Rabu, 22 April 2009

Nikmat Di Lidah Membawa Petaka

Jumlah penderita kanker usus besar (kolon) di Indonesia terus meningkat. Menurut disertasi Murdani Abdullah, spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, awal April lalu, penderita kanker di sini memiliki karakteristik berbeda dengan kondisi di negara-negara lain. Hampir separuh penderita kanker kolon di Indonesia masih berusia muda dan bukan berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kanker.


Mega sudah bermusuhan dengan sayuran dan buah-buahan sejak kecil. Dia pernah membenci dua jenis makanan itu. ”Rasanya tidak enak sama sekali,” ujar perempuan yang kini sudah 62 tahun itu. Di luar dua makanan itu, dia tak punya pantangan. Semua makanan enak tak pernah dia lewatkan. Apalagi ibu dua anak ini tinggal di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang terkenal sebagai surga kuliner. ”Saya sekeluarga jarang sekali makan di rumah, lebih sering makan di luar,” katanya.

Keasyikan Mega berburu makanan harus berakhir. Pada akhir 2007, dokter menemukan tumor ganas di usus besarnya. Mega terkena kanker usus besar stadium tiga. ”Tanpa gejala, cuma sekali perdarahan,” katanya. Di sebuah rumah sakit di Singapura, ia pun harus merelakan 30 sentimeter ususnya dibuang.

Setelah pemotongan usus, hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat. Sayur dan buah jadi sahabat seja¬tinya. Segelas jus brokoli menjadi sarapan paginya. Jus wortel serta aneka sayur dan buah menjadi pengganjal perutnya. Daging panggang dan sate favoritnya kini tinggal kenangan. ”Syukur¬lah, anak-anak mulai mengikuti pola makan saya,” tuturnya.

Lewat Cancer Information Support Center—organisasi yang ¬mewadahi mantan penderita, relawan, pasien kanker, dan keluarganya—Mega giat menularkan kebiasaan hidup sehat ke masyarakat luas. Di organisasi itu, matanya terbuka, ternyata penderita kanker kolon lumayan banyak. ”Kami jadi saling menyemangati,” tutur Mega, yang setiap tiga bulan masih harus bolak-balik ke rumah sakit.


Kanker kolon menempati urutan keempat terbanyak di dunia. Di Asia, jumlah penderita penyakit ini meningkat pesat. Di Indonesia, tak jauh berbeda. Murdani Abdullah, spe¬sialis ¬penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengungkapkan usia pen¬derita kanker kolon di Indonesia juga semakin muda. Di Jakarta, misalnya, 48 persen pasien kanker usus besar berusia di bawah 45 tahun. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, belum lama ini malah sempat dirawat pasien kanker kolon berusia 19 tahun.


Padahal, di negara lain, termasuk Amerika Serikat, rata-rata pasien kanker kolon di atas 65 tahun. ”Pen¬derita di bawah 45 tahun cuma 2-8 persen,” tutur Murdani dalam disertasi¬nya, Jalur Inflamasi pada Karsinogenesis Kolorektal Sporadik di Indonesia, di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, awal April lalu.


Hal lain yang menarik, kebanyakan pasien kanker kolon di Indonesia tak punya riwayat keluarga penderita kanker. Pola makan masyarakat perkotaan, yang didominasi makanan tinggi lemak dan miskin serat, menjadi faktor pemicu utama. Menjamurnya restoran cepat saji juga kian memperparah pola makan orang Indonesia. Orang lebih memilih burger, ayam goreng, steik, atau pizza, ketimbang gado-gado.


Ari Fahrial Syam, ahli gastroentero¬logi dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menjelaskan terlalu banyak menyantap makanan cepat saji, yang umumnya mengandung lemak tinggi, memperlambat waktu transit makanan di organ pencernaan. Buang air besar jadi tidak lancar, konstipasi pun terjadi. Hal ini tak bisa dianggap sepele, karena bila terus dibiarkan bisa menyebabkan kanker kolon.


Kanker kolon terjadi akibat kontak antara sel dinding lapisan dalam usus besar dan zat karsinogenik, penyebab kanker. Sumbernya dapat berasal dari zat kimia dalam makanan (pengawet, pewarna, penguat rasa) ataupun secara alami terkandung dalam makanan (beberapa jenis jamur). Zat tersebut mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) dalam sel tubuh menjadi kanker.


Kontak antara sel tubuh dan zat karsinogenik memang tak selalu menjadi kanker. Sel ganas kanker baru terjadi jika faktor pemicu sukses membuat sebuah gen dalam inti sel bermutasi menjadi sel ganas yang terus berkembang. ”Semua tergantung kekebalan tubuh,” ujar Murdani. Makanan yang mengandung cukup protein, vitamin A, zat besi, dan zinc diyakini mampu menangkal karsinogen. Masalahnya, belum diketahui pasti sampai sejauh mana kemampuan tubuh menahan paparan zat pembentuk sel kanker ini.


”Karena kita tidak tahu mana makanan yang mengandung zat karsino¬genik dan yang tidak,” kata Ari. Untuk itu, menyantap buah dan sayuran yang kaya serat sangat dianjurkan. Se¬rat akan menyerap air serta zat karsinogenik dalam usus, sehingga memperbesar berat dan volume tinja. Hal ini akan meningkatkan gerak peristaltik usus mendorong tinja keluar, sehingga kontak dinding usus dengan zat karsinogenik makin singkat, dan tidak sempat mengubah sel menjadi ganas.


Tentu saja kebiasaan makan sayur dan buah ini harus diimbangi gaya hidup sehat: rajin olah raga, banyak minum, dan tidak merokok. Kalau tidak, tetap saja kanker kolon bisa mampir. Tengok saja pengalaman Albert Charles Sompie. Lelaki 50 tahun ini tak menyangka bakal terkena kanker kolon. Sejak muda dia sangat memperhatikan makanan: banyak sayuran dan buah-buahan. Dia juga rutin berolah- raga. Maklum, lelaki yang akrab disapa Berthie itu sempat jadi atlet nasional sofbol hingga 1996.


Sayangnya, Berthie cinta berat rokok. ”Satu hari bisa sampai 60 batang,” ujarnya. Ketika pada 2005 dia divonis terkena kanker paru, dia cuma bisa pasrah. Setahun kemudian, sebagian paru kanan bagian atasnya dibuang. Dua bulan sesudah operasi, sewaktu dalam proses pemulihan, mendadak perutnya melilit tak keruan, sakit bukan main. Lewat pemeriksaan dengan ¬ultrasonografi, ketahuan dia mengidap kanker kolon.


Tumor ganas tumbuh hampir menutup usus besar—diameter kolon bisa sampai tujuh sentimeter. Tak ada pilihan, dua hari kemudian tumor itu diangkat dan usus Berthie sepanjang 50 sentimeter ikut dibuang. ”Saya sampai tak punya waktu untuk berpikir,” katanya. Dia juga baru tahu ternyata asap rokok tak cuma menggerus parunya, tapi juga ususnya. Sejak itu, rokok jadi musuh sejatinya.


”Zat nitrosamin pencetus kanker dalam asap rokok membuat usus me¬ra¬dang,” tutur Ari. Selama ini, banyak yang mengira rokok cuma membahayakan paru dan jantung. Pola makan buruk dan kebiasaan merokok menjadi kom¬binasi sempurna mengundang kanker kolon. Nah, bagi mereka yang punya ke¬biasaan seperti ini, jangan ragu-ragu me¬lakukan pemeriksaan. Semakin dini kan¬ker terdeteksi, kesempatan hidup ma¬kin terbuka lebar. Kalaupun kanker sudah parah, lewat sejumlah terapi seperti kemoterapi, radiasi, dan opera¬si, harapan sembuh tetap terbuka. Seper¬ti kata Mega, ”Kanker bukan akhir segalanya.”


Nunuy Nurhayati


Proses Menjadi Kanker Kolon


1. Dalam sistem pencernaan (mulut, lambung, usus halus, usus dua belas jari, dan usus besar), en¬zim pencernaan dan aktivitas flora usus mengubah zat pemicu kanker yang mungkin terkandung dalam makanan menjadi senyawa karsinogen.


2. Senyawa karsinogen itu terus terbawa sampai usus besar bercampur dengan sisa-sisa makanan membentuk feses.


3. Makanan tinggi lemak dan sedikit serat membuat feses kecil-kecil dan keras karena tak mampu menyerap banyak cairan. Konsentrasi senyawa karsinogen lebih pekat.


4. Kontraksi usus besar terganggu sehingga feses lebih lama mengendap di usus besar. Buang air besar jarang dan susah. Dinding usus gampang terluka atau muncul benjolan kecil (polip).

5. Luka dan benjolan di din¬ding usus besar yang terus-menerus terpapar senyawa karsinogenik memicu tumbuhnya sel kanker.


6. Kanker kolon mulai berkembang pada mukosa (lapisan permukaan dalam usus), menembus dinding usus, meluas ke jaringan sekitarnya, lalu menyebar jauh melalui saluran getah bening dan pembuluh darah.


7. Terbentuk benjolan (tumor) di kanan atau kiri dinding usus besar.


Stadium 1
Sel kanker tumbuh di mukosa.


Stadium 2
Sel kanker menembus lapisan otot usus besar.


Stadium 3
Sel kanker menyebar ke kelenjar getah bening.


Stadium 4
Sel kanker menyebar hingga organ-organ lain, terutama hati dan paru-paru.
Pemicu Kanker Kolon


Selain gaya hidup dan pola makan tak sehat, ada beberapa faktor lain penyebab kanker kolon:
Polip pada kolon, khususnya jenis adenomatosa.


Riwayat kanker. Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap kanker kolon berisiko mengidap kanker kolon di kemudian hari.


Genetis: mengidap penyakit FAP (familial adenomatous polyposis), polip adenomatosa yang terjadi dalam keluarga, HNPCC (hereditary non-polyposis colorectal cancer), kanker usus besar bukan polip yang menurun dalam keluarga.


Pengidap radang kolon yang tidak diobati.


Infeksi virus. Virus tertentu seperti HPV (human papilloma virus) turut andil dalam terjadinya kanker kolon.



Nunuy Nurhayati
Sumber : MBM Tempo