Kamis, 04 Oktober 2012

BERINVESTASI SECARA RASIONAL DAN SESUAI SELERA RISIKO

Modus penipuan berkedok investasi bodong yang menjanjikan keuntungan menggiurkan terus saja terjadi di negeri ini. Tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan sebagainya, namun juga sudah merambah ke kota-kota kecil. Dikabarkan telah terjadi aksi penipuan berkedok investasi yang memakan korban sebanyak 4.500 warga Kabupaten Wonosobo dan sekitarnya, yang memercayakan dana mereka di sebuah perseroan terbatas (sebut saja PT X). Konon Direktur Utama PT X yang menggondol dana nasabah hampir Rp104 miliar berhasil ditangkap. Orang ini terkesan sangat rapi dalam menjalankan perusahaannya, dengan membuatnya nampak lebih bonafid. Sesungguhnya PT X adalah perusahaan konsultan, dan tak memiliki izin perusahaan investasi. Jadi semacam perusahaan abal-abal. Perusahaan ini eksis beroperasi dari tahun 2010 hingga 2011. Pengelola menawarkan investasi dengan bunga 0,8% per hari atau 16% per bulan dari dana yang disetor. Nasabah bisa memilih kontrak investasi berjangka 3, 6, atau 9 bulan. Dengan investasi minimal Rp2,5 juta dijanjikan pula komisi bisa diambil harian, mingguan, atau bulanan. Semua penawaran menggiurkan ini tak pelak menarik minta warga untuk berinvestasi. PT X pun kebanjiran nasabah melalui 13 koordinator yang merupakan tokoh masyarakat. Tanpa pernah tahu istilah dan seluk beluk investasi dalam money trading, para investor dadakan ini benar-benar terbuai dengan janji-janji keuntungan besar yang ditawarkan. Apalagi PT X memberikan sertifikat sebagai bukti penyetoran dan kartu keanggotaan yang ditandatangani direktur utama. Seperti usaha-usaha investasi akal-akalan lain, pada mulanya pembayaran ke nasabah lancar-lancar saja. Namun memasuki bulan ketujuh pada Februari 2011, pembayaran komisi mulai macet. Rekening diblokir dan uang nasabah seratus miliar rupiah lebih digondol sang direktur utama. Petualang-petualang dunia keuangan seperti ini tampaknya selalu akan ada. Hal ini tak lepas dari keinginan masyarakat untuk memperoleh keuntungan yang cepat, besar dan tanpa susah payah. Janji keuntungan besar menjadi iming-iming yang di luar nalar sehat ternyata tetap saja manjur untuk memikat pemilik dana. Nasabah seolah tak peduli apakah ia memiliki informasi yang cukup atau tidak mengenai investasi jenis ini. Bagaimana pula bonafiditas perusahaan. Yang jadi perhatian, tanpa melakukan usaha apa pun, dananya bisa menjadi berlipat-lipat. Mereka tak mengukur risikonya seperti apa. Padahal, setiap jenis produk investasi tentu ada risiko. Kebanyakan dari mereka juga tidak tahu seberapa besar kemampuan mereka dalam mengantisipasi risiko kerugian atau malah kehilangan uang. Pastinya mereka tidak tahu persis risk appetite (selera risiko) mereka masing-masing. Pokoknya ada tawaran yang menggiurkan, tanpa pikir panjang, langsung dibeli. Yang mengenaskan, mereka tidak pernah memikirkan apakah imbal hasil yang diberikan itu masuk akal atau tidak. Mereka juga tidak berpikir, bagaimana pengelola dana publik itu memutar uangnya sehingga dapat memberikan keuntungan yang tidak wajar tadi. Terpikirkan pun tidak bagaimana perusahaan mengelola dana agar menghasilkan keuntungan lebih tinggi dari yang diberikan kepada para nasabah. Jika nasabah diberi bunga tinggi, maka dana harus diputar untuk usaha yang menghasilkan lebih tinggi. Nasabah perlu mempertanyakan usaha apa saja yang bisa memberikan keuntungan lebih dari 16% per bulan. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian para nasabah inilah yang menjadi celah masuknya para petualang keuangan untuk menggaet uang mereka. Jadi, siapa yang harus disalahkan? Pengelola dana atau pemilik dana? Itulah sebabnya kini terjadi pergeseran dimana orang-orang pintar yang menipu ini sekarang beroperasi ke kota-kota kecil yang masyarakatnya belum begitu paham seluk beluk investasi. Mereka mudah diakali dengan janji-janji setinggi langit yang memabukkan karena pada dasarnya sebagian orang semakin malas bekerja keras dan lebih memilih cara hidup instan. Para penipu tadi sulit beroperasi di kota-kota besar karena gerak gerik mereka sudah terendus oleh pihak berwajib. Di samping itu, masyarakat kota besar juga lebih kritis dan rasional dalam melakukan investasi. Pemberitaan yang gencar terkait aksi-aksi penipuan juga mereka lihat dan dengar sehingga mereka makin paham sehingga tidak mudah dikibuli. Para pemilik uang di kota-kota kecil ini jelas tak memiliki informasi tentang investasi keuangan yang menyeluruh, sehingga sangat mudah terjerat tipu daya. Investasi yang diharapkan menghasilkan uang lebih banyak ternyata berbuah ketidakberuntungan alia skerugian. Bahkan dimungkinkan investasi pokok mereka tak kembali. Celakanya, karena perseroan abal-abal ini tidak terdaftar di otoritas keuangan, menjadi sulit bagi otoritas keuangan untuk mengatur, memantau, mengawasi dan mengendalikannya. Operasional mereka memang di luar domain otoritas keuangan. Jadi, langkah yang bisa ditempuh oleh otoritas keuangan adalah mengajak lembaga-lembaga keuangan seperti perbankan untuk proaktif melakukan program edukasi kepada masyarakat di daerah-daerah mengenai seluk beluk investasi. Dalam konteks pendalaman pasar keuangan (financial deepening), tentu baik dan bermanfaat apabila program edukasi tadi dilakukan secara terarah dan sistematis. Terkait dengan program inklusi keuangan (financial inclusion), yang diterjemahkan dengan “produk keuangan untuk semua”, menjadi berarti dan bermanfaat program edukasi dilakukan hingga pelosok-pelosok daerah dimana sebagian besar orang belum tersentuh oleh layanan lembaga keuangan formal seperti perbankan. Konon sekitar 50% masyarakat daerah belum memiliki akses ke lembaga keuangan. Kelompok ini tergolong ke dalam kategori “unbanked society” yang sangat membutuhkan edukasi mengenai lembaga keuangan. Potensi penggalian dana di kelompok ini cukup besar dan dapat memperkuat likuiditas perbankan serta disalurkan dalam bentuk kredit untuk menggerakkan sektor riil. Tentu semua itu tidak bisa dibebankan hanya kepada otoritas keuangan seperti Bank Indonesia dan lembaga perbankan saja, melainkan juga harus melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam program edukasi keuangan dan investasi agar masyarakat semakin melek keuangan dan investasi. Ujung-ujungnya mereka tidak mudah tergiur denganm tawaran investasi yang aneh-aneh alias tidak masuk akal dan mereka terhindar dari kerugian. Business News