Senin, 27 Februari 2012

Menyoroti Kinerja Perbankan Indonesia

Di tengah keterpurukan sektor perbankan di Amerika Serikat dan kawasan Eropa karena didera krisis ekonomi, kinerja sektor perbankan di Indonesia justru menunjukkan potret yang menggembirakan. Hal ini setidaknya tecermin dari kinerja harga saham emiten sektor perbankan. Diproyeksikan kinerja emiten perbankan pada tahun 2012 akan ditopang oleh tingginya permintaan dari dalam negeri. Memang sejumlah kebijakan Bank Indonesia berpotensi mengurangi Net Interest Margin (NIM), tetapi bank akan meningkatkan volume kredit atau meningkatkan pendapatan non-bunga (Fee Based Income / FBI ) untuk mengatasi penurunan tersebut.

Target penyaluran kredit industri perbankan sebesar 23,6% pada tahun 2012 akan didukung permintaan dari industri domestik. Kontribusi kredit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang masih berkisar di level 27%, lebih rendah dibanding Filipina 30%, India 51%, Thailand 79%, Malaysia 109%, dan Singapura 139%. Hal ini menunjukkan perbankan Indonesia masih memiliki ruang yang cukup besar untuk menyalurkan kredit. Segmen kredit konsumsi dan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih akan menjadi fokus perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit. Perbankan yang memiliki fokus di segmen kredit mikro memiliki ruang untuk ekspansi lebih besar.

Ini lantaran di tengah ancaman krisis global, sektor mikro dinilai paling tahan dan kuat menahan goncangan. Bank-bank yang memiliki fokus bisnis pada segmen ritel consumer juga akan menikmati potensi bisnis yang besar, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif minimal 6% tahun ini. Angka pengangguran yang menurun dari 8,% menjadi sekitar 7% mengindikasikan semakin banyak orang bekerja. Mereka juga berpenghasilan cukup sehingga mendorongnya untuk berbelanja.

Kelompok kelas menengah baru inilah yang bakal dibidik sebagai target pasar bank-bank ritel konsumer. Bank-bank ini akan menikmati yield yang tinggi, walaupun net interest margin (NIM) bank semakin terbatas dengan menguatnya kompetisi dalam penyaluran kredit. Sementara bank-bank skala besar masih bertumpu pada ekspansi kredit skala wholesale atau korporasi besar. Dengan dukungan permodalan dan likuiditas yang solid, mereka dengan mudahnya membiayai sektor-sektor infrastruktur yang padat modal dan padat karya.

Khusus untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), diprediksi akan menjadi pendorong terbesar kenaikan kredit konsumsi karena suku bunga yang relatif rendah dan peningkatan daya beli kelas menegah. Kemampuan beli yang baik mendorong pemenuhan kebutuhan primer oleh keluarga-keluarga muda melonjak.

Namun, pertumbuhan kredit kendaraan bermotor berpotensi melambat sebagai dampak dari efek pembatasan penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi untuk kendaraan pribadi. Hanya saja, jika pelaksanaan proyek infrastruktur bisa lebih tersebar ke seluruh wilayah Tanah Air, tidak hanya terpusat di Jawa, terutama kawasan Jabodetabek, maka permintaan properti dan otomotif masih akan tetap terjaga baik.

Target pelaku usaha otomotif untuk mencapai satu juta unit tahun ini bias tercapai, karena pasar otomotif di Thailand sedang terganggu ekses banjir yang melanda negara itu tahun lalu. Prinsipal otomotif dari Jepang pemegang merek Mitsubishi, Honda, dan Toyota juga sudah berkomitmen untuk menambah investasinya di Indonesia, sebagian dari mereka merupakan relokasi dari Bangkok, Thailand, yang terendam banjir besar.

Secara umum NIM diperkirakan masih akan terjaga di kisaran 5,8%-6,2% di tahun ini. Kebijakan Bank Indonesia menurunkan BI Rate dari 6% menjadi 5,75% dan peningkatan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) akan memengaruhi NIM, kendati tidak signifikan. Sebelumnya saham-saham perbankan sudah mencatat pertumbuhan tinggi pada tahun 2011 sehingga tahun ini pada pelaku bursa akan mengurangi portofolio mereka di saham perbankan.

Beberapa kebijakan bank sentral dinilai menjadi sentimen negatif bagi saham perbankan. Sebagaimana diketahui, BI terus mendorong penurunan suku bunga kredit dan suku bunga simpanan, sementara untuk bisa mencapai pertumbuhan kredit 20%-25%, perbankan membutuhkan dana dari publik. Karena itu, bank sulit menurunkan bunga simpanan, sementara di sisi lain bunga kredit turun sehingga net interest margin perbankan mengalami kontraksi. Secara keseluruhan, bank sentral (BI) masih optimistis pertumbuhan kredit perbankan pada tahun 2012 dapat mencapai 27% atau melebihi rencana bisnis bank (RBB) industri perbankan sebesar 23,6%.

BI optimis karena prediksi inflasi ke depan rendah (kendati ada kebijakan terkait kenaikan harga bahan bakar minyak dan kenaikan tarif dasar listrik sebesar 10%). Nilai tukar rupiah juga relatif stabil dan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan di atas 6,3%. Sebagai referensi, PT Bank Tabungan Negara Tbk menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 25% pada tahun 2012. Perseroan akan memperbaiki biaya dana untuk meningkatkan efisiensi. BTN juga menargetkan dapat mempertahankan net interest margin di level 5,4% atau relatif sama dengan pencapaian 2011. BTN akan memperbaiki efisiensi perseroan sehingga laba bersih (bottom line) lebih baik dibanding tahun 2011.

Sementara PT Bank Mandiri Tbk menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 20%-22%. Perseroan akan mengubah portofolio kredit dari yang sebelumnya lebih banyak ke segmen kredit korporasi beralih ke sektor ritel dan lainnya. Bank Mandiri juga akan menurunkan bunga kredit dengan cara menurunkan biaya dana (cost of fund) perseroan. Bank Mandiri akan memperbesar porsi dana murah menjadi 63%-65% dari level saat ini 60%.

Diperkirakan bank-bank skala menengah dan kecil lebih berani menargetkan pertumbuhan kredit pada kisaran 24%-27% karena mereka memiliki ruang ekspansi lebih besar. Dengan memiliki pangsa pasar yang spesifik (niche markets), mereka dengan mudah melakukan penetrasi pasar.


Business News