lack of agreement” diantara Menteri Keuangan G 20 khususnya tentang isu “crucial global governance”. Namun yang lebih penting adalah terjadinya reformasi di IMF yaitu dengan masuknya negara Brazil, India, Rusia, dan China (BIRC).

Perubahan itu adalah dalam hak suara dan kuota di lembaga IMF yang selama ini selalu menjadi tuntutan negara baru maju atau emerging market countries tepatnya negara BIRC tadi. Kendatipun kesepakatan ini sudah disampaikan sebagai hasil pertemuan G 20 tetapi jangan dulu berbangga karena menurut Managing Director IMF Dominique Strauss-Kahn keputusan ini harus diratifikasi oleh Dewan Eksekutif IMF yang menurut aturannya memiliki hak veto dan hak suara masing-masing, tetapi keputusan ini tidak akan mungkin lagi di veto, karena situasi ekonomi yang dihadapi masing-masing negara adikuasa ekonomi saat ini sangat mengkhawatirkan sehingga butuh dukungan negara BIRC.

Memang sebelum acara puncak di Gyeongju. Dimulai pemanasan dan usul-usul sesuai kepentingan masing-masing Negara khususnya Amerika dan China, di media dapat dikatakan “panas” khususnya pertarungan antara Dolar versus Yuan yang dijadikan kambing hitam sebagai penyebab surplus defisit kedua negara. Amerika menuduh China bermain melalui “regulated exchange rate” dengan membiarkan Yuan lemah terhadap Dolar sehingga barang-barang produk China sangat murah sehingga melahirkan surplus perdagangan China yang memang saat ini terbesar di dunia hampir mencapai USD3 triliun sedang defisit USA mencapai USD1,4 triliun. Sedangkan surat kabar China justru menuding ekonomi Amerika saat ini akan berantakan tanpa dukungan Yuan. Karena sumber dana untuk menutupi defisit USA itu adalah Yuan. Apakah Ted Geithner Menteri Keuangan Amerika benar dalam hal menuduh kurs Yuan menjadi penyebab krisis, bukan karena faktor sistem keuangannya yang tidak menyadari perubahan landscape keuangan internasional saat ini masih bisa diperdebatkan, dan ini bukan menjadi topik ulasan artikel ini. Yang akan menjadi sorotan kita adalah bagaimana IMF sebagai lembaga keuangan Internasional yang berfungsi semacan bank sentral dunia atau semacam last resortnya negara dalam menyelematkan ekonominya. Walaupun sebenarnya kelompok negara sosial dan berbagai bukti menyatakan justru IMF-lah menjadi sumber masalah. Reformasi di tubuh IMF menjadi salah satu keputusan penting dari pertemuan G 20 ini di Gyeongju, Korea Selatan. Apa dampak pertemuan ini pada peranan dan fungsi IMF nantinya dalam ekonomi dan keuangan global?

Pertama, Pembentukan “global financial safety net” sekaligus merevisi kebijakan kredit di IMF yang selama ini dituduh berprilaku sebagai “Economic Hit Man”.

Kedua, Melakukan restruktur atas hak voting di IMF.

Dengan keputusan ini akan diberikan kekuasaan sedikit ke ekonomi kekuatan baru (emerging economies), seperti China, India, Rusia, Brazil. Di mana pada tahun 2012 akan memiliki 6 % pangsa kuota. Selama ini dituduh IMF diatur Amerika namun dengan munculnya masalah ekonomi Amerika maka peranan Eropa mulai masuk dan peranan negara dengan kekuatan ekonomi baru BIRC walaupun harus puas dengan angka 6% tadi. Di samping hak voting itu kuota anggota dinaikkan dua kali lipat menjadi USD340 billiun. Untuk diketahui ada 3 hal yang ditentukan kuota tadi:

a. Menentukan kontribusi negara sebagai sumber dana,
b. Menentukan berapa dana pinjaman yang bisa diberikan kepada negara yang membutuhkan,
c. Hak suara yang diberikan kepada masing-masing negara yaitu 250 suara dasar dan ditambah dengan jumlah SDR (Special Drawing Right) yang dimiliki.

Ketiga, kekuasaan ini memang sangat berpengaruh dalam menentukan nasib ekonomi suatu negara yang memerlukan bantuan IMF. Kendatipun menurut normanya kuota tadi dianggap menggambarkan posisi suatu negara dalam ekonomi dunia yang ditentukan berdasarkan formula yang diambil dari GDP (rata-rata harga pasar dan tenaga beli parity tingkat kurs mata uangnya), keterbukaan, variabel ekonomi dan cadangan internasional. Walaupun ada formula pada hakekatnya yang menentukan adalah “kekuasaan dan lobby”.

Setiap keputusan di IMF minimal harus mencapai 85 % vote, Amerika sendiri sudah mengantongi 16,7 % dan bisa memveto keputusan IMF. Kendatipun sejak beberapa tahun lalu sudah ada reformasi di dalam misalnya dalam memberikan Managing Director ke Eropa namun proses seleksi tidak transparan dan tidak fair. Pada hakekatnya Amerika seperti biasa tetap pemenang dia hanya memberikan sedikit saja hak orang lain, hakikatnya dia yang monopoli kekuasaan di IMF. Kendatipun hak vote China meningkat sekarang menjadi 6,19 % naik dari 3,65% mendekati Jerman, France dan Britain. Sedangkan India akan berada di ranking ke-8, Russia ke-9 dan Brazil ke-10 dengan demikian negara BIRC memiliki votes total; (14.18 percent of IMF quotas). Sedangkan negara ekonomi baru seluruhnya termasuk Indonesia akan menguasa hak suara 42,29 %. Dengan keputusan restruktur ini maka banyak anggota yang akan duduk di berbagai Dewan akan diisi pendatang baru dan dari negara baru.

Setelah beberapa lama IMF lesu dan lemah tidak berwibawa terutama akibat krisis ekonomi dunia tahun 2008/2009, Akhirnya dapat juga disebut bahwa persetujuan Gyeongju ini akan membuat IMF: “more effective, credible and legitimate”.

Bisa juga begitu tetapi yang pasti seperti dikemukakan Strauss-Khan ini hasil “bersejarah” dan menghasilkan suatu keputusan penting sejak badan ini didirikan tahun 1944. Alasannya adalah dana semakin banyak, distribusi kekuasaan semakin diratakan kendatipun kekuasaan penuh tetap pada Amerika dan sekutunya. Dan jangan lupa Presiden IMF dan Bank Dunia adalah peserta ex-officio di semua pertemuan G20 dan IMF sebagai Sekjennya.


Businessnews