Senin, 09 Januari 2012

Mencermati Langkah Kuda China Yang Taktis

Krisis utang yang banyak dikhawatirkan para pemimpin negara akhirnya dirasakan juga oleh China. Data terkini menunjukkan, produksi manufaktur di negara dengan pertumbuhan paling pesat di dunia itu anjlok untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir.

Indeks Belanja Manajer (Purchasing Managers Index/ PMI) China memperlihatkan penurunan 1,4 poin menjadi 49 untuk bulan November. Indeks di bawah 50 menandakan terjadinya kontraksi, sementara indeks di atas 50 menandakan adanya ekspansi di sektor manufaktur.

Federasi Logistik dan Pembelian China (China Federation of Logistics and Purchasing/ CFLP) menyatakan, subindeks untuk pesanan ekspor baru mengalami penyusutan ke 45,6 pada November dari 48,6 pada Oktober. CFLP juga menyoroti perlambatan pertumbuhan ekonomi telah membantu tekanan harga di mana subindeks harga resmi PMI pada November turun ke level 44,4 dari sebelumnya 46,2 pada Oktober.

Hal itu berimbas pada menurunnya inflasi konsumen tahunan China menjadi hanya 5,5% pada Oktober dibanding bulan sebelumnya 6,1%. Penurunan PMI pada November lalu menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan terus melemah di masa depan. Namun para analis dan ekonom masih mengesampingkan kejatuhan ekonomi yang besar dalam kekuatan Asia karena masih tingginya investasi domestik dan konsumsi.

Yang pasti, pelemahan manufaktur merupakan pukulan telak bagi industri China. Pasalnya, selama ini produksi pabrik di China menyumbang 40% dari produk domestic bruto (PDB). Meski demikian, beruntung manufaktur China pada sepuluh bulan pertama 2011 berekspansi rata-rata sebesar 14,1%.

Alhasil, perekonomian China sepanjang 2011 melemah ditandai dengan pertumbuhan yang hanya 9,1% pada kuartal III/2011. Angka tersebut lebih rendah dibanding 9,5% pada kuartal kedua dan 9,7% pada kuartal pertama. Penurunan tersebut sangat jelas memperlambat ekonomi lebih cepat dari yang diharapkan.

Sektor Perbankan
Di tengah ancaman krisis utang Eropa yang berpotensi mengimbas ke perekonomian China dari sisi permintaan atau ekspor, sektor perbankan bakal dijadikan tumpuan. Tercatat penyaluran kredit baru dari empat bank besar milik pemerintah China mencapai 140 miliar yuan (122,1 miliar dolar AS) untuk periode 1 hingga 28 November.
Total pinjaman baru dalam mata uang yuan di seluruh lembaga keuangan China bulan November mencapai 500 miliar yuan, turun tajam dari perkiraan pasar sebelumnya sebesar 600 miliar yuan. Keempat bank besar ditargetkan dapat menyalurkan kredit baru 160 miliar yuan, turun dibandingkan dengan prediksi di bulan Oktober yang mencapai 240 miliar yuan.

Penyaluran kredit baru perbankan China di bulan Oktober lalu mencapai 586 miliar, meningkat dari posisi bulan sebelumnya senilai 470 miliar yuan. Keempat bank besar milik pemerintah tersebut adalah Agricultural Bank of China Ltd, Industrial and Commercial Bank of China Ltd, Bank of China, serta China Construction Bank Corp.

Sebelumnya pemerintah China sudah menurunkan cadangan persyaratan bank sebesar 50 basis point untuk meningkatkan penyaluran kredit. Tidak lama kemudian data aktivitas pabrik dan kondisi bisnis China yang dirilis menunjukkan geliat penguatan. Hal itu mengindikasikan pemerintah Negeri Tirai Bambu bereaksi cepat terhadap pelambatan pertumbuhan karena angka pengangguran semakin membesar dan harus diselesaikan segara agar tidak terjadi gejolak sosial.

Orientasi Investasi
Di samping itu, pemerintah China sepertinya lebih memilih berinvestasi di sektor infrastruktur ketimbang sektor keuangan di Eropa guna membantu menggerakkan kembali pertumbuhan ekonomi di Benua Biru. Untuk itu, Beijing melalui kementerian perdagangan akan mengirimkan delegasi investasi ke Eropa tahun 2012. Sejumlah negara Eropa kini tengah menghadapi krisis utang dan berharap akan menjual aset-aset mereka. Delegasi China akan memantau perkembangan itu.

Komitmen tersebut sejalan dengan strategi China Investment Corporations (CIC) yang akan membidik investasi di sektor infrastruktur di Eropa, khususnya di Inggris. China juga ingin terlibat langsung dalam pengembangan infrastruktur di Amerika Serikat (AS) yang kini butuh banyak investasi.

Sektor infrastruktur yang dibidik meliputi pembangunan fasilitas energi, air, transportasi, komunikasi digital, dan pengolahan limbah. Sayangnya, CIC tidak mengungkapkan besaran investasi yang dibutuhkan untuk menggarap proyek tersebut.

Namun, sejumlah analis di Eropa dan China menilai Beijing perlu menggunakan cadangan devisa yang kini mencapai USD3,2 triliun untuk investasi tersebut.
Keputusan Beijing untuk membidik sektor infrastruktur di Eropa cukup beralasan. Ini dilakukan Beijing untuk meningkatkan kembali sektor perdagangan antara China dan Eropa. Seperti diketahui, krisis utang di zona euro selama ini telah menggerus aktivitas perdagangan China-Eropa. Ini juga salah satu komitmen China untuk membantu pemulihan kembali perekonomian di kawasan Eropa.

China ingin mengimpor lebih banyak lagi barang-barang dari Eropa dan mendorong perluasan investasi luar negeri seiring dengan melemahnya nilai tukar dolar AS dalam periode cukup lama. Namun, China akan menyerang balik jika ada negara lain yang menggunakan kebijakan proteksionisme di sektor perdagangan untuk menghalangi pembelian aset di Eropa. Maklum, belum lama ini, perusahaan pengapalan berpelat merah dari China, COSCO, membenamkan investasi untuk pembangunan pelabuhan Piraeus di Yunani.

Pada awal tahun 2011 lalu, Kementerian Perdagangan China telah mendorong sejumlah perusahaan China untuk membeli merek global. Desakan ini timbul setelah para birokrat di China meminta perusahaan lokal untuk membangun merek sendiri supaya dapat memperoleh keuntungan yang lebih baik atas penjualan produk mereka.
Dalam pada itu, diakui bahwa China berpotensi terkena imbas ekonomi global. Ekonomi China pada tahun 2012 diperkirakan akan melambat. Tahun 2011 ini saja, inflasi China sekitar 5,5% secara tahunan. Inflasi itu meleset dari target pemerintah sebesar 4%. Sampai tahun 2012, inflasi masih akan terus menghantui perekonomian China.

Menggerakkan Ekspor Global dan Investasi
Para pemimpin China juga mulai dibuat cemas ketika nilai ekspor terus merosot. Padahal, selama ini ekspor China cukup diandalkan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Gejolak keuangan global telah menggerus permintaan eksternal bagi negara ekonomi terbesar nomor dua di dunia.

Untuk itu, Pemerintah China berjanji siap turun tangan untuk mempercepat kembali aktivitas di sektor ekspor. Pemerintah akan membantu sejumlah perusahaan China meningkatkan kekuatan ekspor di tengah lesunya permintaan, terutama dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa akibat krisis keuangan.

Situasi ekonomi dunia sekarang ini keras dan sangat komplek dan menurunnya permintaan merupakan risiko yang tidak terhindarkan. Bagi sektor ekspor China sendiri, permintaan global sekarang sangat tidak cukup. Apalagi daya tangkap domestik China terhadap produknya sendiri makin terbatas.

Untuk menjaga ekspor, pemerintah China mendesak agar perusahaan di China menghasilkan produk yang lebih kompetitif dibandingkan barang dari negara lain. Pemerintah China juga akan mempertimbangkan untuk mengurangi pajak bagi para eksportir dan menawarkan bantuan keuangan, khususnya bagi Usaha Kecil Menengah (UKM).

Secara year-on-year (yoy), pada Oktober lalu, nilai ekspor China melonjak 15,9% menjadi USD157,49 miliar. Namun, angka tersebut lebih rendah dibandingkan pencapaian secara yoy pada September yang sebesar USD169,7 miliar. Penurunan nilai ekspor China itu dikarenakan imbas dari turbulensi ekonomi di Eropa dan AS.

Anjloknya ekspor mengimbas ke aktivitas manufaktur China hang pada November lalu terkontraksi untuk pertama kalinya dala 3 tahun terakhir. Anjloknya manufaktur China itu, telah menimbulkan kekhawatiran China sebagai simbol kekuatan Asia mulai kehilangan kekuatannya.

Untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir, Beijing terpaksa menurunkan cadangan devisa perbankan lalu. Langkah itu dilakukan untuk mendorong pengucuran kredit dan memancing pertumbuhan ekonomi menyusul pertumbuhan domestik yang juga mulai melambat.

Di samping menggenjot ekspor, pemerintah China juga mempercepat penambahan kuota investor institusi asing. Sejak Oktober, pemerintah mengabulkan hampir USD1 miliar kuota institusi asing untuk berinvestasi di pasar modal China.

Total kuota yang bisa masuk ke pasar modal Tiongkok di sepanjang tahun 2011 dengan menggunakan skema Qualified Foreign Institutional Investor (QFII) mencapai USD1,92 miliar. Angka ini terendah sejak tahun 2007. Rendahnya angka kuota ini terutama karena pemerintah menghentikan pemberian izin antara Mei hingga Oktober. Negeri tembok raksasa ini meluncurkan QFII tahun 2003 silam. Tujuannya, agar para investor asing bisa membeli saham dan obligasi. Dalam delapan tahun, pemerintah mengizinkan total kuota USD21,6 miliar.

Beberapa analis memperkirakan, penundaan izin setengah tahun merupakan niat pemerintah mengurangi tekanan penguatan nilai tukar yuan. Namun, arah kebijakan berubah tiba-tiba bulan Oktober, ketika pasar khawatir kondisi ekonomi global dan menarik dana mereka, melemahkan nilai tukar yuan terhadap dolar AS di pasar lokal.

Pada umumnya, ketika yuan menghadapi tekanan menguat, pemerintah melambatkan atau menghentikan persetujuan kuota. Menurut data State Administration of Foreign Exchange (SAFE), sepanjang bulan Desember saja, lima institusi asing, termasuk perusahaan asuransi Italia Assicurazioni Generali SpA dan bank Spanyol BBVA SA mendapatkan total kuota investasi USD500 juta.

Cina meloloskan masing-masing sebesar USD200 juta dan USD250 juta investasi asing di bulan Oktober dan November. Berdasarkan sistem China, CRSC memberi izin bagi institusi-institusi asing yang memenuhi syarat. Namun, SAFE yang menentukan kuota investasi.

Sementara badan perencanaan ekonomi China (National Development and Reform Commission/NDRC) meluncurkan informasi soal investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) mana yang bakal didorong, dibatasi, dan dilarang sama sekali tahun 2012. Panduan yang berlaku efektif mulai 30 Januari 2012 merupakan dasar lingkup kebijakan bagi investor asing. Fokusnya mengoptimalisasi struktur investasi asing, mendorong inovasi teknologi dan pengembangan industri.

Investasi yang membawa teknologi baru dan bermanfaat bagi China, bisnis ramah lingkungan seperti daur ulang baterai akan diterima. Hingga November lalu, FDI ke China mencapai USD103,8 miliar atau naik 13,2% dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun China masih membatasi investasi asing di sektor pengolahan energi.
Sebaliknya China mendorong partisipasi pengembangan sumber daya minyak dan gas baru.

Beberapa sektor yang dilarang bagi investasi asing antara lain pembangunan dan operasional penyulingan minyak dengan kapasitas distilasi kurang dari 200.000 barel per hari. Angka minimal ini naik dari batas sebelumnya 160.000 barel per hari.


Business News