Rabu, 31 Desember 2008

Ekonomi Ponzi vs Ekonomi Nurani

Pada masyarakat yang sederhana, uang memiliki dua fungsi utama, sebagai satuan hitung (unit of account) dan perantara pertukaran (medium of exchange). Ketika masyarakat berkembang menjadi kompleks, uang memiliki fungsi tambahan, yaitu sebagai penghimpun nilai (store of value) dan simbol kekayaan (symbol of wealth).
Pada masyarakat dengan tingkat monetisasi yang tinggi-suatu ciri masyarakat modern-uang menjadi komoditas yang paling banyak diperdagangkan. Jadi telah terjadi pergeseran, uang yang semula merupakan alat pembayaran, telah menjadi objek yang diperdagangkan itu sendiri.
Pada masyarakat yang sederhana, orang berjual-beli untuk produk yang sederhana seperti tanah, rumah, atau ternak. Orang juga menyimpan uang dalam bentuk tunai di bawah kasur atau di kotak penyimpanan. Ketika masyarakat berkembang, pilihan-pilihan untuk menyimpan uang semakin bervariasi. Berbagai lembaga keuangan tumbuh untuk menghubungkan pihak yang memiliki uang berlebih dengan pihak yang membutuhkan lebih banyak uang.
Pokoknya, uang tidak boleh dibiarkan diam, karena dalam uang berlaku prinsip "a dollar today is worth more than a dollar tomorrow". Ekonomi modern tumbuh seiring dengan ledakan variasi dalam instrumen pembayaran dan investasi. Orang merasa ketinggalan zaman apabila belum bertransaksi menggunakan kartu kredit atau cek pelawat. Orang merasa terbelakang apabila dalam portofolio investasinya belum memasukkan komponen surat berharga.
Dan yang menarik, dalam investasi ini orang berlomba-lomba mendapat keuntungan yang paling tinggi. Prinsip yang berlaku adalah semakin tinggi risiko, semakin tinggi imbal hasil (high risk high returns). Roger Ibbotson, profesor ekonomi keuangan di Universitas Yale, memang rajin mempelajari tingkat imbal hasil berbagai pilihan investasi. Bila kita menempatkan satu dolar hari ini ke dalam ragam investasi seperti tanah, emas, deposito, obligasi dan saham, tingkat imbal hasil untuk saham dalam jangka panjang terbukti paling tinggi.
Dengan demikian, Ibbotson membuktikan diktum semakin tinggi tingkat risiko, semakin tinggi tingkat imbal hasil. Karena risiko merupakan fungsi dari ketidakpastian, dunia investasi sesungguhnya menjualbelikan ketidakpastian. Yang menarik, semakin tinggi ketidakpastian yang dijual, semakin besar harapan orang untuk menarik keuntungan darinya. Pada tahapan ini ekonomi bergerak menuju ekonomi kasino, yaitu ekonomi berbahan bakar naluri spekulasi.
Orang menyukai produk-produk sarat spekulasi karena beberapa hal. Pertama, produk-produk spekulasi bersifat homogen. Kalau kita beli kerbau, kita harus tahu spesifikasi teknis kerbau seperti jenis, berat, usia, kesehatan, dan sebagainya. Kalau kita beli tanah, kita harus tahu lokasi, lingkungan, kemudahan akses, dan seterusnya. Pada produk yang abstrak seperti surat surat berharga dan derivatif, yang perlu kita tahu hanya tingkat risiko dan harapan imbal hasilnya. Jadi, pilihan investasi dapat direduksi ke dalam dua parameter saja: risiko dan tingkat imbal hasil.
Kedua, produk-produk investasi modern yang sarat spekulasi bersifat "bebas dari selera" (taste independence). Lukisan karya Affandi bisa dinilai berbeda oleh orang dengan tingkat selera dan pemahaman estetik yang berbeda. Tapi surat berharga yang menjanjikan tingkat keuntungan lebih besar akan diburu oleh semua investor, tak peduli berapa usia dan asal-usulnya.
Ketiga, berbeda dengan produk nyata seperti tanah, emas, dan ternak, produk-produk investasi modern yang sarat spekulasi bersifat "bebas lokasi" (location independence). Kita sering tak bersedia membeli tanah murah yang letaknya jauh di pelosok, tetapi kita sering tak ragu-ragu untuk membeli reksa dana yang dikemas oleh lembaga keuangan seperti Lehman Brothers atau Citibank, yang kantor pusatnya tak pernah kita lihat. Ekonomi spekulasi rentan terhadap penipuan.
Kita berkali-kali menyaksikan hal ini. Berita terakhir (12/12/2008) adalah penipuan besar-besaran yang melibatkan dana investasi sekira USD50 miliar yang dilakukan mantan Ketua Nasdaq Bernard Madoff di Wall Street. Madoff menjanjikan keuntungan besar kepada para investor dengan skema Ponzi, yaitu membayar keuntungan tinggi untuk investor lama dengan menggunakan dana investasi yang masuk belakangan. Jadi investor yang untung adalah mereka yang ikut duluan.
Lebih gila lagi, sebagai orang dengan pengalaman panjang bermain-main dengan pasar investasi yang paling modern, Madoff beranggapan bahwa bisnis risiko adalah "a giant Ponzi scheme". Jadi, Madoff menilai pasar adalah ajang bagi mereka yang licik untuk mengelabui mereka yang naif. Semakin canggih kita mengemas produk, semakin canggih kita mengelabui regulasi, semakin kita berjaya. Singkatnya, pasar adalah arena kejahatan kerah putih (white-collar crime) yang terbuka lebar.
Sebentar lagi kita akan menutup tahun 2008 dengan kenangan tersendiri, karena inilah tahun yang penuh kisah paradoksal. Harga minyak dan sejumlah komoditas mencapai rekor harga tertinggi dan penurunan paling tajam sepanjang sejarah. Kapitalisasi pasar di bursa mengalami penurunan yang dahsyat.
Perusahaan-perusahaan yang semula menjadi simbol gengsi industri seperti General Motors dan Ford di Amerika Serikat, sempat goyah. Toyota Corporation, yang manajemen pabriknya dianggap terbaik di dunia, mencatat kerugian operasi pertama dalam 50 tahun terakhir. Sistem ekonomi kapitalisme global sedang menghadapi tantangan mahadasyat, yaitu mencari keseimbangan baru agar komponen nurani tidak terpingggirkan oleh naluri. (*)

PROF. HENDRAWAN SUPRATIKNO PH.D*
Guru Besar FE UKSW, Salatiga
Alumnus Tinbergen Institute, Belanda