Senin, 26 September 2011

Ekonomi Indonesia : Bagus Karena Kegagalan

ADB minggu lalu mengeluarkan hasil research paling anyar. Dari semua negara di Asia, hanya Indonesia yang bakal naik kinerja ekonominya, sementara yang lain dipotong sebesar 0,02%. Indonesia katanya bakal ngebut dengan pertumbuhan 6,7% dari perkiraan semula 6,5%.

Hasil rekaan ADB jelas menggembirakan kita semua. Prestasi yang membanggakan, apalagi hal ini tercapai saat perekonomian global sedang digoyang krisis keuangan dari Amerika sampai ke Eropa.

Ada beberapa hal yang katanya merupakan alasan mengapa Indonesia “imun” dari goyangan krisis yang melanda dunia. Pertama, Indonesia hanya mempunyai porsi yang relatif kecil dari sisi perdagangan internasional (ekspor dan impor barang dan jasa), hanya sekitar 26% dari total PDB, sedangkan negara-negara lain porsinya di atas itu. Akibatnya, jika permintaan atas ekspor Indonesia menurun, tidak terlalu memukul perekonomian dalam negeri dibanding negara lain.

Kedua, Indonesia mempunyai exposure yang rendah terhadap utang luar negeri, baik utang sove­reign maupun utang swasta dalam bentuk US dolar. Berita di Bloomberg, Indonesia masuk negara paling rendah posisi utangnya dibanding negara tetangga. Ini hal yang penting, karena efek contagion dari persoalan likuiditas jadi terbatas terhadap Indonesia. Di dalam negeri sendiri, banyak analis keuangan pasar modal melaporkan dana internal masih mendominasi sumber ekspansi perusahaan di Indonesia.

Ketiga, sumber kekuatan ekonomi masih didominasi oleh belanja konsumen. Sekitar 60% belanja nasional dikuasai oleh konsumen ketimbang negara, investasi dan net trade. Beberapa survei keyakinan konsumen oleh Bank Indonesia dan Danareksa Research Institute masih menunjukkan tren yang baik, artinya konsumen Indonesia masih yakin akan masa depan mereka, baik dari sisi pekerjaan dan pendapatan, sehingga mereka belum menahan diri untuk tetap belanja barang dan jasa.

Keempat, Indonesia dianggap masih mempunyai anggaran cadangan untuk melakukan kebijakan stimulus fiskal melawan tren penurunan kinerja ekonomi akibat krisis global. Sumber utamanya adalah sisa anggaran negara yang tidak terpakai di periode sebelumnya, dan masih rendahnya belanja negara tahun ini, di bawah 50% dari target. Sehingga kalau ada tanda-tanda perlambatan, peme­rintah tinggal menggenjot belanja negara secara kilat.

Kelima, Indonesia dianggap sudah mempu­nyai pengalaman dalam mengatasi krisis keuangan dan ekonomi dibanding negara lain.

Mungkin tidak banyak pengamat yang bisa menyanggah mengkilatnya kinerja ekonomi Indonesia. Kelima alasan di atas sangat valid dalam me­nerangkan kinerja ekonomi, apalagi tidak ada gangguan politik yang cukup berarti di dalam negeri.
Hanya saja, kita mungkin luput melihat bahwa hampir 80% keberhasilan perekonomian Indonesia didasarkan tren jangka pendek, sangat tidak cukup untuk menjaga kinerja jangka panjang.

Dua alasan pertama (rendahnya perdagangan internasional dan utang) sebetulnya menunjukkan Indonesia terisolasi dari perekonomian dunia. Kalau ekonomi global mulai bergerak, kenaikan ekspor Indonesia juga akan terbatas. Jika ekonomi dunia mulai menggeliat, perusahaan dalam negeri tetap hanya mempunyai akses terbatas atas kredit investasi dan modal kerja di luar negeri. Artinya, kita akan ketinggalan dibanding negara tetangga dalam melalukan ekspansi.

Selain itu, rendahnya exposure Indonesia atas utang luar negeri sebetulnya bisa dilihat dari kacamata lain. Indonesia gagal meyakinkan perbankan luar negeri untuk memberikan kredit ke para pelaku ekonomi di Indonesia.

Kenaikan konsumsi yang mendominasi perekonomian kebanyakan distimulasi oleh kredit konsumsi. Jika pertumbuhan kredit konsumsi lebih tinggi dari kredit investasi, pergerakan perekonomian hanya bisa bertahan dalam jangka pendek. Jangan lupa, perbankan Indonesia sudah mengalami masa sulit yang cukup lama meningkatkan pertumbuhan kredit walau dalam keadaan ekonomi normal. Sekali lagi saat konjungtur ekonomi global sudah mulai meningkat, belanja konsumen tidak akan cukup mendorong ekonomi nasional.

Dana cadangan yang tersedia sebetulnya bisa disebut kegagalan pemerintah dalam melaksanakan tugas belanja negara, dan kegagalan ini sudah terjadi puluhan tahun. Rendahnya penyerapan belanja negara sudah menjadi isu rutin dalam rapat Kabinet SBY. Nah yang hebat, kegagalan itu sekarang menjadi sesuatu yang baik karena akan membantu Indonesia melawan kelesuan ekonomi dunia.

Tanpa ada maksud menurunkan kebanggaan atas kinerja ekonomi Indonesia saat ini, janganlah kita lupa keberhasilan ini sebetulnya disebabkan karena kegagalan dan kelemahan yang terjadi di Indonesia. Aneh? Tetapi itu kenyataannya.
Walaupun begitu, prestasi sekarang seharusnya menjadi kesempatan untuk memperbaiki kegagalan dan kelamahan yang lalu, biar kita tidak lagi ke­tinggalan kereta.


Businessnews