Sabtu, 13 Juni 2009

Kalau Anda Ingin Menarik, Tertariklah!

Saya punya dua teman, keduanya orang hebat. Namanya sebut saja si A dan B. Setiap selesai berbincang-bincang dengan A, saya selalu merasa bahwa dia adalah orang yang cerdas, hebat dan berpengalaman luas. Namun dengan B saya mendapatkan pengalaman yang berbeda. Setiap selesai berbincang dengannya, sayalah yang selalu merasa sebagai orang yang hebat.


Para pembaca yang budiman, kalau Anda menjadi saya, siapakah dari kedua orang ini yang lebih Anda sukai? Siapakah pula yang mempunyai teman lebih banyak? Sudah tentu B, bukan? Kita semua mempunyai kebutuhan untuk dianggap berharga dan penting. Karena itu, kita senantiasa mencari teman yang menganggap kita penting, mau mendengarkan cerita kita dan mengapresiasinya.

Inilah sebenarnya rumus terpenting untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Dengan A saya selalu merasa dinilai, ia juga tidak menganggap pendapat saya penting. Ia banyak bercerita dan berbicara, tapi semua pembicaraan tersebut hanya berfokus pada dirinya, pada berbagai pengalamannya yang begitu mengesankan. A juga jarang bertanya mengenai apa yang sedang saya kerjakan. Ini mengesankan bahwa dia tidak berminat pada saya. Ia juga tak pernah menanyakan pendapat saya tentang suatu hal. Ini sering membuat saya merasa tidak dianggap penting.

A rupanya lupa bahwa dalam hubungan antarmanusia berlaku rumus: “Semakin kita berusaha mengesankan orang lain, semakin kita tidak berkesan di mata orang lain.” Semakin keras kita berusaha memikat orang lain, semakin lemahlah daya pikat kita.”

Orang yang memahami psikologi manusia pastilah menyadari bahwa tidak ada yang lebih penting bagi setiap orang, kecuali dirinya sendiri. Tak ada yang lebih menarik bagi setiap orang kecuali membicarakan dirinya sendiri. Ini karena setiap manusia ingin merasa penting dan berharga.

Karena itu, ketika ada orang lain yang mengatakan kepada kita bahwa dia hebat, bahwa pengalamannya menarik, bahwa pendapat dan pikiran-pikirannya brilian, dalam hati kecil kita sebenarnya telah tumbuh sebuah persaingan diam-diam. Ini adalah persaingan ego melawan ego. Dan ketika kita bersaing sebetulnya telah tumbuh tembok-tembok yang membuat jarak di antara kita menjadi semakin jauh. Maka, walaupun di luarnya tampak baik-baik saja, sesungguhnya telah muncul perasaan tidak nyaman yang sedikit-banyak akan mengganggu hubungan.

Orang hebat yang sesungguhnya adalah orang yang senantiasa membuat orang lain merasa hebat. Inilah yang senantiasa dilakukan B kepada saya. Ia banyak memberikan pujian yang tulus. Ia banyak bertanya dan ingin tahu apa yang saat ini sedang saya lakukan. Ia menganggap pendapat saya penting. Bagi saya, orang-orang seperti B sangat menarik. Ini memang sesuai dengan rumus dalam hubungan antarmanusia yang mengatakan, “If you want to be interesting, be interested!” Kalau Anda ingin menjadi orang yang menarik, maka tertariklah!”

Apakah Anda punya teman yang menarik? Kalau ya, coba lihat apa yang ia lakukan, apakah ia banyak berbicara? Ataukah ia lebih banyak mendengarkan? Saya yakin orang yang menarik adalah orang yang lebih banyak mendengarkan ketimbang berbicara. Namun untuk bisa tertarik kepada orang lain, Anda harus mampu menaklukkan ego Anda sendiri. Anda bahkan harus berani melupakan kepentingan Anda sendiri, melupakan kehebatan Anda, melupakan bahwa Anda adalah orang penting.

Orang yang menganggap orang lain menarik dan penting akan menjadi orang yang menarik dan penting. Baru-baru ini saya membaca buku karya Kitami Masao berjudul The Swordless Samurai. Buku ini berkisah tentang Toyotomi Hideyoshi, pemimpin yang paling luar biasa dalam sejarah Jepang. Bayangkan, ia berasal dari keluarga sederhana, tidak berpendidikan dan memiliki penampilan di bawah standar. Bahkan, banyak orang yang menjulukinya (maaf) “monyet”. Namun ia melesat ke puncak kekuasaan sekaligus menyatukan negeri yang sudah tercabik-cabik perang saudara selama lebih dari 100 tahun. Uniknya, Hideyoshi tidak memiliki kemampuan bela diri, ia menggunakan otak dan kemauannya yang sekeras baja untuk memimpin kaum samurai.

Kelebihan Hideyoshi adalah pada kemampuannya mengapresiasi, menganggap orang lain penting, bahkan memberikan kredit kepada orang lain. Satu kisah yang sangat mengagumkan adalah ketika atasannya Lord Nobunaga memerintahkannya mengambil alih Benteng Takamatsu. Benteng ini sangat sukar ditembus karena dibangun di dataran rendah yang dikelilingi air dan daerah rawa. Karena itu, Hideyoshi memutar otaknya dan mengubah strateginya dengan melancarkan serangan air agar membanjiri kastil dan daerah sekitarnya.

Namun ketika kejatuhan Takamatsu sudah di depan mata, bukannya menghantamnya dengan pasukannya sendiri, ia malah mengundang Lord Nobunaga ke Takamatsu untuk mengambil alih komando dan mendapatkan penghargaan atas kemenangan tersebut. Hideyoshi telah mempelajari kunci keberhasilan untuk maju selangkah ke depan: buatlah atasanmu terlihat hebat!

Namun betapa banyaknya orang yang malah bersaing dengan atasannya, pelanggannya, bahkan pasangannya. Orang-orang ini tidak sadar akan apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah mereka tak akan mendapatkan apa pun sebagai hasil dari persaingannya itu?

Ukuran keberhasilan komunikasi kita dengan orang lain sebenarnya ditentukan oleh dua hal. Pertama, apakah dengan komunikasi yang kita lakukan, kita lebih memahami orang lain. Komunikasi yang tidak meningkatkan pemahaman kita mengenai orang tersebut adalah sebuah kesia-siaan. Kedua, intensitas hubungan. Ukuran keberhasilan komunikasi adalah meningkatnya kepercayaan. Komunikasi yang menghasilkan ketidakpuasan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah komunikasi yang gagal. Komunikasi yang berhasil senantiasa meningkatkan kepercayaan pelakunya dan membawa mereka pada keinginan untuk melanjutkan hubungan ke tingkat yang lebih tinggi.


Oleh : Arvan Pradiansyah