Sabtu, 04 Februari 2012

Antisipasi Krisis Ekonomi Global

Para pemimpin bisnis global memperkirakan tahun ini kondisi ekonomi dunia memasuki masa suram. Meski demikian, para Chief Executive Officer (CEO) itu meyakini kinerja pertumbuhan perusahaan akan lebih tinggi dibanding pertumbuhan perekonomian global.

Data terbaru yang dirilis Price waterhouseCoopers (PwC) menyatakan, dari 1.258 CEO yang disurvei, 48% meyakini perekonomian dunia akan menurun dalam 12 bulan ke depan. Sebaliknya, hanya 15% yang menyatakan ekonomi akan membaik. Dalam surveI bertajuk “15th Annual Global CEO Suvey” tersebut terungkap, keyakinan membaiknya kinerja perusahaan menunjukkan bahwa para CEO telah belajar bagaimana mengelola bisnis dalam melewati masa ekonomi yang sulit dan bergejolak.

Sebanyak 40% CEO mengatakan mereka sangat yakin dengan pertumbuhan pendapatan perusahaan mereka dalam 12 bulan ke depan, turun dibanding tahun lalu yang 48%, meskipun masih lebih tinggi dari 31% yang sangat yakin di tahun 2010.
Keyakinan terhadap pertumbuhan perusahaan juga dapat dilihat dari pendapat para CEO di seluruh dunia yang mengharapkan untuk meningkatkan jumlah karyawannya dalam 12 bulan ke depan.

Hanya saja, penerimaan tenaga kerja lebih banyak didominasi sektor hiburan dan media dibanding sektor lainnya. Menurut PwC, penurunan keyakinan terbesar dakui oleh para CEO yang berpusanaanya beroperasi di kawasan Eropa Barat. Maklum, kawasan tersebut sedang dilanda krisis utang. Hanya seperempat CEO dari Eropa yang mengatakan bahwa mereka sangat yakin pertumbuhan pendapatan usahanya.

Imbas krisis utang juga berdampak pada keyakinan para CEO di China. Di Negeri Panda itu,hanya 51% CEO merasa optimistis dalam berbisnis. Bandingkan dengan survey serupa tahun lalu di mana sebanyak 72% CEO di China yakin dengan pertumbuhan perusahannya.

Secara umum, survei tersebut memperlihatkan adanya beberapa kekhawatiran yang dialami para CEO. Sebanyak 80% responden menyataan khawatir tentang pertumbuhan ekonomi yang tidak menentu, 64% khawatir terkait kestabilan pasar modal dan 66% mengkhawatirkan defisit fiskal pemerintah dan beban utang. Di samping itu kekhawatiran para CEO juga terjadi di sektor keuangan dan peraturan pemerintah.
Keyakinan CEO jelas menurun saat mereka berurusan dengan resesi. CEO kecewa dengan jalannya perekonomian global dan langkah pemulihannya. Optimisme yang telah terbangun dengan hati-hati sejak tahun 2008 mulai surut.

Kegamangan pelaku usaha skala global menjalani tahun ini memang memiliki dasar yang kuat. Maklum, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund / IMF) menyatakan, ekonomi dunia berada dalam bahaya akibat risiko krisis utang zona euro.
IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2012 menjadi 3,3%, turun dari prediksi sebelumnya 4%. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi 17 negara zona euro akan susut 0,5% pada tahun ini dari 1,1%. Pertumbuhan ekonomi global bisa meningkat menjadi 3,9% pada tahun 2013. Pemulihan global terancam semakin meningkatnya ketegangan di wilayah euro dan kerapuhan di tempat lain.

IMF memangkas pertumbuhan ekonomi Inggris menjadi 0,6% dari 1,6%. Jerman 0,3% pada tahun ini, turun dari perkiraan 1,3% pada September. Perancis diproyeksikan tumbuh 0,2%,turun dari 1,4%. Sementara, Amerika Serikat (AS) diprediksi tumbuh 1,8% berdasarkan kuatnya data domestik terbaru lapangan pekerjaan dan manufaktur.

Risiko krisis utang Eropa terhadap pertumbuhan ekonomi dunia dan sistem keuangan membuat IMF menyerukan agar pemerintah tidak terperosok dalam keadaan darurat fiskal. Langkah tersebut guna menghindari pemotongan pengeluaran berlebih yang dapat memperburuk situasi perekonomian. IMF menambahkan,kondisi keuangan saat ini telah memburuk, prospek pertumbuhan redup dan risiko penurunan telah meningkat.

Dilaporkan pula bahwa penurunan proyeksi pertumbuhan sebagian besar karena perekonomian kawasan Eropa diramalkan masuk ke dalam resesi ringan akibat naiknya imbal hasil obligasi. Pertumbuhan ekonomi di negara berkembang diprediksi melambat yang disebabkan buruknya lingkungan eksternal dan lemahnya permintaan internal.
Masih menurut IMF, pasar negara berkembang seperti Eropa tengah dan timur serta Asia juga bisa terkena dampak krisis utang zona euro. IMF menambahkan, ekonomi dunia membutuhkan kebijakan tegas dan konsisten untuk memperbaiki lingkungan keuangan saat ini. Tiga syarat pemulihan, yaitu penyesuaian yang berkelanjutan namun bertahap, mudahnya likuiditas dan kebijakan moneter, serta memulihkan kepercayaan diri para pembuat kebijakan untuk bertindak.

Di Amerika, The Federal Reserve Bank (Bank Sentral AS) memberikan sinyal bahwa pemulihan ekonomi secara keseluruhan memerlukan waktu sekitar tiga tahun. Bahkan memerlukan waktu lebih dari itu untuk menumbuhkan kembali keyakinan investor dan sektor bisnis terkait pinjaman murah di masa mendatang.

Bank sentral AS menyatakan, sangat memungkinkan untuk mempertahankan suku bunga acuan rendah sampai akhir tahun 2014 atau 1,5 tahun lebih lama dari pernyataan mereka sebelumnya. The Fed saat ini fokus pada pemulihan ekonomi yang berjalan sangat lambat. Di sisi lain, The Fed memperkirakan inflasi akan tetap jinak seiring dengan rendahnya suku bunga acuan di luar faktor kenaikan harga.

Pimpinan The Fed, Ben Bernanke mengingatkan, akhir tahun 2014 adalah “perkiraan terbaik” pemulihan ekonomi. The Fed akan mengubah rencana jika terjadi perubahan gambaran ekonomi, walau ia sendiri ragu langkah apa yang sebenarnya diperlukan. Kecuali ada penguatan ekonomi substansial dalam waktu dekat. Tahun 2014 adalah perkiraan yang cukup baik, The Fed akan mempertahankan suku bunga rendah dalam beberapa waktu ke depan.

Sejauh ini The Fed telah mempertahankan suku bunga acuannya pada rekor rendah mendekati nol, selama tiga tahun terakhir. Kerangka kerja baru menunjukkan bahwa suku bunga acuan akan tetap rendah dengan tambahan tiga tahun lagi. Prospek bank sentral juga menunjukkan bahwa lembaga itu siap melakukan lebih banyak hal untuk membantu pemulihan ekonomi.

Salah satu kemungkinannya adalah program pembelian obligasi tahap ketiga, yang diharapkan dapat menekan lebih lanjut suku bunga hipotek dan pinjaman lain untuk memancing konsumen dan sektor bisnis meminjam dan membelanjakannya lebih banyak.
The Fed siap untuk menyesuaikan diri dengan fokus pemulihan ekonomi yang lebih kuat seiring stabilitas harga.

Perkiraan suku bunga acuan AS merupakan upaya untuk memberikan petunjuk lebih eksplisit tentang rencana The Fed. Selain untuk membuat komunikasi yang lebih terbuka dengan publik. Rendahnya imbal hasil pada surat utang akan mendorong investor untuk mengalihkan uang ke saham, yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan memacu belanja lebih banyak.

Beberapa ekonom mengatakan, target akhir tahun 2014 tersebut merupakan sinyal sikap The Fed lebih lanjut untuk memperkuat pemulihan ekonomi. The Fed menunjukkan dukungannya untuk membeli obligasi dan aset lainnya bila pertumbuhan ekonomi gagal terjadi.

Bank sentral AS juga menurunkan proyeksi pertumbuhan dari 2,9% pada November 2011 menjadi 2,7%. Untuk pertama kalinya, The Fed memberikan target resmi untuk inflasi yaitu 2%, dalam pernyataan kebijakan jangka panjang. The Fed memperkirakan pengangguran akan jatuh serendah 8,2% tahun ini, lebih baik dari perkiraan sebelumnya 8,5%.

Tingkat pengangguran Desember 2011 adalah 8,5%. The Fed tidak menetapkan target formal untuk pengangguran, tapi menyatakan bahwa rata-ratan antara 5,2%-6% dengan kondisi ekonomi yang sehat.

The juga memperkirakan pertumbuhan akan moderat selama tahun depan. Ini ditunjukkan oleh pasar perumahan yang terus-menerus tertekan dan ketatnya kredit bagi banyak konsumen dan perusahaan.
Namun demikian The Fed menggambarkan laju inflasi saat ini “tenang”, penilaian yang lebih menenangkan dibanding bulan lalu. Jadi ini merupakan sinyal yang cukup jelas bahwa inflasi tidak pada radar The Fed saat ini.

Implikasi ke Indonesia
Secara umum, keseluruhan penurunan proyeksi perekonomian dunia di atas tentu memberikan efek kepada perekonomian Indonesia. Itu diakui oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang mengungkapkan, tantangan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,7% tahun ini semakin berat setelah gambaran ketidakpastian ekonomi dunia makin tinggi.

Meski proyeksi laju pertumbuhan ekonomi dunia dikoreksi oleh IMF, pemerintah tetap berupaya mendorong laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Pemerintah optimistis target tersebut bisa tercapai. Berbekal fokus pada percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia, pertumbuhan ekonomi bisa tetap terjaga. Pemerintah mengupayakan menggenjot pembangunan infrastruktur sebagai penopang ekonomi nasional.
Kalangan ekonom juga menilai penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia oleh IMF memberi sinyal pemburukan ekonomi dunia yang dipicu oleh krisis di Eropa. Sementara bagi Indonesia, koreksi tersebut sesungguhnya membuat pemerintah cukup sulit untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 6,7%.

Meski demikian, masih ada harapan bagi pemerintah untuk mencapai target yang ditentukan. Caranya dengan mengoptimalkan semua mesin pertumbuhan. Dari gambaran ini, tak berlebihan jika pemerintah menilai, krisis pada tahun 2012 nanti bakal lebih buruk dari krisis tahun 2008.

Kendati arus masuk dana asing (capital inflow) masih akan membanjiri Indonesia, namun tidak dapat dipungkiri kondisi krisis ekonomi pada tahun 2012 akan bisa lebih buruk dari tahun 2008. Hanya saja, Indonesia memang tidak akan terkena dampak langsung dari krisis tersebut. Pasalnya, relatif tidak terlalu bergantung dengan ekspor.

Dunia usaha diharapkan tidak terkejut dengan perkiraan Kementerian Keuangan yang tiba-tiba mengeluarkan perkiraan, krisis global tahun 2008 bakal terulang entah tahun ini atau tahun depan. Seberapa besar peluang tersebut dan seperti apa skenario terburuknya bagi Indonesia, itu lebih penting untuk diperhitungkan.
Diakui oleh para ekonom adanya persepsi risiko yang bisa memicu krisis global. Meskipun, sejauh ini risiko itu belum tentu terjadi. Persepsi pertama adalah memburuknya perekonomian di AS dan Jepang. Jepang dipicu oleh gempa dan tsunami 11 Maret 2011 yang recovery-nya di bawah ekspektasi. Begitu juga dengan perekonomian AS yang belum mengalami perkembangan berarti.

Meski sudah mengalami dua kali stimulus moneter Quantitative Easing (QE) ditambah dengan stimulus fiskal sebesar USD447 miliar, faktanya perekonomian AS belum bergerak. Sinyalnya justru bakal memasuki resesi di negara itu.
Sentimen AS semakin buruk karena posisi fiskalnya yang jelek dengan rasio utang di atas 100% terhadap Produk Domestik B(PDB) dan mendapat down grade peringkat utang dari Standard & Poor’s Rating Service (S&P).

Persepsi kedua adalah setelah Yunani mengalami krisis utang, tinggal menunggu negara lainnya di kawasan Uni Eropa yang bakal mengalami nasib serupa. Jika Yunani sampai gagal bayar, maka beberapa negara dalam kawasan tunggal Eropa akan menderita dikarenakan mereka memegang obligasi Yunani.

Perssepsi ketiga adalah negara-negara berkembang terancam inflasi. Jika inflasi serentak terjadi pada tahun 2012, kondisi ekonomi global bakal memburuk. Ini risiko krisis yang bisa terjadi, bisa juga tidak terjadi. Mungkin saja tidak terjadi krisis, tetapi lebih kepada perlambatan.

Sejauh ini, Organisasi Pembangunan dan Kerja sama Ekonomi (OECD), Bank Dunia, IMF dan Asia Development Bank (ADB) baru sebatas memangkas proyeksi pertumbuhan dunia dan beberapa negara. Memang, angka pemangkasan itu di bawah kondisi normal. Sedangkan krisis atau resesi, PDB harus kontraksi atau pertumbuhan minus.

Negara-negara yang tergabung dalam BRIC (Brazil, Rusia, India dan China) bekerja sama untuk membeli obligasi-obligasi Eropa dan IMF menjadi ”makelar” itu. Negara-negara maju tak sanggup lagi membelinya, karena besarnya defisit fiskal dan banyaknya utang mereka. Karena itu, obligasi Eropa ditawarkan ke negara-negara berkembang yang kuat secara ekonomi. Kesimpulannya, krisis global coba ditanggung bersama.

Jika terjadi resesi global pada tahun 2012 ini, bakal berdampak bagi perekonomian Indonesia. Yang paling ditakutkan adalah dari sisi capital inflow. Jika berubah secara tiba-tiba, akan menjadi capital out flow dan rupiah pun bakal mengalami tekanan hebat. Tetapi, dengan likuiditas yang melimpah di dalam negeri, tidak rasional jika asing menarik dananya besar-besaran.

Apalagi, kondisi sekarang berbeda dengan tahun 2008 di mana likuiditas global melimpah. Tetapi, bukan tidak ada risiko krisis sama sekali. Sekarang, tinggal seberapa besar eksposur yang harus dihapus buku (write off) negara-negara maju pada negara-negara yang sedang krisis seperti Yunani.

Secara persentase, skenario krisis saat ini baru 20%. Dalam skenario normal, PDB 2012 di level 6,5%-6,7%. Sebab, pertumbuhan disumbang oleh ekspor 10%-20% dan investasi 30%-40%. Jika terjadi krisis, kedua sektor terganggu sehingga pertumbuhan Indonesia bisa terpangkas menjadi 4,5%.

Pasalnya, pada saat krisis sumbangan net ekspor terhadap PDB akan berubah turun menjadi minus (-10%). Pada saat krisis, yang paling terimbas negatif adalah sektor investasi sehingga sumbangannya terhadap PDB pun bisa mengecil mendekati 0%. Paling tidak di level 3%-an. Kondisi itu bakal memicu tekanan kenaikan suku bunga untuk menarik investor asing.

Tapi, BI tidak akan bermain-main dengan kenaikan suku bunga acuan atau BI rate dengan melimpahnya cadangan devisa yang mencapai 111 miliar dolar AS. Bahkan, jika terjadi krisis global, suku bunga acuan bisa diturunkan ke level 5,5%, tetapi kecil peluangnya bisa mencapai 5%. Jika normal, suku bunga acuan masih bisa naik ke level 6%-6,5%.

Jadi, benar bahwa kendati arus masuk dana asing masih akan membanjiri Indonesia, tidak dapat dipungkiri kondisi krisis ekonomi pada tahun 2012 bisa lebih buruk dari tahun 2008. Indonesia memang tidak akan terkena dampak langsung dari krisis tersebut. Ini lagi-lagi lantaran Indonesia tidak terlalu bergantung dengan ekspor. Tapi kalau negara-negara tujuan ekspor mengalami krisis, maka akan berimbas pada ekonomi Indonesia selain kepada pertumbuhan juga pada suku bunga.

Langkah Antisipasi
Meski perekonomian Indonesia diuntungkan dari konsumsi domestik masyarakat yang tinggi, tabungan masyarakat juga menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi Indonesia perlu belajar dari AS agar jangan sampai tabungan saving rumah tangga menjadi negatif. Tahun 2007-2008 AS mengkampanyekan uang cash untuk mengontrol konsumsi.

Hal lain, Indonesia masih kalah dibandingkan Singapura, Malaysia, dan Thailand untuk mengundang Foreign Direct Invesment (FDI). Padahal Indonesia memiliki potensi besar untuk mengundang FDI. Meski begitu, Indonesia memiliki tantangan besar untuk mengundang FDI. Infrastruktur masih menjadi kendala utama dan ekonomi Indonesia yang sebagian besar masih berpusat di Jawa dan Sumatera.

Salah satu tantangan ekonomi Indonesia yaitu menggeser ekonomi dari Jawa dan Sumatera ke Indonesia Timur, khususnya mengembangkan ekonomi kelautan karena itu bisa menjadi potensi ekonomi besar.

Indonesia masih dilihat memiliki daratan luas, padahal Indonesia mempunyai potensi sangat besar untuk ekonomi kelautan. Tantangan klasik perekonomian Indonesia yaitu masalah infrastruktur. Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MPE3I) diharapkan dapat membantu program infrastruktur.

Meski ada beberapa hal yang masih menjadi kendala yaitu kebutuhan pendanaan dan koordinasi pusat dan daerah. Jadi tahun 2012 adalah tahun infrastruktur, di mana kondisi geografis Indonesia yang merupakan kelautan, maka infrastruktur menjadi sangat penting.

Ada tiga pilar yang dapat dilakukan untuk menyokong perekonomian Indonesia.
Pertama, peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM). Saat ini kecenderungan perusahaan multinasional lebih mengoptimalkan sumber daya domestik karena karena lebih memahami regulasi, jalur distribusi dan budaya.

Kedua, memperbaiki hard infrastructure. Pembangunan pelabuhan dan kereta api menjadi catatan dalam infrastruktur keras tadi.

Ketiga, soft infrastructure seperti regulasi perijinan. Maklum, beberapa kementerian telah memilah-milah peraturan yang tumpang tindih. Perlu pula dipikirkan pemberian stimulus ekonomi untuk mengantisipasi resesi global yang bisa terjadi tiba-tiba. Tetapi, jauh lebih penting belanja pemerintah yang cepat dan efektif tanpa kebocoran.

Jika melihat situasi saat ini, belum begitu solid adanya indikasi akan terjadi resesi global. Tetapi, kalaupun terjadi resesi global, konsumsi domestik masih akan menggerakkan 64% porsi Gross Domestic Product (GDP) Indonesia. Hanya 26%-27% saja yang digerakan oleh sektor eksternal. Karena itu, sebelum stimulus dikucurkan, yang lebih penting adalah soal belanja pemerintah yang tak efektif, harus segera diatasi. Sebab, ini menjadi masalah klasik bertahun-tahun.

Penyerapan anggaran selalu molor hingga kuartal III dan IV. Karena itu, target defisit 2011 sebesar 1,8% (diturunkan dari 2,1%) tidak akan tercapai. Sebab, target belanja hingga September 2011, baru mencapai tipis di atas 50%. Akibatnya, negara berutang yang pada akhirnya untuk tabungan sehingga menderita negative spread antara suku bunga pinjaman dengan suku bunga simpanan. Padahal, tujuan berutang untuk menutup defisit.

Di sisi lain, komposisi belanja belum optimal. Anggaran masih terbebani oleh birokrasi, belanja rutin, subsidi yang tidak tepat sasaran terutama subsidi energi dan bayar utang. Sejauh ini, belanja modal masih terbatas, hanya 12%. Itu yang perlu diperbaiki sebelum mengucurkan stimulus.

Memang untuk tahap awal boleh menyiapkan stimulus jika resesi global terjadi secara tiba-tiba. Tetapi, hingga saat ini, belum diyakini belanja pemerintah akan efektif seiring berbagai berita kebocoran. Apalagi, jika stimulus dalam bentuk belanja, apakah kebocoran bisa dicegah sehingga multiplier effect-nya optimal ke dalam perekonomian. Lebih baik dari sisi keringanan pajak untuk pekerja maupun untuk sektor-sektor tertentu terutama yang berorientasi ekspor.

Di atas semua itu, manajemen dan administrasi perencanaan belanja harus diperbaiki dan kebocorannya juga harus ditutup. Berdasarkan penelitian berbagai institusi ekonomi, negara-negara berkembang sulit menyerap anggaran karena kebocoran semacam itu. Jadi, para ekonomi cenderung mengusulkan pemotongan pajak ketimbang pemberian stimulus anggaran.

Berkaca pada stimulus fiskal 2008 senilai Rp77 triliun, dipertanyakan penyerapan dana tersebut, apakah ada pembangunan infrastruktur baru yang bisa dinikmati masyarakat? Apakah ada jalan yang lebih bagus, pelabuhan, ada waduk ataupun irigasi? Selama 10 tahun, sejak krisis tahun 1998 pemerintah hanya memelihara irigasi dan tidak ada tambahan irigasi baru.

Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo mengatakan, sudah mempersiapkan diri menghadapi kondisi perekonomian global yang berpotensi memburuk. Pemerintah mempersiapkan stimulus di semester pertama 2012. Paket stimulus dipersiapkan untuk menjaga perekonomian domestik menghadapi kondisi terburuk dari ekonomi dunia.

Maklum, Indonesia bisa terkena imbas kondisi yang melanda AS dan Eropa, terutama apabila krisis di kedua kawasan itu memengaruhi negara-negara yang menjadi mitra dagang Indonesia. Kinerja ekspor bisa merosot dengan menurunnya tingkat pembelian produk oleh negara mitra dagang Indonesia.


Business News