Senin, 31 Oktober 2011

Jurang Si Kaya dan Si Miskin Kian Lebar

Kekayaan total individu di Indonesia melonjak. Dalam kurun waktu 1,5 tahun, sejak Januari 2010 hingga Juni 2011, kenaikan kekayaan orang Indonesia mencapai US$420 miliar atau sekitar Rp3.738 triliun.

Namun cita-cita para pendiri bangsa bagi tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, sepertinya kian jauh panggang dari api. Indikator paling gamblang ialah jurang yang masih menganga antara si miskin dan si kaya di Republik ini.

Di atas kertas, ekonomi memang terus tumbuh dalam tiga tahun terakhir. Namun, pertumbuhan itu tidak menetes ke kelompok paling miskin di negeri ini yang berjumlah 31 juta orang.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,1% pada 2010 tidak disertai membaiknya tingkat pemerataan kesejahteraan rakyat. Itu disebabkan pertumbuhan lebih banyak diserap golongan menengah ke atas dan hampir tidak menyentuh masyarakat kalangan terbawah.

Situasi itu semakin diperburuk kenyataan bahwa yang lebih besar mendorong pertumbuhan adalah sektor telekomunikasi, transportasi, dan jasa keuangan. Sektor-sektor tersebut kurang menyerap tenaga kerja.

Pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor transportasi dan komunikasi yang mencapai 13,5%. Sektor industri pengolahan dan pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja hanya tumbuh masing-masing 4,5% dan 2,9%.

Dengan pertumbuhan ekonomi 6,1%, produk domestik bruto Rp6.422,9 triliun, dan 237 juta penduduk, pendapatan per kapita Indonesia pada 2010 mencapai US$3,004,9atau Rp27 juta. Jumlah itu meningkat 13% jika dibandingkan dengan pendapatan per kapita 2009 sebesar US$2,349,6 atau Rp23,9 juta.

Akan tetapi, dalam kenyataan, berapa banyak orang Indonesia yang berpenghasilan Rp27 juta per tahun atau sekitar Rp2,3 juta per bulan? Berbagai analis memperkirakan jumlahnya tidak sampai separuh penduduk Indonesia. Itu berarti lebih dari 100 juta jiwa rakyat di negeri ini berpenghasilan di bawah pendapatan per kapita.

Selama kebijakan yang bertentangan dengan upaya pengentasan orang miskin tidak dieliminasi, berapa pun dana diguyurkan untuk program antikemiskinan tidak akan banyak berarti. Contohnya, kebijakan liberalisasi perdagangan menyebabkan banjir barang impor di Tanah Air, yang ujung-ujungnya memukul mundur usaha kecil dan menengah. Padahal, usaha kecil dan menengah merupakan jantung usaha rakyat, yang menyerap hampir 90%, tenaga kerja.

Selain itu, pemangkasan subsidi yang sensitif bagi masyarakat, seperti bahan bakar minyak dan listrik, serta tidak adanya kebijakan harga pangan yang pro-petani, memberi pesan yang terang bahwa pemerintah tidak sedang memberantas kemiskinan. Pemerintah sedang mengejar target pertumbuhan walaupun dengan cara menentang upaya pemerataan.

Karena itu, sekadar membanggakan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang kian mendekati pencapaian pada era sebelum krisis, yaitu 7%, sama saja dengan mengingkari pemerataan kesejahteraan. Selama akar penyebab kesenjangan yang kian menganga tidak diatasi, pemerintah tetap saja menanam bom waktu yang berbahaya bagi masa depan bangsa.

Berbahaya karena meluasnya kemiskinan yang disertai pula dengan semakin melebarnya jurang si kaya dan si miskin tinggal menunggu pemicu untuk pecahnya revolusi sosial. Kini, dengan kenaikan itu, kekayaan total orang Indonesia di pertengahan 2011 mencapai US$1,8 triliun atau Rp16.000 triliun. Pertumbuhan kekayaan itu menjadikan Indonesia duduk pada urutan ke-14 negara kontributor tertinggi bagi pertumbuhan kekayaan global.

Fakta itu jelas mencengangkan. Bayangkan, pertumbuhan kekayaan orang Indonesia itu tertinggi di Asia Tenggara. Indonesia berada di atas Singapura, yang mencatat kenaikan kekayaan US$307 miliar. Padahal, realitas di lapangan berbicara lain.

Dalam peringatan dua tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, mahasiswa justru kembali turun ke jalan untuk menyatakan pemerintah gagal menyejahterakan rakyat.

Para tokoh agama juga menyampaikan keprihatinan karena kemiskinan kian mencekik rakyat. Lebih ironis lagi, ditengarai semakin banyak orang Indonesia yang sakit jiwa, bahkan bunuh diri akibat tekanan ekonomi.

Pada Maret 2011, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih 30,02 juta orang atau berkurang sekitar 1 juta orang ketimbang jumlah penduduk miskin pada Maret 2010, sebanyak 31,03 juta orang. Sepertinya fakta itu menggembirakan. Ternyata tidak. Jumlah penduduk hampir miskin pada 2011 justru meningkat sekitar 5 juta orang menjadi 36 juta.

Jadi, peningkatan kekayaan orang Indonesia cuma dinikmati segelintir orang. Jurang kaya dan miskin semakin menganga. Kue kekayaan seharusnya bisa turut dinikmati sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia. Sayang bahwa yang terjadi justru sebaliknya, yaitu lebih banyak orang kaya ditanggung negara dengan berbagai kemudahan dan kemewahan.

Untuk itu, diperlukan kebijakan negara yang mampu mengoreksi ketimpangan itu, termasuk pembasmian korupsi yang merajalela, dan penegakan hokum yang tak pandang bulu. Maukah dan mampukah SBY-Boediono? Rakyat menunggu dengan keraguan dan kegelisahan !


Sumber : Inilah.com