Senin, 25 Januari 2010

Menimbang Prospek Emisi Saham Di Tahun 2010

Perkembangan makroekonomi yang stabil dalam dua tahun terakhir ini akan memberikan sentimen positif bagi kehidupan pasar modal Indonesia. Kini muncul perkiraan optimistis bahwa emisi saham bakal kembali meningkat pada tahun 2010, dipicu proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik sebesar 5,5% dan optimisme terhadap pemulihan global.

Adanya rencana penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga bisa menjadi stimulus bagi perusahaan lain untuk melepas sahamnya ke publik. Apabila kondisi perekonomian sesuai seperti harapan, maka pasar juga akan semarak. Ini akan memicu perusahaan-perusahaan untuk melakukan IPO.

Selain optimisme global, faktor yang akan memengaruhi penerbitan saham adalah tingkat suku bunga, harga komoditas, tingkat inflasi serta suhu politik dalam negeri. Kalau suku bunga bisa bertahan di level seperti saat ini dan harga komoditas stabil, maka inflasi juga bakal terkendali. Ini menjadi kondisi yang sangat baik. Bisa saja nilai emisi saham perdana dan rights issue (penerbitan saham baru secara terbatas) mencapai hasil seperti pada tahun 2008. Namun, kembali lagi, hal itu bergantung kondisi pasar.
Melihat kondisi pasar di tahun 2009 yang sangat baik, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik hingga 86%, diperkirakan IPO dan penawaran umum terbatas (rights issue) kembali marak pada tahun 2010. Kalangan regulator bursa saham juga optimistis, kegagalan mencapai target emiten tidak terulang pada tahun 2010.
Untuk tahun ini, BEI menargetkan 25 perusahaan melantai di bursa. Pencapaian emiten baru tahun lalu memang di bawah target yang ditetapkan. Itu tidak lepas dari kondisi global yang masih belum sepenuhnya pulih. Namun, tahun 2010, optimistis akan lebih baik.
Sejumlah perusahaan yang sudah mengumumkan rencana IPO pada tahun 2010 adalah PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Garuda Indonesia, dan juga PT Krakatau Steel (KS). Nilai emisi dari tiga BUMN itu diperkirakan mencapai Rp7,2 triliun. Rinciannya PP sebesar Rp1,5 triliun, Garuda Rp4 triliun dan KS sekitar Rp1,6 triliun.
Sementara itu, banyak emiten yang siap melakukan rights issue pada tahun depan. Dikabarkan hampir seluruh perusahaan dalam kelompok usaha Bakrie, termasuk juga induk perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR), berencana melakukan rights issue. Mereka adalah PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) dan PT Darma Henwa Tbk (DEWA) dengan nilai total mencapai Rp10 triliun. Perusahaan lain, yang juga memastikan langkah rights issue tahun depan adalah PT Bukit Sentul Tbk (BKSL) dengan nilai Rp1,5 triliun.
Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), emisi saham perdana tahun lalu hanya mencapai Rp3,72 triliun dari 13 perusahaan. Angka ini anjlok 84,7% dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp24,38 triliun.
Sementara emisi rights issue turun 80,5% menjadi Rp10,8 triliun dibandingkan tahun 2008 yang mencapai Rp55,46 triliun. Di lain sisi, nilai emisi obligasi melonjak 99,3% mencapai Rp25,63 triliun dari tahun lalu Rp12,86 triliun. Maraknya penerbitan obligasi dipicu penurunan suku bunga yang cukup signifkan sepanjang tahun ini, yang mencapai 300 basis poin.
Pada tahun 2010 ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengharapkan akan banyak perusahaan-perusahaan dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dapat melantai di BEI melalui mekanisme penerbitan saham umum perdana (Initial Public Offering/IPO). Di mata mereka, BUMN sebagai perusahaan besar diharapkan bisa jadi motor kenaikan saham di BEI.
Emiten BUMN selain bisa menggerakkan bursa juga dapat membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, sayangnya, jumlah privatisasi yang dilakukan sejumlah perusahaan pelat merah itu selama ini sangat minim, yakni hanya 15 BUMN.
Faktor kekhawatiran pemerintah yang akan kehilangan penerimaan negara disinyalir menjadi kendala utama melantainya perusahaan BUMN di pasar modal. Jadi ada kecenderungan pemerintah berpikir kalau sahamnya terdilusi maka penerimaan ke negara berkurang.
Padahal, dengan menjadi perusahaan publik, maka BUMN akan menjadi semakin transparan dan asetnya dapat meningkat tajam karena earning profit-nya terdongkrak. Umpamanya yang terjadi di Telkom, di mana ketika pertama kali melantai di bursa nilai saham pemerintah hanya Rp20 triliun dan sekarang naik menjadi Rp90 triliun.
Sebagaimana diketahui, pada tahun depan akan ada beberapa BUMN yang listing di bursa, yaitu PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Krakatau Steel (KS), PT Garuda Indonesia, PT Perkebunan Nusantara III, IV, dan VII, dan PT Waskita Karya. Regulator bursa berharap akan ada 100 BUMN mau melakukan IPO. Sehingga target kapitalisasi pasar Rp3.000 triliun pada tahun 2012 dapat tercapai.
Sementara itu, pada tahun depan BEI menargetkan akan ada 25 perusahaan yang listing lagi. BEI juga mengharapkan perusahaan pertambangan yang dimiliki asing seperti Freeport Indonesia dan Newmont Mining juga dapat bergabung di tahun depan karena Indonesia kaya sumber daya alam dan energi. Di mana, banyak perusahaan yang bergerak di sektor itu, tetapi jumlah perusahaan yang listing sedikit.
Penambahan perusahaan di lantai bursa penting agar pasar saham Indonesia tidak bubble, sehingga harga saham di Indonesia tidak akan lebih mahal dibanding harga saham negara lain. Bubble ini akan terjadi, kalau bursa naik tanpa ada penambahan emiten. Dengan kata lain, kenaikan harga saham itu tanpa didukung fundamental.
Sebelumnya, pada tahun lalu BEI menargetkan akan ada 15 emiten baru yang melantai di bursa. Namun nyatanya hanya diperoleh 13 emiten.
Dengan prospek saham ke depan diperkirakan lebih baik, maka akan banyak emiten baru melantai di bursa untuk menjaring dana publik guna menunjang kegiatan operasional dan investasi mereka. Apalagi sejumlah komoditas berhasil mencetak rekor harga tertingginya sepanjang tahun 2009 seiring terus meningkatnya permintaan dan tanda-tanda pemulihan ekonomi. Empat komoditas yang menjadi juara adalah harga minyak, emas, tembaga dan gula.
Harga minyak dan emas berhasil mencetak harga tertingginya sepanjang tahun 2009, sementara tembaga dan gula melonjak tajam. Pendek kata, tahun 2009 telah menjadi tahun rollercoaster untuk kebanyakan harga emas, dengan tembaga, gula, dan minyak light mencatat kinerja yang sangat baik. Tembaga dan gula mentah secara jelas mencetak kenaikan besar, di mana harga kedua komoditas itu berhasil naik hingga dua kali lipat dari titik terendahnya pada awal tahun lalu.
Stimulus finansial China yang sangat besar secara jelas memberikan keuntungan pada material-material yang berhubungan dengan ekspansi infrastruktur dan pertumbuhan industri. Permintaan dari negara-negara industri utama telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan ekonomi yang signifikan dan berkesinambungan. Data akhir tahun lalu, terutama dari AS, secara jelas membesarkan hati karena proyeksi permintaan ekpsor akan membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia.


BusinessNews