Senin, 19 April 2010

Kepemimpinan Melayani

Tidak ada yang istimewa dari kantor pusat raksasa industri makanan dan minuman Rekso Group (Sosro Group) di perbatasan Jakarta - Bekasi. Pada ruang tunggu hanya terdapat lemari pendingin berisi aneka produk keluaran Rekso Group, di antaranya: Teh Botol Sosro, Tebs, Joy Green Tea dan Fruit Tea. Produk-produk inilah yang memang disediakan bagi para tamu Rekso Group yang sedang menunggu.

Benar, kantor pusat Rekso Group tidak istimewa. Namun, perjalanan panjang Rekso Group di bisnis minuman dan kemudian merambah makanan layak disebut istimewa. Menyebut teh maka yang muncul sejurus kemudian nama Sosro.

Ketika industri minuman di negeri ini dibombardir aneka produk minuman dari negeri mancanegara dengan berbagai varian, tetap saja Teh Botol Sosro tak tergoyahkan menjadi jawaranya. Bahkan varian produk Rekso Group dengan basis teh maupun non teh, pelan tetapi pasti menjadi pilihan utama konsumen negeri ini.

Mengapa Rekso Group begitu digdaya? Tak lain karena sang pemimpin merupakan sosok pemimpin visioner dengan etos kerja tanpa tandingan. Soetjipto Sosrodjojo, itulah nama sang pemimpin.

Sampai wafatnya Rabu 10 Maret 2010 sosok Soetjipto Sosrodjojo nyaris tidak pernah muncul dalam berbagai liputan media. Hanya namanya yang sinonim dengan merek teh saja yang begitu melegenda. Sementara itu, masyarakat umum nyaris tidak pernah mengenal sosoknya.

Mengamati perilaku Soetjipto Sosrodjojo yang tidak pernah muncul ke publik dan tidak ingin menjadi selebritas, maka tak salah apabila beliau merupakan contoh ideal dari kepemimpinan tingkat lima seperti penelitian Jim Collins melalui buku spektakulernya, Good to Great.

Ciri pemimpin besar (great) seperti dituturkan Jim Collins salah satunya menolak menjadi terkenal secara personal tetapi selalu menunjukkan kinerja prima di perusahaannya. Rekso Group telah menunjukkan diri sebagai perusahaan dengan pertumbuhan mengesankan. Sehingga masuk akal apabila akhir 2009 lalu Mc'Donald mempercayakan Rekso Group menjadi pemegang lisensi waralaba Mc'Donald Indonesia.

Karena tidak mau disorot oleh media maka menjadi wajar apabila kiat kepemimpinan ala Soetjipto Sosrodjojo yang muncul dari pengakuan dirinya nyaris tidak ada. Pun ketika saya berulang kali berkunjung ke kantor pusat Rekso Group di jalan Raya Bekasi, hanya bisa bertemu dengan karyawan Rekso Group tanpa bisa bercakap-cakap langsung dengan Soetjipto Sosrodjojo sampai Tuhan memanggil beliau.

Lantaran terlalu rendah hati maka semua analisis menyoal Rekso Group terbatas pada produk-produk Rekso Group semata tanpa bisa mengungkap kiat kepemimpinan Soetjipto Sosrodjojo dalam membawa kapal perusahaan mengarungi samudra bisnis makanan dan minuman.

Pakar kepemimpinan Max de Pree dan kemudian diperkuat oleh Robert K Greenleaf menjelaskan bahwa kepemimpinan pertama-tama disadari bukan sebuah jabatan. Lebih utama kepemimpinan adalah sebuah pekerjaan.

Sang pemimpin menghayati bahwa melayani para konstituen menjadi dasar perilakunya. Kesadaran diri sebagai pelayanan yang ingin melayani itulah yang mendorongnya ingin menjadi pemimpin. Sehingga kepemimpinan berujung pada satu hal: pekerjaan melayani.

Kepemimpinan pelayanan

Mengamati Soetjipto Sosrodjojo memimpin Rekso Group tak salah apabila pekerjaan melayani menjadi landasan kepemimpinannya. Ciri kepemimpinan pelayanan ini dapat dilihat dari tiga hal.

Pertama, keinginan sang pemimpin untuk mem­berdayakan orang untuk melakukan apa yang seharusnya mereka kerjakan dengan cara yang paling efektif dan semanusiawi mungkin. Per­jalanan Rekso Group dari kota kecil Slawi di Jawa Tengah pada 1940-an hingga saat ini me­nunjukkan bagaimana Rekso Group selalu me­ma­nusiakan pekerjanya. Sampai detik ini publik nya­ris tidak pernah mendengar adanya konflik ke­pentingan antara perusahaan dengan karyawan.

Awal kepemimpinan Soetjipto Sosrodjojo menunjukkan bahwa pekerjanya nyaris tanpa pendidikan formal. Walaupun demikian atas didikan Soetjipto Sosrodjojo, karyawan tanpa pendidikan formal ini bisa menjadi karyawan andal dengan kecakapan prima. Inilah yang menyebabkan Soetjipto Sosrodjojo disebut pemimpin yang cakap dalam memberdayakan pekerjanya.

Ciri kedua, pemimpin selalu mengelola nilai-nilai perusahaan sebagai landasan perilaku karyawannya. Nilai-nilai yang dikembangkan di Rekso Group ada empat, yaitu peduli terhadap: Kualitas, Keamanan, Kesehatan dan Ramah Lingkungan.

Empat nilai ini yang selalu dikampanyekan oleh Soetjipto Sosrodjojo untuk seluruh karyawannya. Bukti sahih bahwa Soetjipto Sosrodjojo tidak sekadar berkhotbah tetapi juga menjalankan dengan konsekuen nilai-nilai perusahaan sangat kentara terlihat dari produk-produk keluaran Rekso Group.

Banyak memang kabar burung nan buruk yang menyoal berbagai hal tentang Teh Botol Sosro. Mulai dari kualitas yang dipertanyakan, keamanan dalam mengonsumsi karena teh dikemas dalam botol, bahaya terhadap ke­se­hat­an hingga proses pembuatan yang ber­tentangan dengan lingkungan. Namun, berbagai kabar buruk ini tenggelam seiring dengan jaminan kualitas dari manajemen Rekso Group.

Nilai-nilai perusahaan ini juga kelihatan dari perilaku karyawan Rekso Group. Selain karyawan Rekso Group terlalu rendah hati karena mengikuti perilaku Soetjipto Sosrodjojo, juga dapat dipastikan mereka menjunjung tinggi profesionalisme dalam bekerja.

Balutan nilai-nilai ini bertambah lagi dengan semangat korps nan tinggi, sehingga tidak mengherankan apabila karyawan Rekso Group dengan bangga menyebut dirinya sebagai bagian dari keluarga besar Rekso Group. Di mana pun saja mereka bergaul.

Ciri ketiga, berkarakter kuat untuk terus berbagi. Tak salah produk-produk Rekso Group dengan mudah ditemukan sampai ke sudut-sudut tempat. Tidak terelakkan bahwa penetrasi kuat ini selaras dengan strategi bisnis untuk dekat dengan konsumennya.

Namun, lebih jauh dari sekadar berbisnis, Soetjipto Sosrodjojo meyakini bahwa semakin banyak penjaja yang menjual produk Rekso Group, semakin banyak pula keluarga yang bisa dihidupi oleh Rekso Group.

Inilah semangat berbagi yang dikam­panye­kan Soetjipto Sosrodjojo, di mana tindakannya sudah melampaui hakikat berbisnis yaitu s­e­ka­dar mencari untung. Berbagi merupakan mitra dari keuntungan.


Oleh: A. M. Lilik Agung