Selasa, 01 September 2009

Introspeksi Diri

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

Tak terasa tahun demi tahun, hari demi hari dan bulan demi bulan terus berganti, semua itu telah kita lewati bersama. Banyak kenangan yang telah kita lakukan bersama, yang mungkin tak dapat kita lupakan. Tahun, hari dan bulan yang selalu berganti merupakan suatu momen yang telah ditunggu banyak orang, karena hari yang baru bisa merubah suasana yang baru didalam kehidupan kita.
Misalnya; tahun baru, hari ulang tahun, bulan kemenangan, yang kadang-kadang kita ingin merayakan dengan meriah, pesta-pesta dengan teman-teman agar dicap sebagai orang modern, atau biar dianggap sebagai orang yang tidak ketinggalan jaman atau kampungan. Bahkan ada yang punya persepsi pada tahun, hari, bulan-bulan tertentu semuanya harus baru, mulai dari pakaian, makanan hingga pacar dan yang lebih parah lagi istri juga tidak mau ketinggalan. Sesungguhnya kita disaat-saat itu perlu merenungkan kegiatan-kegiatan, yang telah kita kerjakan selama ini. Apakah sudah sesuai Dhamma atau belum?

Segala sesuatu akan segera berubah

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa segala sesuatu akan mengalami perubahan atau mengalami ketidakkekalan, demikian pula diri kita juga tidak bisa terlepas dari perubahan. Misalnya; yang sering terjadi, dulunya mungkin kita baik terhadap seseorang, selalu welcome terhadap mereka, tapi pada akhirnya tidak menutup kemungkinan diri kita bisa menjadi benci, tidak suka, jengkel, bahkan ingin mengusir mereka dari dalam dari kehidupan kita.
Delapan kondisi dunia memang selalu mempengaruhi dan itu semua tidak bisa kita hindari dari dalam kehidupan kita, suka dan tidak suka, bahagai dan menderita, selalu mempengaruhi kehidupan kita semua. Perubahan demi perubahan ini disebabkan kamma-kamma kita yang pernah kita perbuat, yang telah memulai berbuah, kitalah yang bertanggungjawab atas semua itu.
Jangankan kita, kondisi disekitar kita aja bisa berubah setiap saat. Misalnya; lampu, yang dulunya pakai lampu minyak tapi sekarang kita pakai listrik, dan tadinya kita pakai mesin ketik sekarang kita pakai computer bahkan sudah pakai jaringan untuk bisa berkomunkasi melalui internet. Ini merupakan bukti bahwa segala sesuatu mengalami perubahan.
Janganlah kita selalu membiarkan diri kita terjebak didalam keegoisan kita sendiri, dan janganlah kita selalu memanjakan diri kita secara berlebihan, yang hanya mengakui kebaikan atas diri kita sendiri tetapi tidak pernah mengakui kesalahan atas diri kita, dan bahkan yang lebih ironis lagi, kita hanya menyalahkan orang lain atas kegagalan atau kesalahan diri kita. Batin dan moral kita juga memerlukan perubahan, perkembangan dan perlu ditumbuhkembangkan setiap saatnya.
Badan kita akan hancur tetapi batin kita, sebelum mencapai kebebasan atau merealisasi kebahagiaan, akan melanjutkan proses kealam-alam berikutnya lagi sesuai dengan perbuatan kita sendiri. Selalu berbuat jahat akan mengalami penderitaan, selalu berbuat baik akan merasakan kebahagiaan. Jika kita hanya egois akan badan jasmani ini saja, yang tidak mau disalahkan tapi mau yang benar saja, bagaimana kita akan mendapatkan kebahagiaan didalam kehidupan saat ini dan berikutnya.
Semua orang mengharapakan kebahagiaan, termasuk penyaji sendiri, tetapi kebahagiaan yang kita cari pastilah ada perbedaan. Ada yang berbahagia atas penderitaan orang lain, ada pula yang bahagia ketika mereka menyalahkan dan mencari kesalahan orang lain karena mereka menganggap bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah sesuatu yang paling benar dan sesuai dengan ajaran Buddha.
Tetapi ternyata Buddha tidak pernah dan tidak akan pernah mengajarkan umatnya untuk mencari kesalahan orang lain atas kegagalan-kegagalan mereka sendiri. Sangat ironis sekali, jika kita hanya selalu mengutamakan sikap yang tidak terpuji tersebut, sekalipun kita setiap saat kita selalu hadir ditempat ibadah atau tempat-tempat yang disucikan, tetapi kita belum bisa mengintropeksi diri kita dengan kesadaran , maka kita akan terus diperbudak oleh kebodohan – kebodohan kita sendiri.
Disinilah kadang kita bisa tertipu oleh mata jasmani, yang selalu memandang segala sesuatunya dari sisi negatif saja, bukan dari sudut pandang yang positif. Alangkah baiknya kita merenungkan perbuatan-perbuatan kita sendiri daripada merenungkan perbuatan orang lain, karena perbuatan kita masih banyak kekurangannya tetapi dengan melihat dan memahami kenyataan saat ini kita akan mengaplikasikan perbuatan-perbuatan yang bisa memberikan kontibusi yang baik serta bermanfaat, dan yang bisa membawa kita keperealisasian Dhamma.

Pentingnya disiplin moral

Seorang yang kehilangan nafas (alias meninggal dunia), kehilangan materi adalah sesuatu yang menakutkan, tetapi seorang yang kehilangan moral itu sangat menakutkan sekali, ini adalah Dhamma. Tetapi sangat berbeda dengan kondisi sekarang, karena orang yang kehilangan moral sampai 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun bahkan lebih mereka tidak pernah takut, tetapi seorang yang kehilangan Hp (Mobilephone) 1 menit saja, mereka sudah merasa sangat ketakutan sekali. Mereka menganggap Hp atau materi yang lain adalah sesuatu yang sangat berharga ketimbang moralitas yang hilang.
Kita, yang kehilangan moralitas, adalah orang-orang yang telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga sekali didalam hidup kita, sudah barang tentu bagi mereka yang ingin menjadi orang baik. Oleh karena itu, sangatlah penting kita selalu menjaga kedisiplinan moral, agar bisa tetap eksis didalam kehidupan kita. Dengan menjaga moralitas, maka kita akan tetap bisa bergaul dengan semua golongan.
Karena adanya kedisiplinan moral yang tinggi, sesuatu yang kita kerjakan dalam seharian, akan sesuai dengan Dhamma, dengan demikian segala sesuatu yang kita lakukan akan penuh perhatian. Berikanlah batin kita makanan yang bermanfaat dan berguna serta bisa menjadi teladan bagi diri sendiri dan orang lain. Dhamma harus kita gali sebanyak-banyak agar kita bisa menjadi orang yang benar, orang yang menjadi teladan bagi masyarakat, yang bisa memberikan kontribusi dengan baik.
So, sudah saatnya kita mempraktekkan Dhamma, menjadikan Dhamma sebagai pegangan hidup, sehingga kita akan mendapatkan sesuatu yang berharga didalam kehidupan kita, dan makluk lain juga akan turut berbahagia. Kadang-kadang kita ingin berubah tetapi sering muncul berbagai kendala misalnya; kemalasan, keragu-raguan dan lain sebagainya. Memang dalam realitanya kendala itu merupakan suatu rintangan yang perlu kita sadari dan perlu kita atasi bukan harus lari darinya.
Rasa malas adalah salah satu benturan yang sangat kuat didalam keseharian kita. Sebetulnya, menghilangkan rasa malas bukanlah sesuatu yang sangat sulit, dan bukan pula susuatu yang sangat mudah. Semua itu membutuhkan semangat dan tekad kita, dan yang paling penting adalah kesabaran kita. Ketika kita sabar dalam menghadapi segala sesuatu maka kita yakin apa yang menjadi target kita akan tercapai. Asalkan kita mau menyadari dan merenungkan bahwa diri kita adalah manusia biasa.
Tetapi apakah kita pernah merenungkan bahwa kita adalah manusia? Jawabannya hanya ada didalam diri kita masing-masing. Disinilah pentingnya kita menerapkan suatu motivasi yang sangat luar biasa, yang bisa mendorong agar diri kita bisa menerapkan apa yang seharusnya diterapkan. Sebetulnya semua orang mempunyai motivasi, hanya saja kita sendiri yang tidak mau tahu, dan bahkan kita tidak mau tahu.
Apabila setiap orang bisa mengetahui motivasi yang ada, maka orang tersebut akan menjadi kuat dalam menghadapi benturan-benturan dan menjadi teguh dalam kehidupannya, dan mereka akan berangsur-angsur menjadi orang yang baik. Seseorang yang menjadi baik atau tidak, tergantung pada diri sendiri bukan pada diri orang lain. Diri kitalah yang membuat suci atau tidak suci atas diri kita sendiri.
Contoh konkretnya ada pada diri Bhante Ananda, Pendamping Buddha atau Buddha Uppatakkha, yang selalu mendampingi Buddha kemana Beliau pergi. Tetapi Bhante Ananda tidak bisa merealisasi tingkat kesucian tertinggi ketika Buddha parinibbana. Mengapa kesucian arahat, beliau realisasi setelah Buddha Parinibbana? Disini Nampak dengan jelas bahwa tingkat kesucian bhante Ananda adalah hasil usaha beliau sendiri, bukan karena Buddha beliau dapat merealisasi Nibbana. Demikian juga atas diri kita, semua tergantung atas diri kita, kitalah penentu diri kita. So, kita harus berani mengubah tindakan-tindakan kita dan berusaha dengan penuh semangat menerapkan Sila (moralitas) sebagai dorongan batin kita.

Tumbuhkan Metta didalam Diri kita

Metta adalah cinta kasih yang universal, cinta yang tidak memandang ras, agama dan suku. Untuk mewujudkan metta (cinta kasih), banyak sekali umat Buddha yang menunjukkan aktivitas mereka demi memancarkan metta dan bahkan ada yang memperingatinya sebagai hari Metta, yaitu pada 1 Januari. Penyaji tidak tahu dari mana sumber itu, apakah dari Sutta atau dari Vinaya. Kayaknya penyaji belum menemukannya.
Banyak lagi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh umat, seperti melepas makluk (Fang Shen), tetapi dalam kenyataannya hanya sebagai simbolisasi saja, karena ketika makluk itu mau dilepas banyak makluk yang mati ketimbang yang dilepas karena ritualnya terlalu lama.
Mengapa kita hanya selalu mengutamakan binatang-binatang saja yang kita cintai? Tetapi saudara-saudara kita, manusia, yang butuh kasih sayang dari kita, tidak pernah kita hiraukan sama sekali, tetapi justru saling mengejek, membenci, irihati, mencurigai, dan selalu mencari kesalahan mereka.
Mengapa demikian? Kita harus tahu kelemahan kita bahwa ternyata kita hanya mementingkan salah satu pihak saja tetapi pihak-pihak yang lain tidak pernah kita pahami. Tunjukkan kepedulian kita kepada mereka bukan hanya kepada binatang-binatang yang selalu kita identikan untuk mewujudkan cinta kasih kita. Ada juga yang sosialisasi kepada masyarakat, dengan membagi-bagikan barang kepada mereka yang membutuhkan.
Apakah perbuatan itu hanya bisa kita lakukan pada saat hari yang disebut Metta itu? Tentu saja tidak bukan? Percuma kalau kita melakukan perbuatan-perbuatan itu hanya setiap tanggal 1 Januari saja tetapi dihari lain kita selalu melanggar sila, terutama sila-sila dalam Pancasila Buddhis. Banyak sekali perbuatan –perbuatan yang baik yang seharusnya kita lakukan setiap saat. Janganlah cinta kasih kita muncul disaat hari yang disebut Metta saja.
Memang ada sebuah anggapan bahwa masih untung ada satu hari dalam setahun kita berbuat seperti itu daripada tidak pernah sama sekali. Semua itu memang benar dan tidak dapat dipersalahkan, tetapi apakah kita hanya hidup disaat tanggal yang ditetapkan itu? Tentu saja tidak bukan? Dan kelahiran kita kali ini sudah pasti bukan yang pertama kali, kita terlahir sudah berulang-ulang kali sebelum saat ini. Memang keliatannya mudah untuk mengembangkan cinta kasih, namun dalam prakteknya tidak seperti yang kita bayangkan.
Kita membutuhkan semangat dan kesabaran yang tinggi. Seperti kata para guru, bahwa zaman ini adalah zaman dimana kita sulit untuk melakukan kebaikan karena banyak sekali tantangan-tantangannya. Perbuatan-perbuatan yang kita perbuat selalu menimbulkan kesengsaraan makluk dan orang lain, karena rasa egois yang tinggi, kita tidak peduli apakah perbuatan kita itu merugikan atau tidak? Yang penting kita senang, begitu kan??
Kita tidak boleh hanya untuk mementingkan diri sendiri saja, kepedulian sosial kita perlu kita tingkatkan, dan kepedulian itu masih banyak dibutuhkan oleh saudara-saudara kita bukan hanya identik dengan binatang – binatang saja. Kita harus mensosialisasikan kepada mereka yang membutuhkan. Barangkali dengan cara itulah, kita akan semakin berkembang dalam mewujudkan cinta dan kasih sayang kita kepada semuanya, dan secara otomatis kita telah berkembang didalam Buddha Dhamma.
Rasanya tidak salah apabila kita selalu mengikuti Jalan yang Buddha ajarkan. Dengan penuh kesadaran, walaupun banyak cacian, ejekan, sindiran, makian, bahkan fitnahan, kita harus menghadapinya dengan cinta dan kasih sayang kita. Kita harus bisa merenungkan bahwa orang-orang yang selalu memfitnah, mengejek, memberitakan sesuatu yang tidak benar, mencela, memprovokasi orang lain, dan selalu menyalahkan kita, anggap sebagai guru yang sedang mempraktekkan atau sedang memberi contoh, bagaimana caranya melanggar Sila?
Semua itu adalah pelajaran untuk kita renungkan, kita harus belajar dari semua itu. Apabila kita sudah memahami sungguh-sungguh bahwa dengan marah berarti kita telah menghambat cara praktek kita, maka ketika kita ingin marah, kita harus merenungkannya terlebih dahulu. Kita harus bisa menaklukkan rasa marah, benci, dengki, dll dengan cinta dan kasih yang lembut yang kita miliki, maka kita akan bisa hidup bersama-sama tanpa ada rasa ego yang muncul.
Maka saat inilah kita harus INTROSPEKSI DIRI dan selalu memupuk benih kebajikan setiap saatnya. Semoga dengan mempraktekkan Dhamma yang benar kita akan menjadi umat Buddha yang sejalan dengan Ajaran Buddha.
ORANG HEBAT ADALAH ORANG BIASA YANG MEMPUNYAI KOMITMEN YANG LUAR BIASA. The more you do the more you will get….semoga semua makluk berbahagia


Penyaji: Khemanando Bhikkhu