Senin, 16 Januari 2012

Benarkah Indonesia Terancam Oleh Pemanasan Ekonomi ?

Perekonomian nasional yang tetap stabil dan positif di tengah gejolak global perlu diwaspadai. Laju pertumbuhan berpotensi melaju lebih kencang dari yang diperkirakan hingga menimbulkan kepanasan (overheating). Itulah peringatan dini yang disampaikan oleh ekonom Deutsche Bank, Taimur Baig, tentang ekonomi Indonesia selama tahun 2011 yang ditutup dengan berbagai sentimen positif.

Indikator utama yang bisa dilihat antara lain kuatnya stabilitas makroekonomi, inflasi yang berada di bawah tren serta pasar komoditas yang positif. Kinerja ekonomi tersebut cukup mengesankan lantaran terjadi saat ekonomi negara-negara maju tengah melemah. Kondisi ini diperkirakan masih akan terus berlangsung pada tahun ini.

Dengan kata lain, Indonesia berpotensi tumbuh lebih cepat dan lebih tinggi dari perkiraan yang sudah ditetapkan pemerintah dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 sebesar 6,7%.

Namun diingatkan, kinerja ekonomi yang lebih baik di satu sisi merupakan tantangan bagi ekonomi nasional. Kekuatan ekonomi Indonesia yang mengandalkan tingginya permintaan masyarakat dan besarnya pasar domestik akan mempercepat ekonomi tumbuh tinggi.

Risiko saat ini adalah pertumbuhan ekonomi terlalu cepat (overheating), sejalan dengan inflasi yang juga diperkirakan tinggi. Deutsche Bank memprediksi inflasi akan mencapai 6% sampai akhir tahun ini. Penyebab lain yang menjadi faktor pendorong ekonomi kepanasan adalah suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) dan suku bunga pinjaman yang rendah.

Dalam hal ini, bisa dilihat potensi overheating melalui sektor properti seperti yang terjadi di China. Terkait potensi bahaya itu, disarankan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mengontrol momentum ini. Jadi diperlukan mitigasi dan antisipasi pertumbuhan ekonomi yang terlalu cepat. Tentu gambaran ini bukan sebagai ancaman, melainkan diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi berkelanjutan.

Sebenarnya jauh-jauh hari sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo, sudah mengingatkan adanya gejala pemanasan ekonomi (overheating) yang mungkin terjadi di negara-negara berkembang dengan tingkat perekonomian baik seperti Indonesia.

Kalau di negara-negara berkembang yang sedang tumbuh secara umum tantangannya adalah overheating, asset bubble dan juga inflasi khususnya karena harga pangan dan energi terus meningkat. Itulah pandangan Menkeu saat ditemui pada Forum Ekonomi Dunia-Asia Timur (World Economic Forum on East Asia / WEF-EA) di Jakarta pada April 2011 lalu.

Potensi overheating itu lebih disebabkan masuknya arus modal di negara-negara berkembang akibat pemulihan ekonomi melambat di negara-negara maju. Diingatkan pula kemungkinan adanya ledakan kredit (credit boom) akibat ekspansi kredit yang berlebihan seperti pemberian kredit pemilikan rumah yang membuat individu menjadi terlilit utang, seperti yang terjadi di China.

Menurut Menkeu, berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan koordinasi yang intensif antara otoritas moneter dan otoritas fiskal dalam menjaga stabilitas ekonomi makro. Pemerintah saat ini sudah menyelesaikan penyusunan krisis manajemen protokol sebagai upaya pencegahan terhadap gejala pemanasan ekonomi serta menjaga surplus neraca pembayaran, asumsi makro dan defisit anggaran.

Pemerintah juga berupaya agar tidak terjadi defisit neraca perdagangan karena saat ini kondisi ekspor dan impor Indonesia masih terlihat sehat kendati kecenderungannya tampak menurun.

Sejauh ini pula kondisi perbankan nasional menunjukkan perkembangan yang baik dengan pertumbuhan kredit 25%, rasio kecukupan modal (CAR) berkisar 17% dan kredit bermasalah (NPL) 2,6%. Atas dasar inilah, diyakini prospek ekonomi Indonesia 2012 akan terjaga dengan baik dan mampu bertahan dari potensi pemanasan ekonomi serta tingginya risiko laju inflasi.

Merespon peringatan dini dari ekonom Deutsche Bank di atas, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa menilai, potensi overheating tidak terlalu jelas. Sektor dalam negeri tumbuh cukup ekspansif semisal sektor manufaktur yang tumbuh 6,7% hingga kuartal III/2012 dan akan berlanjut pada tahun 2012. Pertumbuhan sektor lain juga akan terjadi seiring peningkatan investasi. Jadi dia tidak melihat potensi pemanasan ekonomi itu.

Barangkali signal pemanasan ekonomi Indonesia terlalu dini untuk disampaikan. Pasalnya, Direktur Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, risiko overheating ekonomi kemungkinan bisa terjadi baru pada 2013, saat kapasitas ekonomi tidak mampu mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.

Intinya, overheating itu terjadi karena pertumbuhan ekonomi melebihi kapasitas ekonomi, yang terlihat dari indikator tingginya kenaikan harga terutama inflasi inti, kesenjangan output dan defisit transaksi berjalan.

Saat ini pemerintah sedang mendorong percepatan kapasitas ekonomi dengan kebijakan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang diharapkan bisa mencegah terjadinya overheating perekonomian nasional. Kalau kebijakan dalam MP3EI berjalan baik, maka kapasitas ekonomi akan menjadi lebih besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebelumnya dari penelitian The Economist, Indonesia termasuk negara yang mendapat nilai 80 – 90 atau hampir menuju titik maksimum 100. Dana Moneter Internasional (IMF) juga menilai risiko akan overheating dapat terlihat dari inflasi tinggi yang membayangi kuatnya pertumbuhan ekonomi sejumlah negara di Asia.
Untuk Indonesia, risiko tersebut ada meski saat ini keseimbangan ekonomi masih terjaga. Dari tiga indikator overheating, dari angka inflasi inti yang sudah mencapai 4,3% bisa diperkirakan gejala ini mulai terlihat, meski dari kesenjangan output dan defisit transaksi berjalan masih rendah.

Di samping itu, cadangan devisa yang saat ini telah mencapai USD111 miliar, merupakan jumlah yang cukup untuk menjamin perekonomian dari kejadian krisis seperti yang terjadi pada tahun 2008-2009. Krisis ekonomi bisa terjadi jika ada sudden reversal atau penarikan dana-dana asing yang ada di Indonesia seperti yang ditanam di Surat Berharga Negara (SBN). Kalau yang di instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) relatif aman karena sudah dipagari dengan kebijakan six month holding period.

Lantas, bagaimana upaya mencegah pemanasan ekonomi tersebut? Salah satunya adalah dengan mendorong perusahaan-perusahaan masuk ke bursa saham melalui penjualan saham perdana (IPO). Jika banyak perusahaan yang IPO, likuiditas yang mengalir ke Indonesia akan dapat terserap. Dengan demikian, sektor riil juga bisa bergerak lebih baik.

Selain mendorong perusahaan swasta dan BUMN untuk IPO, program MP3eI yang bertumpu pada pembangunan infrastruktur dasar juga bisa mencegah pemanasan ekonomi. Dengan infrastruktur dasar yang baik, kegiatan ekonomi menjadi lebih efisien sehingga inflasi lebih bisa dikendalikan.

Pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik. Pada gilirannya kurs rupiah menguat dan stabil karena kepercayaan investor terjaga dengan kuat. Arus modal asing dalam bentuk foreign direct investment (FDI) juga makin besar.

Ketika pertumbuhan ekonomi tinggi, laju inflasi terkendali, kurs rupiah stabil dan ekonomi berjalan efisien dan efektif, gejala pemanasan ekonomi akan dapat dihindarkan. Juga tidak akan terjadi gelembung ekonomi di sektor properti, otomotif atau sektor konsumsi lainnya, karena sisi permintaan dapat diseimbangkan oleh sisi pasokan.


Business News