Rabu, 15 April 2009

Cabut Gigi Sendiri

Seorang anggota komunitas kami mempunyai gigi yang sangat buruk. Dia perlu mencabut beberapa giginya, tetapi dia lebih suka melakukannya tanpa dibius. Akhirnya, dia menemukan seorang ahli bedah gigi yang bersedia mencabut giginya tanpa pembiusan. Dia telah ke sana beberapa kali, dan tak ada masalah.

Membiarkan gigi dicabut tanpa pembiusan oleh dokter gigi mungkin lumayan mengesankan, tetapi tokoh kita ini ternyata lebih mengesankan lagi. Dia berani mencabut sendiri giginya tanpa pembiusan.

Kami melihatnya, di luar bengkel vihara, dengan sebuah tang biasa, dia memegang gigi segar yang baru dicabutnya dan masih berlumur darah. Tak masalah: dia membersihkan darah dari tang itu sebelum mengembalikannya ke bengkel.

Saya bertanya kepadanya bagaimana dia melakukan hal itu. Apa yang dia katakan memberikan satu contoh lagi tentang rasa sakit sebagai faktor utama dari rasa takut.

"Ketika saya memutuskan untuk mencabut sendiri gigi saya­—kok repot-repot ke dokter gigi segala—itu tidak menyakitkan. Ketika saya berjalan menuju bengkel, itu tidak menyakitkan. Saat saya mengambil tang, itu tidak menyakitkan. Ketika saya menjepit gigi dengan tang, itu masih tidak menyakitkan. Ketika saya menggeliatkan tang dan mencabut giginya, itu baru menyakitkan, tetapi cuma beberapa detik saja. Saat gigi sudah tercabut, tak ada lagi rasa sakitnya. Rasa sakitnya hanya lima detik saja. Itu saja kok."

Anda, para pembaca, mungkin akan meringis ketika membaca kisah nyata ini. Karena takut, barangkali Anda akan merasa lebih kesakitan ketimbang dia! Jika Anda mencoba cara yang sama, itu mungkin akan sangat menyakitkan, bahkan sebelum Anda mengambil tang dari bengkel. Antisipasi—rasa takut—adalah faktor utama dari rasa sakit.


Disadur dari buku : Membuka Pintu Hati - AJAHN BRAM