Selasa, 25 Januari 2011

ANGKA KEMISKINAN DAN PUJIAN BANK DUNIA

Menarik mencermati polemik soal prestasi ekonomi Indonesia yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang kemudian mendapat respon “negatif” dari kalangan aktivis dengan mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan kebohongan di balik angka-angka yang disajikan.
Ada baiknya polemik itu ditelaah secara jernih dengan kepala dingin sehingga kita bisa mengambil intisari dan hikmahnya sekaligus. Mari simak sejenak polemik itu. Pemerintah SBY dituding berbohong dengan angka kemiskinan. Angka kemiskinan diklaim pemerintah turun dari 32,53 menjadi 31,02 juta orang. Satu setengah juta orang telah terentas dari kemiskinan.
Sontak penurunan angka kemiskinan ini menuai berbagai reaksi masyarakat yang dianggap jauh api dari panggang. Realitanya, masyarakat miskin bertambah banyak. Memang, angka kemiskinan akan mengalami dinamika dalam penafsiran.
Penafsiran angka kemiskinan akan sangat beragam sesuai sudut pandang (background) akademis, profesi dan pengetahuan pengguna data. Terlebih, jika sudah terjebak dalam “kontaminasi politik”, maka penafsiran akan menjadi jauh berbeda.
Cara Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan sudah sangat standar dan dilakukan banyak negara di dunia. Data kemiskinan yang dirilis BPS dihimpun dari 33 provinsi dengan mengerahkan 12 ribu petugas lapangan mitra independen BPS.
Hingga sangat sulit diterima, ada rekayasa di balik angka kemiskinan. Karena penduduk miskin masih 31,02 juta atau sekitar 13,3 persen dari penduduk Indonesia tentu masih mudah dijumpai orang-orang miskin itu.
Di sisi lain kita terkadang lupa merasakan denyut pengurangan kemiskinan. Misalkan makin panjang antrean masyarakat di berbagai daerah untuk ibadah haji, makin meningkatnya penjualan kendaraan dan mobil mewah.
Makin meningkatnya konsumsi barang-barang sekunder (handphone, televisi dan barang elektronik lain). Mencermati fenomena di atas marilah lebih arif dalam menerjemahkan angka kemiskinan dan memacu diri turut serta mengawal program perlindungan sosial yang digulirkan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Jadi, kepada para tokoh masyarakat janganlah menjadikan angka-angka ilmiah statistik menjadi konsumsi politik. Marilah kita beri kesempatan pemerintah agar masyarakat dapat menikmati kebutuhan dasarnya. Kasihan rakyat yang tidak tahu apa-apa sering dijadikan “komoditas politik” oleh segelintir elit politik.
Sejauh ini banyak kalangan ekonom memproyeksikan perekonomian Indonesia bakal mengalami pertumbuhan lebih baik dibanding negara Asia lain. Indonesia, bersama China dan India, terus memimpin pertumbuhan ekonomi kawasan. Perekonomian Indonesia didukung pasar domestik yang besar dan kemampuan mempertahankan ekspor.
Tingginya, permintaan pasar dalam negeri dan penduduk banyak ini salah satu faktor pendukung pertumbuhan. Semoga ekonomi Indonesia bisa terus tumbuh pada tahun-tahun selanjutnya. Indikator perekonomian naik itu antara lain belanja pemerintah masih cukup besar dan angka inflasi masih terkendali. Dana investasi asing diperkirakan meningkat tahun 2011.
Lonjakan kelas menengah Indonesia bisa diidentifikasi dari pola konsumsi mereka. Misal, masyarakat kelas menengah bawah sudah mampu mengangsur sepeda motor. Masyarakat kelas menengah, tengah memadati mal-mal dan membeli mobil dengan cc kecil.
Masyarakat kelas menengah-atas, mampu berobat dan menyekolahkan anak ke luar negeri, serta membeli mobil jenis sedan. Ini menunjukkan, ekonomi di Indonesia makin maju. Ini merupakan bukti, bertambahnya orang kaya di negeri ini.
Melihat fenomena besar ini, para pelaku bisnis baik dari dalam dan luar negeri telah mencermati sejak beberapa tahun lalu. Mereka sudah mempersiapkan strateji atas membesarnya kelas menengah Indonesia itu. Produsen mancanegara malah sudah banyak mengincar Indonesia sebagai pasar produk mereka dengan mengusung bendera globalisasi.
Memang kalau prestasi ekonomi itu lantas disandingkan dengan fakta bahwa ada sekian orang rakyat Indonesia masih berkekurangan dari segi papan, pangan, dan pendidikan, tentu kekurangan ini tidak boleh men-discourage keberhasilan yang sudah dicapai.
Sebagai perbandingan, perekonomian China tumbuh rata-rata 10 persen setiap tahunnya. Namun jumlah pengangguran di China tetap terbilang tinggi, berkisar 9,5 persen. Kenapa ini bisa terjadi? Karena memang hasil kebijakan pembangunan bidang ekonomi tidak serta merta bisa diserap atau dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara individual.
Jumlah penduduk China sekitar 1,6 miliar jiwa dengan jumlah usia kerja sekitar 800 juta jiwa, sementara angka pengangguran berkisar 80-90 juta orang. Inilah yang menjadi pemikiran pemerintah China bagaimana dapat memperluas daya serap hasil pembangunan ekonomi kepada seluruh warganya.
Bukti bahwa prestasi ekonomi Indonesia sudah berada pada jalur yang benar diakui oleh Bank Dunia. Lembaga internasional ini terus memuji Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi terus naik dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan dunia internasional mengakui, secara ekonomi Indonesia memang kuat.
Bank dunia mengakui, pertumbuhan ekonomi itu tidak lepas dari para investor. Sebagai bangsa Indonesia, kita harus bangga di tengah krisis global, kita dianggap sebagai negara tangguh dan selalu lepas dari jerat krisis. Semoga kedepan pemerintah melalui tim ekonomi terus bekerja keras, harus optimistis menatap kedepan harus lebih baik. Sehingga hasil pembangunan ekonomi makin tersebar merata dinikmati oleh seluruh rakyat di seluruh pelosok Tanah Air.


Businessnews