Lembaga pemeringkat, Moody’s Rating menaikkan peringkat surat utang Indonesia dari Ba2 menjadi Ba1, atau satu peringkat (notch) di bawah ‘investment grade’ dengan outlook stabil. Perbaikan peringkat ini diberikan karena Moody’s menilai ada perbaikan dari sisi surat utang pemerintah, membaiknya prospek Penanaman Modal Asing (PMA) dan cadangan devisa yang cukup besar.
Peringkat Moody’s ini setara dengan peringkat yang diberikan lembaga pemeringkat lain, Fitch Ratings di level BB+ dan satu peringkat lebih tinggi dari peringkat S&P di level BB dengan outlook stabil.
Kenaikan peringkat dari Moody’s ini sangat spesial bagi Indonesia karena diberikan kepada suatu negara di tengah situasi negara-negara lain di berbagai kawasan yang sedang mengalami masa sulit. Perbaikan peringkat ini akan menambah confidence investor khususnya asing untuk bertahan di Indonesia.
Terdapat beberapa alasan Moody’s menaikkan peringkat Indonesia. Pertama, dari faktor ketahanan ekonomi Indonesia diikuti neraca makroekonomi yang berkelanjutan. Kedua, dari faktor posisi utang pemerintah dan cadangan devisa valuta asing bank sentral yang membaik. Ketiga, dari faktor rospek arus investasi asing juga terus membaik. Ini bisa memperkuat posisi eksternal dan outlook ekonomi Indonesia.
Ke depan, perbaikan peringkat masih bisa dilakukan dengan melakukan berbagai upaya. Misalnya, melanjutkan kebijakan stabilitas moneter dan stabilitas harga. Lalu pengawasan perbankan yang lebih bagus, membaiknya permodalan dan kredit untuk mendukung langkah pemerintah dalam mengelola utang. Juga masuknya aliran investasi asing langsung untuk mendukung neraca pembayaran eksternal.
Kalau upaya perbaikan tidak dilakukan, peringkat yang sudah diperoleh bisa diturunkan lagi. Misalnya, apabila pemerintah kehilangan kontrol inflasi dan stabilitas moneter. Atau terjadi goncangan yang kuat terhadap fiskal, utang dan posisi cadangan devisa. Hal ini bisa datang akibat kesalahan kebijakan atau beberapa guncangan dalam politik domestik. Hasilnya kepercayaan investor dan masyarakat bertambah buruk.
Moody’s juga menimbang beberapa risiko kunci pada peringkat dan outlook Indonesia terutama menyangkut sistem politik. Oposisi dari mitra koalisi telah memperlambat aksi pemerintah untuk menerapkan reformasi ekonomi. Namun ini belum berdampak secara menyeluruh pada manajemen kebijakan secara menyeluruh. Atau prospek ekonomi jangka pendek. Walau begitu, bila hambatan politik menghalangi kebijakan dan administrasi atau pengawasan perbankan, kepercayaan investor akan menurun dan tekanan pada pasar finansial akan naik.
Jumlah orang asing yang memegang surat utang pemerintah Indonesia berbentuk rupiah meningkat. Keadaan ini bisa membikin masalah melihat relatif dangkalnya pasar kapital domestik di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus bekerja keras menciptakan pasar keuangan yang lebih dalam melalui program financial inclusion.
Untuk itu, sudah benar langkah pemerintah yang selama ini sudah melakukan deepening domestik bond market melalui diversifikasi instrumen dan dengan menjaga stabilitas pasar dengan pembentukan bond stabilization fund serta meningkatkan koordinasi dengan berbagai otoritas termasuk moneter dan pasar modal.
Makna sesungguhnya dari perbaikan peringkat utang domestik dan internasional pemerintah adalah pengakuan bahwa pengelolaam makroekonomi Indonesia sudah on the track. Pertumbuhan ekonomi terjaga dengan baik, mampu mencapai 6 persen (angka perkiraan) pada tahun 2010.
Nilai tukar rupiah juga relatif terjaga pada posisi yang cukup kuat di kisaran Rp 9.000 per dolar AS. Kredit perbankan juga tumbuh dengan baik sebesar 21 persen atau dua kali lipat dari 2009 yang hanya 10,6 persen. Situasi makroekonomi yang kondusif membuat pemodal asing tergoda untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia, terlihat dari kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sempat menyentuh level 3.700. kalau pun sekerang indeks mengalami penurunan hingga ke kisaran 3.500, hal ini diyakini hanya respon sesaat dari para investor.
Hanya inflasi yang tinggi, yakni 6,96 persen di 2010, yang sedikit “mencoreng” prestasi pemerintah dalam membangun pondasi perekonomian. Namun dengan komitmen kuat untuk mengantisipasi lonjakan inflasi di tahun ini, diyakini laju inflasi akan dapat dikendalikan pada level yang lebih moderat.
Dengan mengusung plaftorm strategi pembangunan ekonomi bertumpu pada empat pilar, yaitu pro growth, pro jobs, pro poor, dan pro environment, diharapkan prestasi ekonomi Indonesia akan terus terjaga dengan baik. Persoalan inflasi ditambah ancaman krisis pangan dan energi hendaknya menjadi catatan serius pemerintah untuk menyelesaikannya.
Khusus terkait ancaman krisis pangan, hal ini hanya bisa diantisipasi apabila pembangunan pertanian domestik digagalkan kembali. Jangan lagi berharap bahwa Indonesia bisa mengimpor bahan makanan dari negara lain, karena negara-negara lain juga mengalami ancaman yang sama. Thailand dan Vietnam sebagai contoh, secara perlahan-lahan sudah menghentikan ekspor beras ke negara-negara lain karena berorientasi untuk mengatasi problem dalam negerinya.
Jadi, Indonesia harus mandiri, tidak boleh bergantung kepada negara lain, untuk dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri. Bukan hanya oal pangan, melainkan juga soal energi. Pemnerintah harus inovatif dan kreatif menemukan sumber-sumber energi alternatif yang murah dan berisiko rendah. Potensi sumber energi alternatif terbuka luas baik dari sumber matahari, air laut dan sungai, udara, dan pertambangan.
Business News
Rabu, 26 Januari 2011
MAKNA PERBAIKAN PERINGKAT INDONESIA
Selasa, 25 Januari 2011
Outside The Box
SBY dituduh “berbohong”. Kabar angin mengatakan bahwa pernyataan “bohong” itu masih berupa konsep, dan masih belum disetujui oleh semua yang terlibat. Tetapi memang pernyataan “bohong” itu keluar dan tercium oleh media, bergulir seperti bola salju menggelinding dengan cepat, sampai membuat SBY uring-uringan. Nasi sudah jadi bubur, pernyataan SBY “berbohong” jadi konsumsi masyarakat.
Jarang SBY bereaksi cepat, mungkin karena kata “bohong” terlalu kuat dan kasar. Kemarin dulu SBY mengumpulkan 100 tokoh agama, termasuk 9 tokoh agama inisiator tuduhan “bohong” itu. Dengan cerdas SBY mengepung 9 tokoh agama, dengan mengundang tokoh agama lainnya, mencoba menetralisir “bohong” dari 9 tokoh agama, sekaligus menunjukkan masih banyak tokoh agama yang mewakili umat dan tidak berkata “bohong”.
Dari belasan “kebohongan” itu, mari kita lihat sisi ekonominya saja. Kadang kala indikator makro bisa menipu persepsi masyarakat. Misal saja indikator inflasi. Per definisi inflasi adalah indikator yang menyatakan kenaikan harga yang terus menerus. Kalau harga cabai dari Rp20.000,-/kilo naik menjadi Rp30.000,-, maka terjadi inflasi 50% atas harga cabai. Besok harga cabai menjadi Rp25.000,-, inflasi turun (deflasi) sebesar 17%. Di satu pihak indikator menunjukkan deflasi, tetapi masyarakat tetap membayar cabai lebih mahal dari sebelumnya.
Di sini bisa jadi pangkal sengketa: pemerintah bilang deflasi, masyarakat bilang harga naik. Dua-duanya benar, tetapi masing-masing memakai definisi yang berbeda, bukan apple to apple.
Indikator kemiskinan dan pengangguran tidak kurang ribet. Definisi Biro Pusat Statistik berbeda dengan World Bank, masing-masing punya argumentasi sendiri. Definsi BPS kemiskinan 30 juta orang, definisi World Bank 70 juta. Kenapa pemerintah memakai definisi BPS? Gampang saja, BPS adalah lembaga resmi Indonesia yang mengeluarkan angka statistik, sementara World Bank bukan. Kalau pemerintah tidak percaya dengan definisi BPS, ya bubarkan saja BPS, kita ikut World Bank.
Tetapi dibalik debat definisi ini, harusnya kita sadar bahwa baik angka 30 juta dan 70 juta hampir sama gawatnya: gawat dan sangat gawat. Kenyataan 30 juta rakyat miskin itu luar biasa besar. Bayangkan penduduk Singapura tidak sampai 10 juta manusia, jadi angka 30 juta adalah tiga kali jumlah penduduk Singapura. Artinya di Indonesia ada tiga negara Singapura yang miskin, itu perbandingan yang dahsyat.
Bagaimana kemampuan pemerintah mengatasinya? Ini musti jelas, melihat angka APBN yang tidak bisa “berbohong”. Kalau lihat angka APBN harus diakui kemampuan pemerintah untuk menjawab masalah ini sangat minim dalam jangka waktu pendek. Apa pasal? Anggarannya tidak cukup. Lihat saja tabel APBN. Pada tahun 2010, total belanja negara sebesar 1.100 triliun. Dari total belanja, 30% masuk ke daerah, sisanya pemerintah pusat.
Kalau dana masuk ke daerah, pemerintah pusat tidak bisa apa-apa. Paling banter, minta mereka ikut program pemerintah pusat. Kalau menolak tidak ada sangsi.
APBN 2010 2011
Pendapatan Negara 992,4 1.104,9
Pajak 743,3 850,3
Bukan Pajak 247,2 250,9
Hibah 1,9 3,7
Belanja Negara 1.126,1 1.229,6
Belanja Pusat 781,5 836,6
Transfer ke Daerah 344,6 393,0
Pembiayaan 133,7 124,7
Dalam Negeri 133,9 125,3
Luar Negeri (0,2) (0,6)
Belanja pemerintah pusat, 781 triliun, 90% adalah belanja rutin (pegawai dan barang), bayar bunga, dan subsidi, sisanya 10% belanja modal. Total belanja modal hanya 77 triliun (sumber: Data Pokok APBN)
Misalkan saja pemerintah mengeluarkan semua 77 triliun kepada masyarakat miskin yang 70 juta itu, maka program pengentasan kemiskinan pemerintah pusat dalam setahun berjumlah Rp1,1 juta per orang nya, atau Rp3.000,- per orang per hari. Pertanyaannya apakah uang Rp3.000,- per orang per hari cukup? Sama sekali tidak cukup!
Defisit APBN terlihat jelas dibiayai oleh dalam negeri, yaitu menjual obligasi pemerintah, dan hampir semuanya dibeli oleh bank dan BUMN. Kalau pemerintah pusat mau menaikkan budget Rp3.000,-, maka kemampuan dalam negeri untuk financing tidak ada.
Harapan satu-satunya adalah pinjaman luar negeri, tetapi kalau dari tabel, uang yang masuk sebagai pinjaman lebih sedikit dari yang keluar. Artinya, pinjam uang untuk bayar hutang luar negeri.
Jadi bagaimana? Di dunia business, dikenal transaksi refinancing, jadi hutang luar negeri negara seharusnya bisa meniru transaksi seperti itu. Siapa yang paling mampu membiayai refinancing ini? Ada dua negara raksasa yang mempunyai cadangan devisa yang luar biasa besar: China dan India.
China punya punya devisa USD2.7 triliun . Utang Indonesia sebesar USD60 miliar sangat kecil dari cadangan devisa itu. Coba kita bisa melakukan transaksi refinancing dengan China, bakal luar biasa dahsyat. Refinancing bisa dengan memanjangkan tenor pinjaman, mengecilkan bunga, di mana total efeknya meringankan cash flow APBN. Artinya, belanja modal pemerintah bisa didongkrak paling sedikit dua kali karena biaya bunga berkurang, plus hutang luar negeri bertambah karena kemampuan pemerintah untuk berutang juga bertambah.
Sehingga sudah seharusnya, silang pendapat “berbohong” dihentikan. Semua duduk bersama memikirkan 70 juta orang itu mendapat program yang memadai. Kalau kita tetap bertumpu pada model APBN seperti sekarang, kita tidak akan bisa menjawab masalah kemiskinan dan pengangguran dalam waktu jangka pendek. Pertanyaannya: Apakah sang miskin bisa menunggu??
Businessnews
ANGKA KEMISKINAN DAN PUJIAN BANK DUNIA
Menarik mencermati polemik soal prestasi ekonomi Indonesia yang disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang kemudian mendapat respon “negatif” dari kalangan aktivis dengan mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan kebohongan di balik angka-angka yang disajikan.
Ada baiknya polemik itu ditelaah secara jernih dengan kepala dingin sehingga kita bisa mengambil intisari dan hikmahnya sekaligus. Mari simak sejenak polemik itu. Pemerintah SBY dituding berbohong dengan angka kemiskinan. Angka kemiskinan diklaim pemerintah turun dari 32,53 menjadi 31,02 juta orang. Satu setengah juta orang telah terentas dari kemiskinan.
Sontak penurunan angka kemiskinan ini menuai berbagai reaksi masyarakat yang dianggap jauh api dari panggang. Realitanya, masyarakat miskin bertambah banyak. Memang, angka kemiskinan akan mengalami dinamika dalam penafsiran.
Penafsiran angka kemiskinan akan sangat beragam sesuai sudut pandang (background) akademis, profesi dan pengetahuan pengguna data. Terlebih, jika sudah terjebak dalam “kontaminasi politik”, maka penafsiran akan menjadi jauh berbeda.
Cara Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan sudah sangat standar dan dilakukan banyak negara di dunia. Data kemiskinan yang dirilis BPS dihimpun dari 33 provinsi dengan mengerahkan 12 ribu petugas lapangan mitra independen BPS.
Hingga sangat sulit diterima, ada rekayasa di balik angka kemiskinan. Karena penduduk miskin masih 31,02 juta atau sekitar 13,3 persen dari penduduk Indonesia tentu masih mudah dijumpai orang-orang miskin itu.
Di sisi lain kita terkadang lupa merasakan denyut pengurangan kemiskinan. Misalkan makin panjang antrean masyarakat di berbagai daerah untuk ibadah haji, makin meningkatnya penjualan kendaraan dan mobil mewah.
Makin meningkatnya konsumsi barang-barang sekunder (handphone, televisi dan barang elektronik lain). Mencermati fenomena di atas marilah lebih arif dalam menerjemahkan angka kemiskinan dan memacu diri turut serta mengawal program perlindungan sosial yang digulirkan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Jadi, kepada para tokoh masyarakat janganlah menjadikan angka-angka ilmiah statistik menjadi konsumsi politik. Marilah kita beri kesempatan pemerintah agar masyarakat dapat menikmati kebutuhan dasarnya. Kasihan rakyat yang tidak tahu apa-apa sering dijadikan “komoditas politik” oleh segelintir elit politik.
Sejauh ini banyak kalangan ekonom memproyeksikan perekonomian Indonesia bakal mengalami pertumbuhan lebih baik dibanding negara Asia lain. Indonesia, bersama China dan India, terus memimpin pertumbuhan ekonomi kawasan. Perekonomian Indonesia didukung pasar domestik yang besar dan kemampuan mempertahankan ekspor.
Tingginya, permintaan pasar dalam negeri dan penduduk banyak ini salah satu faktor pendukung pertumbuhan. Semoga ekonomi Indonesia bisa terus tumbuh pada tahun-tahun selanjutnya. Indikator perekonomian naik itu antara lain belanja pemerintah masih cukup besar dan angka inflasi masih terkendali. Dana investasi asing diperkirakan meningkat tahun 2011.
Lonjakan kelas menengah Indonesia bisa diidentifikasi dari pola konsumsi mereka. Misal, masyarakat kelas menengah bawah sudah mampu mengangsur sepeda motor. Masyarakat kelas menengah, tengah memadati mal-mal dan membeli mobil dengan cc kecil.
Masyarakat kelas menengah-atas, mampu berobat dan menyekolahkan anak ke luar negeri, serta membeli mobil jenis sedan. Ini menunjukkan, ekonomi di Indonesia makin maju. Ini merupakan bukti, bertambahnya orang kaya di negeri ini.
Melihat fenomena besar ini, para pelaku bisnis baik dari dalam dan luar negeri telah mencermati sejak beberapa tahun lalu. Mereka sudah mempersiapkan strateji atas membesarnya kelas menengah Indonesia itu. Produsen mancanegara malah sudah banyak mengincar Indonesia sebagai pasar produk mereka dengan mengusung bendera globalisasi.
Memang kalau prestasi ekonomi itu lantas disandingkan dengan fakta bahwa ada sekian orang rakyat Indonesia masih berkekurangan dari segi papan, pangan, dan pendidikan, tentu kekurangan ini tidak boleh men-discourage keberhasilan yang sudah dicapai.
Sebagai perbandingan, perekonomian China tumbuh rata-rata 10 persen setiap tahunnya. Namun jumlah pengangguran di China tetap terbilang tinggi, berkisar 9,5 persen. Kenapa ini bisa terjadi? Karena memang hasil kebijakan pembangunan bidang ekonomi tidak serta merta bisa diserap atau dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara individual.
Jumlah penduduk China sekitar 1,6 miliar jiwa dengan jumlah usia kerja sekitar 800 juta jiwa, sementara angka pengangguran berkisar 80-90 juta orang. Inilah yang menjadi pemikiran pemerintah China bagaimana dapat memperluas daya serap hasil pembangunan ekonomi kepada seluruh warganya.
Bukti bahwa prestasi ekonomi Indonesia sudah berada pada jalur yang benar diakui oleh Bank Dunia. Lembaga internasional ini terus memuji Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi terus naik dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan dunia internasional mengakui, secara ekonomi Indonesia memang kuat.
Bank dunia mengakui, pertumbuhan ekonomi itu tidak lepas dari para investor. Sebagai bangsa Indonesia, kita harus bangga di tengah krisis global, kita dianggap sebagai negara tangguh dan selalu lepas dari jerat krisis. Semoga kedepan pemerintah melalui tim ekonomi terus bekerja keras, harus optimistis menatap kedepan harus lebih baik. Sehingga hasil pembangunan ekonomi makin tersebar merata dinikmati oleh seluruh rakyat di seluruh pelosok Tanah Air.
Businessnews
Selasa, 04 Januari 2011
Prediksi Ekonomi 2011: Menjaga Momentum
Indonesia salah satu negara di dunia yang beruntung. Saat negara-negara adijaya di dunia tergolek lemas terkena virus krisis hutang, Indonesia tetap berkibar dan tumbuh ekonominya dengan angka yang relatif sehat.
Sebetulnya ada dua jenis virus yang berbahaya di dalam perekonomian dunia. Virus defisit anggaran belanja negara dan virus hutang swasta. Untungnya Indonesia sudah minum antibodi dua jenis ini. Sejak krisis tahun 1998 antibodi ini sangat kuat bekerja, malah seringkali membunuh sel-sel tubuh Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Sangking kuatnya antibodi ini, pemerintah sampai tidak sanggup melakukan pencairan proyek-proyek tepat waktu. Lihat saja angkanya: di bulan Desember 23, 2010 konon hanya ada realisasi 83,4% pencairan dana pemerintah, padahal tahun 2009 lebih dari 86,5%. Jauh dari ideal. Proses pembusukan ini harus dihindari di tahun 2011, karena dari sisi expenditure pertumbuhan ekonomi, konsumsi masyarakat dan pemerintah masih menjadi primadona pertumbuhan ekonomi Indonesia. Walau dua sektor lainnya, sektor investasi dan ekspor masih cukup kuat andilnya di tahun 2010, tetapi kemungkinan besar akan menjadi faktor risiko di tahun 2011.
Faktor risiko internal yang utama adalah ancaman inflasi, utamanya dari bahan pangan dan enerji. Bahan pangan (beras) yang mempunyai andil cukup besar dalam komponen inflasi, kemungkinan akan naik. Hal ini disebabkan faktor cuaca yang masih mengancam Asia, khususnya penghasil beras seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Dua negara tetangga sudah mengalami penurunan panen yang cukup tajam, dan kemungkinan besar tidak bisa ekspor untuk negara konsumen beras seperti Indonesia. Alhasil harga beras di dunia akan loncat ke atas. Sementara enerji, bahan bakar dan listrik, diprediksi secara perlahan akan naik. Jika inflasi terjadinya hanya sementara, pemerintah bisa secara penuh mencairkan dana proyek untuk menggenjot perekonomian.
Sebaliknya memang bilamana tekanan inflasi menguat, pemerintah harus mengerem proyek-proyeknya agar tidak membanjiri sistem keuangan dengan excess liquidity, agar tekanan inflasi tidak berlebihan.
Inflasi juga akan bisa timbul saat gejala over heating terjadi, di mana permintaan barang dari masyarakat terlalu cepat daripada produksi barang. Di sini sektor expenditure masyarakat (consumer demand) menjadi faktor utama (lebih dari 50% dari total PDB). Saat Bank Indonesia menahan tingkat bunga dengan maksud mendorong investasi, masyarakat mempunyai cash/tunai yang berlebih, dan memberikan motivasi masyarakat untuk berbelanja. Dorongan ini bisa terlalu besar karena struktur balance sheet perbankan Indonesia masih belum berubah, sehingga pada titik tingkat bunga rendah bank masih tidak memberikan pinjaman dan lebih memilih masuk pasar obligasi korporat dan negara. Kembali seperti skenario di atas, pemerintah harus mengerem pencairan dana proyek agar excess liquidity di sistem keuangan tidak kelebihan beban dan mendorong inflasi semakin cepat.
Fine tuning belanja pemerintah sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, dimana saat pemerintah mengerem proyek maka laju perekonomian melemah dan sebaliknya. Sehingga faktor koordinasi pemerintah dalam menjalankan proyek-proyek, terutama manajemen pencairan dana APBN, tidak bisa tidak harus diperbaiki secepat mungkin. Belanja Pemerintah menjadi senjata counter cyclical memerangi inflasi, selain senjata yang dipegang oleh Bank Indonesia, seperti penjualan obligasi untuk menyerap kelebihan likuiditas.
Faktor risiko eksternal datangnya dari menurunnya perbaikan ekonomi dunia, khususnya zona Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa lembaga penelitian dunia meramalkan bahwa pertumbuhan riil dunia akan menurun, dari 4,1% di tahun 2010 menjadi 3,7%. Amerika Serikat hanya akan tumbuh 2,7% di tahun 2011 (2.8% di tahun 2010), Zona Eropa menjadi 1,7% di tahun 2011 (1,8% di tahun 2010). China pun diperkirakan mengalami penurunan dari 10% di tahun 2010 menjadi 9% di tahun 2011.
Singkatnya, pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat, karena perbaikan perekonomian dunia di tahun 2010 bukan akibat perbaikan bottom line (meningkatnya permintaan dan produksi barang) tetapi dari perbaikan balance sheet (mengurangi hutang dan langkah efisiensi) di tahun 2010. Tidak heran recovery ekonomi dunia tidak sustainable dan sangat rentan oleh gangguan-gangguan kecil.
Jika skenario ini benar terjadi maka prospek investasi dan ekspor Indonesia belum tentu akan secerah di tahun 2010, apalagi kalau terjadi reversal capital outflow mengakibatkan pelemahan Rupiah yang mendadak dan akan mendorong imported inflation dan mengurangi potensi foreign investment. Perlambatan pertumbuhan China bisa mengurangi potensi ekspor, khususnya ekspor mineral dan barang-barang mentah Indonesia lainnya.
Business News memprediksi bahwa perekonomian riil Indonesia bisa mencapai 6,5% dengan potensi inflasi sebesar 6,3%, dan kemungkinan besar Bank Indonesia akan menahan 50 basis point diatas inflasi, paling tidak diakhir kwartal kedua.
Indeks Saham diprediksi minimal akan meningkat sebesar 12,8% (sebesar pertumbuhan nominal PDB) dengan potensi 20% di akhir tahun, atau maksimal indeks mencapai 4.440 di akhir periode. Sementara itu penerbitan obligasi korporat bisa menanjak tajam karena adanya peningkatan investment grade baik dari sovereign maupun korporat, sehingga dengan spread yield goverment bonds sekitar 100 – 150 basis point (1% – 1,5%) terhadap inflasi, maka government bonds bisa berkisar 7,5% (satu tahun), sementara itu corporate bonds bisa mencapai 8,5% (satu tahun). Dinamika yield ini akan bergantung dari perubahan besarnya demand karena excess liquidity yang akhirnya menekan yield seperti yang terjadi di tahun 2010.
Sekali lagi isu paling penting di 2011 adalah menjaga momentum, sehingga pada saat proyek-proyek infrastruktur jalan dan listrik sudah terbangun di akhir tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa jalan lebih cepat karena tersingkirnya bottle neck di sisi supply.
Business News
Rabu, 17 November 2010
Kejujuran Maridjan
Dua profesor kepemimpinan dari Santa Clara University Amerika Serikat, James Kouzes dan Barry Posner secara rutin meneliti karakteristik pemimpin yang disukai masyarakat.
Inilah hasilnya sesuai dengan urutan yang nyaris tidak pernah berubah sejak 1981 hingga sekarang; kejujuran, memiliki pandangan ke depan, inspiratif, kompetensi, berpikiran adil, selalu siap membantu bila diperlukan, berpikiran luas, cerdas, terus terang, dan berani. Kejujuran menjadi jawara, mengalahkan faktor kompetensi, berpikiran luas, dan kecerdasan.
Mengapa kejujuran? Seperti dituturkan oleh Kouzes dan Posner agar orang ketika mengikuti pemimpin dengan sukarela, apakah itu memasuki medan pertempuran atau memasuki ruang rapat birokrat, mereka mula-mula harus memastikan bahwa sang pemimpin layak mendapat kepercayaan mereka.
Mereka ingin agar pemimpinnya tulus dan etis. Kejujuran merupakan jawabannya. Sekaligus dengan karakter jujur menandakan bahwa pemimpin benar-benar akan melakukan apa yang dikhotbahkan sekaligus juga mengkhotbahkan apa yang dilakukan. Utuh dan satu padunya perbuatan dan perkataan (lazim pula disebut integritas) menjadi tuntunan dari sang pemimpin dalam berkarya.
Kouzes dan Posner tidak hanya melakukan penelitian di Amerika saja. Mereka melangsungkan penelitian lintas negara, lintas geografis dan lintas jenis organisasi. Mengesampingkan warna kulit, menanggalkan cara menyebut nama Tuhan, menyingkirkan perbedaan paham politik. Semua tetap bermuara pada satu hal, kejujuran merupakan atribut kepemimpinan paling penting.
Pada jarak 5 kilometer di bawah lava Gunung Merapi. Tinggal seorang sepuh dengan panggilan Mbah Maridjan. Sejak 1970 dia diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta dan oleh Sultan Hamengku Buwono IX dengan nama baru Mas Penewu Suraksohargo1.
Pada saat itu Mbah Maridjan diberi jabatan sebagai wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi ayahnya yang menjabat sebagai juru kunci Gunung Merapi. Setelah ayahnya wafat, pada 3 Maret 1982, Mbah Maridjan diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi.
Tidak ada yang tahu secara persis titah Sultan HB IX kepada Mbah Maridjan ketika mendapat tanggung jawab sebagai juru kunci Gunung Merapi. Namun, melihat cara Mbah Maridjan memperlakukan Gunung Merapi, titah tersebut tak lain menjaga Gunung Merapi apa pun yang terjadi.
Seperti layaknya prajurit yang pantang mundur ketika menghadapi peperangan betapa pun ganasnya peperangan tersebut bagi Mbah Maridjan pantang meninggalkan Gunung Merapi. Terlebih bila Gunung Merapi tersebut sedang menunjukkan kegarangan.
Meninggalkannya berarti disersi. Turun ke bawah mencari tempat aman tak lain lari dari tanggung jawab. Mbah Maridjan memilih untuk tetap menjaga Gunung Merapi sampai awan panas melumat tubuh ringkihnya.
Benar, bahwa Kouzes dan Posner meneliti karakter pemimpin lintas negara, geogratis dan organisasi. Namun, tidak terbayangkan apabila Kouzes dan Posner mendaki Gunung Merapi dan sejenak tinggal di Kinahrejo kemudian melakukan penelitian terhadap penduduk Kinahrejo menyoal kepemimpinan. Apalagi penelitian tersebut mengarah pada sosok juru kunci Gunung Merapi yang dianggap pemimpin informal penduduk setempat.
Hebatnya, lantaran sosok Mbah Maridjan penelitian Kouzes dan Posner semakin mendapat legitimasi kuat. Kesetiaan Mbah Maridjan sebagai juru kunci Gunung Merapi dan kesetiaan warga dusun Kinahrejo terhadap dirinya.
Bahkan 'kecerewetan' media massa mengejar informasi dari beliau tak lain karena terpancar aura kuat yang muncul dari lubuk hatinya paling dalam. Aura itu bernama kejujuran.
Kredibilitas Maridjan
Mbah Maridjan menjadi contoh paripurna menyoal kejujuran. Bagi pemberi titah, yaitu Sultan HB IX, Mbah Maridjan menjadi orang yang layak dipercaya. Prasyarat layak dipercaya ini menjadi landasan bagi Sultan HB IX untuk memberikan kepercayaan penuh kepadanya.
Harmoni antara Gunung Merapi, alam raya dan manusia penghuninya menjadi tanggung jawab Mbah Maridjan. Tanpa memikirkan kekuasaan, apalagi berorientasi pada kekayaan, Mbah Maridjan menjalankan dengan sepenuh-penuhnya kepercayaan ini.
Apa yang dilakukan oleh Mbah Maridjan ini mengamini investigasi Kouzes dan Posner tentang landasan utama kejujuran, yaitu kredibilitas. Pemimpin disebut jujur apabila dalam dirinya bersemayam roh bernama kredibilitas.
Kredibilitas tak lain menyoal tentang bagaimana pemimpin mendapatkan kepercayaan dan keyakinan para pengikutnya. Ini tentang apa yang dituntut para pengikut dari pemimpin dan tindakan yang harus diambil oleh pemimpin supaya bisa mengintensifkan komitmen pengikut kepada cita-cita bersama.
Cita-cita bersama warga lereng Gunung Merapi bahkan warga Indonesia Gunung Merapi tidak meletus. Pun apabila meletus, memperlihatkan tanda-tanda sehingga seluruh warga lereng Gunung Merapi memiliki kesiapan untuk mengungsi sehingga korban dapat ditekan sampai tingkat paling minimal.
Dalam konteks ini teknologi dapat mengendus perilaku Gunung Merapi. Hanya saja harmoni antara Gunung Merapi, alam raya dan warga sekitar tidak dapat digantikan oleh teknologi. Warga dan penguasa Gunung Merapi (dalam tradisi diwakili oleh Kraton Yogyakarta) memerlukan figur untuk menjaga harmoni ini. Figur ini tak lain Mbah Maridjan.
Secara formal, Mbah Maridjan mendapat 'surat keputusan' (SK) sebagai juru kunci Gunung Merapi. Namun, SK ini bisa menjadi kertas tulisan tanpa makna apabila sang penerima SK tidak memperlihatkan kredibilitasnya sebagai pengemban amanah.
Respek warga lereng Merapi dan kepercayaan penuh Kraton Yogyakarta kepada Mbah Maridjan akibat dari kecerdasan beliau membangun kredibilitas. Mbah Maridjan tidak berperilaku fatalis. Tidak pula bertindak konyol. Gaya hidupnya yang bersahaja. Penuturannya yang santun. Cara berpikirnya yang melampaui rasionalitas. Semua bermuara pada satu hal: kredibilitas.
Dari dusun sunyi di bawah Gunung Merapi, Mbah Maridjan meninggalkan jejak menawan tentang hakikat seorang pemimpin. Pemimpin yang jujur dan menjaga kredibilitas. Karena dua faktor ini kejujuran dan kredibilitas yang akan menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang mencerahkan. Sugeng tindak, Mbah Maridjan. Gusti Allah ora sare. Selamat jalan, Mbah Maridjan. Tuhan tidak tidur.
Oleh: A. M. Lilik Agung
Selasa, 16 November 2010
Rudy Hartono
Saya sungguh beruntung. Pada saat umur sepuluh tahun, bisa berjabatan tangan dengan Rudy Hartono. Peristiwa itu terjadi di Gelora Pancasila Surabaya tahun 1970. Pertemuan itu memiliki makna yang luar biasa. Sejak itu saya selalu bermimpi bisa menjadi seperti Rudy Hartono.
Saat itu Rudy Hartono sedang melakukan pertandingan eksebisi. Saya bisa menonton pertandingan tersebut karena “disusupkan” oleh paman saya yang kebetulan penjaga keamanan di acara tersebut. Sejak pertemuan itu, saya mengidolakan Rudy Hartono. Karena itu saya tenggelam dalam kesedihan panjang ketika Rudy Hartono kalah melawan Svend Pri, pemain Denmark, di Thomas Cup pada 1973 dan di All England 1975. Bahkan saat mendengar Rudy kalah melalui siaran langsung di radio, saya menangis terisak-isak. Saya merana dalam waktu yang cukup lama.
Tak disangka, setelah 38 tahun berlalu, minggu lalu saya bertemu Rudy Hartono. Seorang teman meminta saya untuk memandu acara ulang tahun PT Pembangunan Jaya. Pembicaranya Rudy Hartono. Maka, ketika bertemu untuk makan siang, saya ungkapkan perasaan saya 38 tahun lalu itu kepadanya. Betapa seorang anak usia 10 tahun sangat bangga bisa berjabat tangan dan kemudian terinsipirasi olehnya.
Saya yakin banyak orang ingin seperti Rudy Hartono. Ingin menjadi juara. Ingin disanjung dan dipuja karena prestasi yang luar biasa. Ingin menjadi pahlawan. Ingin mendapat penghargaan. Termasuk penghargaan materi.
Tetapi setelah mendengar cerita Rudy Hartono, saya baru menyadari, tidak semua orang bisa seperti Rudy Hartono. Banyak di antara kita yang hanya melihat sang maestro sebagai juara All England delapan kali. Sebagai pahlawan bulutangkis Indonesia. Tetapi berapa banyak dari kita yang perduli bagaimana usaha keras yang dilakukan Rudy sebelum menjadi juara?
“Setiap hari, selama lima tahun, saya harus bangun jam lima pagi, berlari puluhan kilometer, berlatih bulutangkis, baru kemudian berangkat sekolah,” ujarnya. Di bawah bimbingan ayahnya yang “bertangan besi”, Rudy digembleng spartan tanpa kenal lelah. Tidak ada waktu untuk mengeluh. Tidak ada waktu untuk bercengeng-cengeng. “Waktu itu rasanya ingin berontak. Sebagai remaja saya juga ingin bermain seperti teman-teman yang lain. Tapi saya tidak bisa. Ayah saya menggembleng saya sangat keras,” ungkap Rudy.
Pada usia 15 tahun, disiplin dan kerja keras itu mulai berbuah. Satu per satu prestasi dalam bulutangkis mulai diraih. Sampai kemudian pada usia 18 tahun, usia yang terbilang sangat muda, Rudy berhasil mempersembahkan piala All England bagi bangsa dan negara Indonesia. “Saat itulah saya baru mensyukuri kerja keras dan disiplin yang diajarkan ayah saya.”
Sejak itu Rudy tak terbendung. Tujuh kali berturut-turut dia mempertahankan piala All England. Sekali kalah dari Svend Pri pada 1975, tapi kemudian pada tahun 1976 berhasil merebut gelar juara All England untuk kedelapan kalinya setelah mengalahkan Liem Swi King di final. Suatu prestasi yang sampai saat ini belum tertandingi oleh pemain bulutangkis manapun.
Banyak yang ingin menjadi seperti Rudy Hartono. Tapi berapa banyak di antara kita yang mau menjalani proses latihan yang berat dan panjang? Kita ingin menjadi Rudy Hartono tetapi tidak siap ketika dihadapkan pada proses tadi. Kalau bisa prosesnya singkat dan mudah. Bimsalabim, bangun pagi kita sudah menjadi juara. Tanpa harus “menderita” setiap hari bangun jam lima pagi dan berlatih selama lima tahun tanpa henti.
Dalam pekerjaan juga begitu. Kita sering ingin segera menduduki jabatan tinggi, tetapi enggan melalui proses jatuh bangun untuk mencapainya. Semua kalau bisa serba instan. Serba cepat. Kalau bisa potong kompas. Kita sering iri melihat seseorang yang mencapai sukses. Tetapi, ketika dia bercerita betapa sulitnya perjuangan untuk mencapai posisi itu, kita menutup mata dan telinga.
Dari pembicaraan dengan Rudy Hartono siang itu, saya mendapat banyak sekali pelajaran. Pelajaran untuk mencapai karakter seorang juara. Semua yang dimiliki Rudy sungguh berguna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama dalam pekerjaan.
Di dalam pekerjaan, kita sering terperangkap dalam lingkaran setan. Antara kepentingan perusahaan dan kepentingan karyawan. Dalam bekerja, banyak di antara kita yang menuntut agar perusahaan memberi imbalan atau gaji yang “pantas” terlebih dulu baru kita mau mengerjakan tugas-tugas secara maksimal. Kalau tidak, kerja pas bandrol saja. Ngapain capek-capek.
Di lain pihak, manajemen berpikir sebaliknya. Karyawan dituntut untuk memberikan yang terbaik dulu baru perusahaan akan memberikan imbalan yang “pantas”. Maka jadilah lingkaran setan. Tidak tahu siapa yang harus memutus lingkaran ini. Masing-masing merasa benar. Cuma, kalau dibiarkan berlarut-larut, yang merugi biasanya karyawan. Perusahaan bisa kapan saja “mendepak” karyawan yang dinilai tidak berprestasi dan menggantikannya dengan karyawan baru.
“Prinsip saya, berprestasi dulu baru penghargaan,” ujar Rudy Hartono. Dia mengaku ketika berlatih dan bertanding, tidak ada sebersit pun dalam pikirannya bahwa apa yang dilakukannya itu untuk mendapatkan imbalan. “Saya fokus untuk mencapai kemenangan demi kemenangan tanpa memperhitungkan apa yang akan saya dapatkan sebagai imbalan jika juara,” Rudy Hartono menegaskan.
Maka, ketika dia menjadi juara All England, penghargaan akhirnya datang dengan sendirinya. Dari mulai hadiah uang, mobil, sampai rumah. “Kalau Anda sudah berprestasi, dengan sendirinya penghargaan akan datang.”
Pada tahun 1972, Rudy bertemu kembali dengan Svend Pri di final. Ini final yang paling menegangkan sepanjang penyelenggaraan All England. Pasalnya, saat itu Rudy Hartono sudah ketinggalan 1 lawan 14. Satu angka lagi Svend Pri akan juara.
Tapi, sungguh sulit dipercaya ketika akhirnya justru Rudy yang tampil sebagai juara. Jarak skor 1 lawan 14 tidak membuat dia menyerah. Satu demi satu angka dia raih. Ketinggalan 13 poin bukan perkara gampang. Banyak pemain pada posisi ini sudah menyerah. Rasanya tidak mungkin bisa mengejar jarak yang begitu jauh.
Apa yang membuat Rudy bisa memenangkan pertandingan saat itu? “Saya mengikuti nasihat Ferry Sonneville,” ujar Rudy menyebut almarhum pemain bultangkis Indonesia yang belakangan menjadi pelatih.
Waktu itu, menurut Rudy, Ferry Soniville menasihati agar dia jangan terpengaruh pada apa yang dilakukan lawan. Jangan perduli pada angka dan taktik yang dikembangkan lawan. “Pak Ferry minta saya memperhatikan permainan saya sendiri. Saya diminta berkonsentrasi pada apa yang saya lakukan. Saya harus melakukan yang terbaik,” ujarnya.
Sebuah nasihat yang menohok perilaku banyak di antara kita. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pekerjaan, kita sering lebih sibuk “mengurusi” pekerjaan orang lain ketimbang pekerjaan kita sendiri. Kita lebih mau tahu urusan orang ketimbang mengurusi tugas-tugas kita. Akibatnya, kita lebih sering mengatur dan meyalahkan orang lain ketimbang introspeksi atas kekurangan kita.
Sungguh beruntung hari itu saya bertemu Rudy Hartono. Sang juara mengingatkan kembali pada hal-hal yang sering luput dari perhatian saya. Sesuatu yang tampak sederhana namun sering saya abaikan. Termasuk satu prinsip dalam hidupnya: Jangan menyakiti orang lain. Mengapa? “Karena mereka akan mendoakan kita yang jelek-jelek,” ujar Rudy sebelum kami berpisah.
Kick Andy
Minggu, 14 November 2010
"Kegilaan" Mengintai Kita
Gangguan jiwa khususnya depresi berat, diperkirakan akan menjadi penyakit nomor satu di dunia pada 2020.
Laporan "The World Health Report" belum lama ini mencatat, kasus gangguan mental tumbuh sangat tinggi. Laporan tersebut menyebutkan 24 persen pengunjung fasilitas kesehatan dasar terdeteksi mengalami gangguan mental dan emosi.
"Jika dilakukan screening (uji kejiwaan) maka berarti satu di antara 10 orang dewasa mengalami gangguan jiwa," kata laporan tersebut.
Artinya jika anda tengah berkumpul dengan 10 orang rekan sejawat anda di sebuah komunitas, bisa jadi salah satu teman anda atau bahkan anda sendiri adalah penderita gangguan jiwa.
Kemajuan zaman serta pesatnya perkembangan berbagai aspek kehidupan di dunia juga menimbulkan akses luas yang bisa menimbulkan masalah sosial serta kesehatan jiwa masyarakat.
Stres akibat pekerjaan (beban pekerjaan, gaji tidak sesuai atau jenjang karir tidak jelas), masalah himpitan ekonomi (krisis ekonomi yang tidak pulih-pulih), masalah keluarga (kian tingginya kasus perselingkuhan), serta kegagalan mencapai tujuan hidup (misalnya, gagal terpilih dalam Pemilu Legislatif atau Pemilu Kepala Daerah) adalah beberapa faktor yang bisa menyebabkan "kegilaan".
Tekanan-tekanan berat terhadap kejiwaan itu bisa berkembang menjadi "schizophrenia" atau gangguan jiwa akut.
"Schizophrenia" berasal dari dua kata, yaitu "schizo" (retak atau pecah/split) dan "phrenia" (jiwa). Penyandang "schizophrenia" adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian.
Salah satu gejala klinis "schizophrenia" positif, adalah jika seseorang sudah mulai "ngobrol sendiri". Gejala-gejala itu dapat terjadi kapan saja. Umumnya, pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan pada wanita pada usia 20-an atau awal 30-an.
Gejala "schizophrenia" terbagi dalam tiga kategori, yakni gejala positif, gejala negatif dan gejala kognitif.
Gejala positif antara lain ditandai dengan keadaan delusi atau waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal, misalnya merasa menjadi orang paling terkenal.
Gejala positif lainnya, yakni halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Gejala positif ketiga, yakni pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik dan dibawa ke planet lain.
Sedangkan gejala negatif "schizophrenia" ditandai dengan motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.
Seorang "schizophren" juga dapat dikenali dengan gejala kognitif, seperti mengalami problem dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa mendengarkan musik atau menonton televisi lebih dari beberapa menit, sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
Seorang "schizophren" juga cenderung tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga selesai, sulit mengingat dan mempelajari sesuatu yang baru.
Gejala kognitif lain adalah miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya.
Dalam ilmu kedokteran, "schizophrenia" dikategorikan sebagai penyakit neurologi (terkait dengan sistem kerja otak). Pada otak orang orang normal proses penyampaian pesan secara kimiawi (neurotransmitter) akan diproses dan diteruskan secara baik pesan itu ke seluruh fungsi otak.
Pada penderita "schizophrenia" produksi neurotransmitter dopamin berlebihan, sedangkan kadar dopamin tersebut berperan penting pada perasaan senang dan pengalaman mood yang berbeda. Bila kadar dopamin tidak seimbang berlebihan atau kurang maka penderita dapat mengalami gejala positif dan negatif.
Penyebab ketidakseimbangan dopamin ini masih belum diketahui atau dimengerti sepenuhnya. Pada kenyataannya, awal terjadinya "schizophrenia" kemungkinan disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi terjadinya "schizophrenia", antara lain terkait dengan sejarah keluarga, berkembang di perkotaan, penyalahgunaan obat seperti amphetamine, stres yang berlebihan, dan komplikasi kehamilan.
Tak hanya kota besar
Kehidupan yang bergulir cepat dengan persaingan ketat, saat ini tidak lagi hanya terjadi kota besar seperti Jakarta namun telah terjadi di semua daerah, termasuk Kaltim.
Hasil riset Kementerian Kesehatan yang menyebutkan bahwa dari tiga juta warga Kaltim yang berusia 15 tahun ke atas, sekitar 200 ribu jiwa terindikasi mengalami gangguan jiwa. Faktor utama antara lain stres karena pekerjaan, ekonomi serta masalah keluarga.
Seorang dokter spesialis kejiwaan di Samarinda pernah mengungkapkan bahwa penderita gangguan kejiwaan di Kalimantan Timur mengalami kenaikan lima hingga 10 persen tiap tahun. Pada 2007 lalu jumlah pasien gangguan jiwa hanya 131 ribu orang namun pada 2010 telah mencapai 150 ribu orang, kata dokter spesialis kejiwaan, Jaya Mualim.
Diperkirakan bahwa jumlah penderita gangguan kejiwaan tersebut, sebagian besar adalah penderita gangguan jiwa ringan yang berada di kawasan perkotaan. Sedangkan penderita jiwa berat hanya sektar 3.000 orang.
Kondisi ini juga diperparah kurangnya minat penderita memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti memeriksakan kesehatannya ke dokter dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Selain itu, jumlah dokter spesialis kejiwaan di Kalimantan Timur hanya 10 orang. Padahal idealnya satu dokter berbanding 1.000 orang dengan jumlah penderita yang diperiksa ke dokter angkanya masih berkisar satu sampai lima persen saja.
Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah Atma Husada Mahakam atau dulunya dikenal sebagai RSJ (Rumah Sakit Jiwa) Samarinda H. Ardiansyah membenarkan hal itu.
Jumlah psikiater di Kaltim, misalnya, sangat terbatas sehingga memang berpotensi tidak mendapat pelayanan kesehatan dengan baik.
Idealnya, untuk rumah sakit setara RS Atma Husada (tipe A) minimal ada tujuh psikiater. Paling tidak, setiap daerah (kabupaten/kota) memiliki masing-masing satu dokter yang bertugas melayani pasien mengalami gangguan jiwa.
Bisa Sembuh
Sikap masyarakat atau keluarga dalam mendukung kesembuhan penderita juga relatif rendah. Hal itu diakui oleh Ardiansyah. Saat ini sal atau ruangan sering kelebihan daya tampung pasien (overload) selain ada kecenderungan pasien meningkat, ternyata juga karena sejumlah pasien yang sudah dinyatakan sembuh, ternyata tidak diterima oleh keluarganya sehingga jadi beban RSJ untuk menampung mereka.
Kesalahan umum masyarakat yang lain adalah sering mengganggap orang yang mengalami gejala sakit mental sebagai gejala terkena guna-guna, teluh, tenung atau santet. Padahal kian lama mendapat penanganan semestinya, maka upaya penyembuhan kian sulit.
Kenyataannya dewasa ini ilmu kedokteran mengalami kemajuan yang pesat sehingga telah menemukan mekanisme terjadinya "schizophrenia" dan obat-obatan anti-"schizophrenia" sehingga penderita dapat pulih kembali dan dapat kembali menjalani kehidupan yang normal.
Pihaknya berharap agar semua pihak mendukung untuk penambahan jumlah dokter spesialis kejiwaan. Keberadaan psikiater penting bagi masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan kejiwaan.
Apalagi dikaitkan dengan kondisi saat ini, masyarakat rentan terhadap gangguan kejiwaan akibat tekanan ekonomi yang kian berat terasa.
Paling tidak, masalah yang dianggap sepele namun termasuk dalam gangguan kejiwaan, misalnya rasa cemas tanpa kendali bisa mendapat penanganan lebih awal karena jumlah psikiater memadai.
Ardiansyah mengatakan bahwa langkah-langkah membantu mengatasi gejala skizofrenia, antara lain belajar menanggulangi stres, depresi dan pikiran negatif, serta menjauhi alkohol dan narkoba.
Bantuan dan dukungan orang dekat atau keluarga sangat dibutuhkan untuk mengurangi stres atau depresi.
Ia menambahkan bahwa upaya-upaya untuk mengurangi stres atau depresi berat yang bisa menimbulkan penyakit gangguan jiwa bisa dengan mencari kesibukan bermanfaat di luar pekerjaan rutin yang menyita pikiran, relaksasi serta memperkokoh pengetahuan agama.
Tampaknya, dalam kondisi seperti ini, maka salah satu cara efektif dalam menghadapi berbagai tekanan berat kehidupan yang bisa menyeret setiap orang dalam "pusaran kegilaan" adalah membentengi diri dengan keimanan dan ketaqwaan.
Ya, jawaban agar tidak stres dan despresi menghadapi "dunia kian edan" ini adalah mengembalikan semuanya kepada Sang Pencipta, yang menentukan rezeki, hidup dan mati, kata Ardiansyah.
Iskandar Zulkarnaen-Antara
Sabtu, 13 November 2010
MENCARI SOSOK PEMIMPIN BANGSA
Indonesia mendambakan sosok pemimpin bangsa. “Nobility or rank has its obligations” (Kemuliaan atau jabatan mengandung kewajiban) kata Duce de Levis dalam : Maxims and Reflections. Amerika Serikat dalam sejarah kepresidenannya mencatat sejumlah tokoh yang bukan sekedar presiden formal, tetapi adalah sosok pemimpin bangsa, di antaranya: George Washington, Thomas Jefferson, Abraham Lincoln, dan John F. Kennedy. India punya Jawaharlal Nehru, Mesir punya Gamal Abdel Nasser, Lybia punya Moamer Ghadafi, Cuba punya Fidel Castro Singapura punya Lee Kuan Yew, Malaysia punya Mahathir Muhammad, dan Indonesia punya Soekarno (?)
Soekarno adalah seorang pemimpin visioner, konseptual, dan seorang orator handal walaupun sangat disayangkan pidatonya terlalu “merah” lebih merah dan Mao Tse Tung (Mao Ze Dong), dan disayangkan pula Sukarno gagal dalam manajemen ekonomi, sehingga inflasi meroket 600 persen di tahun 1965.
Soeharto, walaupun sisi gelap : otoriter dan KKN, adalah tokoh yang disegani. Di Malaysia, Soeharto sangat disegani karena Soeharto bersama Adam Malik adalah tokoh yang memerintahkan gerakan “ganyang” nya Soekarno. Mungkin itu sebabnya Mahatir sangat bersahabat dengan Soeharto. Soekarno adalah seorang pemimpin hampir sama dengan Moamer Ghadafi, Mahathir tidak seperti Soekarno, tetapi berkat sepak terjangnya pernah dijuluki “Soekarno kecil”. Yang jelas, di era Soeharto Malaysia tidak berani macam-macam terhadap Indonesia.
Sosok pemimpin bangsa adalah tokoh yang, ketika harkat dan martabat bangsa terancam, tampil kedepan untuk membelanya, bukan tokoh yang sungkem kepada pihak luar yang congkak dan melecehkan. Memang bisa difahami bahwa sekarang agresivitas bukan zamannya lagi, era dekolonisasi telah lewat, namun bukankah prinsip tidak selalu harus ditingkatkan dengan arogansi ? Diplomasi bisa menjadi senjata ampuh. Mengutip ucapan Isaac Goldberg: “Diplomacy is to say the nastiest thing in the nicest way” (Diplomasi adalah cara untuk mengungkapkan yang paling keji dengan cara sehalus mungkin). Maka dengan bahasa santun pun sebenarnya Indonesia dapat memainkan kartunya tanpa mengorbankan prinsip. Misalnya dalam konflik dengan Malaysia; sebenarnya isu TKI bisa dibalikkan dari titik kelemahan menjadi kekuatan dengan mengatakan: “TKI memberi kontribusi besar bagi pembangunan di Malaysia, pembangunan di Malaysia tidak bisa jalan tanpa partisipasi TKI, jadi dalam hal ini sebenarnya Indonesia dan Malaysia saling membutuhkan, Indonesia bukan dalam posisi sebagai pengemis.” Uang logam bersisi dua, seorang diplomat ulung harus bisa membalikkannya sewaktu-waktu.
Sosok pemimpin adalah tokoh yang tidak mau menerima tamu-tamu asing yang tidak setara dengan kedudukan presiden misalnya presiden direktur Carrefour. Seharusnya untuk tamu seperti ini cukup dilayani oleh Menteri Perdagangan saja.
Sosok pemimpin adalah tokoh yang menjual aset-aset Negara secara cerdik dan strategis, tidak dengan cara “obral besar” tanpa memperhitungkan harkat dan kedaulatan bangsa. “Tugas terberat seorang pemimpin bukanlah melakukan apa yang harus dilakukan tetapi mengetahui apa yang harus dilakukan” Kata Lyndon B. Johnson dalam pidato State of the Union.
Sosok pemimpin bangsa adalah tokoh yang menutup aib bangsa dengan tidak mengekspose kemiskinan secara berlebihan, dengan membiarkan rakyat berdesakan antri beras diliput oleh media massa dan disebarluaskan ke seluruh dunia.
Sosok pemimpin bangsa adalah tokoh yang memberi rasa aman bagi rakyatnya serta mampu menggelorakan semangat nasionalisme di kalangan generasi muda.
Dan yang tidak kalah pentingnya, sosok pemimpin bangsa adalah insan Amanah yang mampu menjamin kepastian penegakan hukum dengan menjadikan negaranya neraka (bukan surga) bagi para koruptor dan penjahat lainnya.
Seorang pemimpin bangsa adalah sosok yang tidak mengecewakan orang-orang yang memilihnya dalam Pemilu serta mampu memacu kinerja bukan hanya di seratus hari pertama masa pemerintahannya tetapi konsisten berkarya hingga hari terakhir masa jabatannya.
Tampilnya seorang tokoh pemimpin bangsa yang bukan sekedar presiden-formal adalah kondisi sine qua non saat ini terutama ketika di bidang politik NKRI mengalami ancaman disintegrasi dan kaum separatis dan di bidang ekonomi ada tantangan globalisasi yang nyata.
Business News
Jumat, 12 November 2010
Poin-Poin Utama Pernyataan Para Pemimpin G-20
Berikut ini adalah poin-poin utama dari sebuah pernyataan yang dikeluarkan Jumat oleh para pemimpin Kelompok 20 (G-20) pada akhir pertemuan puncak dua-hari di Korea Selatan:
-- Langkah-langkah untuk memerangi resesi global telah memberikan "hasil yang kuat" tapi tetap berisiko.
Secara khusus, "pertumbuhan tidak merata dan ketidakseimbangan meluas yang memicu godaan untuk menyimpang dari solusi global ke dalam tindakan tidak terkoordinasi. Namun, tindakan kebijakan tidak terkoordinasi hanya akan memberikan hasil buruk bagi semua."
-- G20 akan mengembangkan "pedoman indikatif" terdiri dari "berbagai indikator" untuk membantu mengidentifikasi ketidakseimbangan perdagangan yang besar yang "membutuhkan pencegahan dan tindakan korektif". Penilaian pertama dari negara-negara menurut pedoman untuk dilakukan pada tahun depan.
-- Negara-negara berkomitmen untuk "bergerak ke arah sistem nilai tukar yang lebih ditentukan pasar". Mereka akan melakukannya dengan "meningkatkan fleksibilitas nilai tukar untuk mencerminkan fundamental ekonomi yang mendasari, dan menahan diri dari persaingan devaluasi mata uang .
"Ekonomi-ekonomi maju, termasuk dengan cadangan mata uang, akan waspada terhadap volatilitas berlebihan dan pergerakan kacau dalam nilai tukar.
Tindakan ini akan membantu mengurangi risiko volatilitas yang berlebihan dalam arus modal yang dihadapi beberapa negara berkembang."
-- Negara-negara akan "melawan proteksionisme dalam segala bentuknya" dan akan "menggulung kembali setiap langkah proteksi baru yang mungkin timbul, termasuk pembatasan ekspor dan tindakan inkonsisten WTO untuk merangsang ekspor`.
-- Menegaskan kembali komitmen mereka untuk memerangi perubahan iklim, para pemimpin "akan menghindari tidak ada usaha untuk mencapai hasil yang seimbang dan hasil sukses di Cancun".
-- Para pemimpin mendukung peraturan perbankan Basel III, untuk sepenuhnya bertahap mulai Januari 2019, dan berkomitmen untuk aturan-aturan baru untuk bank-bank "terlalu besar untuk gagal", dikenal sebagai lembaga keuangan penting sistemik (SIFIs).
Secara khusus, bank dengan signifikansi global akan mempertahankan standar modal, likuiditas dan penilaian risiko ketat. Aturan tepat harus ditentukan oleh Dewan Stabilitas Keuangan dan badan-badan lainnya.
-- Negara-negara G-20 memperbaharui janji dan komitmen bantuan untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah berkembang melalui "pertumbuhan inklusif berkelanjutan dan tangguh" dengan menyesuaikan pendekatan untuk setiap negara, memfokuskan pada sembilan "pilar" termasuk infrastruktur.
Pembangunan tetap pada agenda untuk KTT mendatang.
Antara
Hasil-hasil KTT G20
Para pemimpin dunia menyatakan bahwa mereka akan bekerjasama mengatasi "ketegangan-ketegangan dan kerentanan-kerentanan" dalam perekonomian global yang membangkitkan ketakutan pada timbulnya perang kurs dan proteksionisme perdagangan, setelah mereka menggelar Pertemuan Kelompok G20 di Seoul, Jumat.
Berikut adalah ikhtisar mengenai hal-hal yang telah diputuskan dalam KTT tersebut.
Ketidakseimbangan Global
Menghilangkan jurang perbedaan antara negara-negara kaya dan negara-negara pengutang telah menjadi landasan G20. Para pemimpin G20 menyepakati sebuah kerangka kerja demi pertumbuhan yang seimbang, menyerahkan rancangan ekonomi jangka menengah untuk dikaji IMF sehingga menjamin mereka tidak bentrok, sementara komunike KTT akhir tidak beranjak lebih jauh lagi.
Di Seoul, Washington harus menyerah karena tidak bisa memaksa pihak lain menyepakati sasaran-sasaran kuantitatif untuk defisit dan surplus transaksi berjalan.
Sebagai gantinya, para pemimpin G20 menginstruksikan para menteri keuangannya untuk memetakan serangkaian "panduan indikatif" guna menaksir ketakseimbangan transaksi berjalan mereka di bawah konsultasi dengan IMF, namun membiarkan rinciannya didiskusikan pada paruh pertama tahun depan.
Mata Uang
Tingkat kurs mata uang adalah fokus dari debat mengenai ketidakseimbangan global. Amerika Serikat dan sejumlah negara telah membujuk China untuk membiarkan mata uangnya menguat lebih cepat dan menuduh Beijing sengaja membuat mata uangnya rendah sehingga mendapatkan keuntungan perdagangan.
Namun Washington menghadapi masa yang lebih sulit dalam mewujudkan hasrat itu manakala sekutu-sekutunya memandang kebijakan uang murah yang ditempuh Federal Reserve bertujuan memperlemah dolar AS.
Para pemimpin G20 berjanji menyerahkan masalah kurs kepada mekanisme pasar, dan menghindari devaluasi kompetitif (devaluasi yang disengaja guna meningkatkan daya saing ekspor). Ikrar ini adalah ulangan dari komitmen yang dibuat pada pertemuan para menteri keuangan negara-negara G20 bulan lalu.
Namun, mengingat pengaruh yang kian luas dari negara-negera berperekonomian berkembang seperti Brazil, G20 menyatakan negara-negara "emerging economies" yang nilai kursnya menjadi lebih mahal (overvalued) dan menghadapi beban yang semestinya tak dipanggulnya, dinyatakan berhak mengadopsi "kebijakan makro-prudensial yang dirancang secara hati-hati" untuk mengendalikan modal demi menghadapi arus modal masuk.
Pada pertemuan G20 sebelumnya, para pemimpin saling tawar menawar mengenai apakah dalam pernyataan akhir KTT akan menyinggung China karena membiarkan mata uangnya lemah, namun sekali lagi ini tidak terjadi.
Pengaturan Sistem Keuangan
Para pemimpin dunia menandatangani kesepakatan "Basel III" guna meningkatkan kualitas dan kuantitas modal bank, yang menjadi sentral reformasi sistem keuangan mengusul krisis finansial.
Mereka juga mendukung proposal pembentukan Dewan Stabilitas Keuangan untuk memperketat supervisi demi menghadapi pasas derivatif serta mengurangi ketergantungan pada lembaga pemringkat utang.
Kendati begitu, para pemimpin G20 tidak sepenuhnya sepakat dalam bagian agenda regulasi lainnya.
G20 menyokong serangkaian rekomendasi umum oleh Dewan Stabilitas Keuangan untuk menentukan bagaimana bank-bank dinilai "terlalu besar untuk dibiarkan bangkrut" (too big to fail)", namun ada ketidaksepakatan dalam isu-isu seperti apakah lembaga-lembaga itu semestinya menjadi subyek untuk pengenaan biaya modal lebih jauh, mengingat banyak hal yang perlu dilakukan lagi pada sejumlah langkah khusus yang terencana.
Perdagangan
Semua negara maju yang pertumbuhannya lamban ingin mengekspor menurut caranya sendiri demi kesehatan ekonominya dan inilah pangkal dari ketegangan seputar mata uang dan ketidakseimbangan global.
Para pemimpin G20 telah berjanji untuk tidak melanjutkan kebijakan-kebijakan proteksionis dan terus bekerja demi putaran Doha tentang pembicaraan liberalisasi perdagangan.
Sementara itu, Korea Selatan dan Amerika Serikat gagal menyepakati perjanjian perdagangan bebas yang sudah lama mereka bicarakan, terutama karena ketidaksetujuan pemberian akses untuk produsen otomotif AS ke pasar otomotif Korea Selatan yang menguntungkan itu.
IMF
Para pemimpin mendukung paket reformasi yang ditawarkan oleh para menteri keuangan mereka bulan lalu untuk mereformasi Dana Moneter Internasional demi merefleksikan pergeseran dalam keseimbangan dalam kekuatan ekonomi global.
Di bawah kesepakatan ini, lebih dari 6 persen porsi suara pada IMF akan dialihkan ke negara-negara berkembang seperti China yang akan menjadi anggota terbesar ketiga dalam organisasi beranggotakan 187 negara dan bermarkas di Washington tersebut.
Antara
Masuknya BIRC ke struktur IMF
Pasca Summit para Menteri Keuangan anggota G 20 di Gyeongju, Korea Selatan. Maka spekulasi berakhir dan mereka menyampaikan Komunike bersama sebagai hasil pertemuan tersebut. Forum tahunan G 20 ini berhasil melahirkan kesimpulan yang hasilnya kira-kira dituangkan dalam bahasa: “The complete lack of agreement” diantara Menteri Keuangan G 20 khususnya tentang isu “crucial global governance”. Namun yang lebih penting adalah terjadinya reformasi di IMF yaitu dengan masuknya negara Brazil, India, Rusia, dan China (BIRC).
Perubahan itu adalah dalam hak suara dan kuota di lembaga IMF yang selama ini selalu menjadi tuntutan negara baru maju atau emerging market countries tepatnya negara BIRC tadi. Kendatipun kesepakatan ini sudah disampaikan sebagai hasil pertemuan G 20 tetapi jangan dulu berbangga karena menurut Managing Director IMF Dominique Strauss-Kahn keputusan ini harus diratifikasi oleh Dewan Eksekutif IMF yang menurut aturannya memiliki hak veto dan hak suara masing-masing, tetapi keputusan ini tidak akan mungkin lagi di veto, karena situasi ekonomi yang dihadapi masing-masing negara adikuasa ekonomi saat ini sangat mengkhawatirkan sehingga butuh dukungan negara BIRC.
Memang sebelum acara puncak di Gyeongju. Dimulai pemanasan dan usul-usul sesuai kepentingan masing-masing Negara khususnya Amerika dan China, di media dapat dikatakan “panas” khususnya pertarungan antara Dolar versus Yuan yang dijadikan kambing hitam sebagai penyebab surplus defisit kedua negara. Amerika menuduh China bermain melalui “regulated exchange rate” dengan membiarkan Yuan lemah terhadap Dolar sehingga barang-barang produk China sangat murah sehingga melahirkan surplus perdagangan China yang memang saat ini terbesar di dunia hampir mencapai USD3 triliun sedang defisit USA mencapai USD1,4 triliun. Sedangkan surat kabar China justru menuding ekonomi Amerika saat ini akan berantakan tanpa dukungan Yuan. Karena sumber dana untuk menutupi defisit USA itu adalah Yuan. Apakah Ted Geithner Menteri Keuangan Amerika benar dalam hal menuduh kurs Yuan menjadi penyebab krisis, bukan karena faktor sistem keuangannya yang tidak menyadari perubahan landscape keuangan internasional saat ini masih bisa diperdebatkan, dan ini bukan menjadi topik ulasan artikel ini. Yang akan menjadi sorotan kita adalah bagaimana IMF sebagai lembaga keuangan Internasional yang berfungsi semacan bank sentral dunia atau semacam last resortnya negara dalam menyelematkan ekonominya. Walaupun sebenarnya kelompok negara sosial dan berbagai bukti menyatakan justru IMF-lah menjadi sumber masalah. Reformasi di tubuh IMF menjadi salah satu keputusan penting dari pertemuan G 20 ini di Gyeongju, Korea Selatan. Apa dampak pertemuan ini pada peranan dan fungsi IMF nantinya dalam ekonomi dan keuangan global?
Pertama, Pembentukan “global financial safety net” sekaligus merevisi kebijakan kredit di IMF yang selama ini dituduh berprilaku sebagai “Economic Hit Man”.
Kedua, Melakukan restruktur atas hak voting di IMF.
Dengan keputusan ini akan diberikan kekuasaan sedikit ke ekonomi kekuatan baru (emerging economies), seperti China, India, Rusia, Brazil. Di mana pada tahun 2012 akan memiliki 6 % pangsa kuota. Selama ini dituduh IMF diatur Amerika namun dengan munculnya masalah ekonomi Amerika maka peranan Eropa mulai masuk dan peranan negara dengan kekuatan ekonomi baru BIRC walaupun harus puas dengan angka 6% tadi. Di samping hak voting itu kuota anggota dinaikkan dua kali lipat menjadi USD340 billiun. Untuk diketahui ada 3 hal yang ditentukan kuota tadi:
a. Menentukan kontribusi negara sebagai sumber dana,
b. Menentukan berapa dana pinjaman yang bisa diberikan kepada negara yang membutuhkan,
c. Hak suara yang diberikan kepada masing-masing negara yaitu 250 suara dasar dan ditambah dengan jumlah SDR (Special Drawing Right) yang dimiliki.
Ketiga, kekuasaan ini memang sangat berpengaruh dalam menentukan nasib ekonomi suatu negara yang memerlukan bantuan IMF. Kendatipun menurut normanya kuota tadi dianggap menggambarkan posisi suatu negara dalam ekonomi dunia yang ditentukan berdasarkan formula yang diambil dari GDP (rata-rata harga pasar dan tenaga beli parity tingkat kurs mata uangnya), keterbukaan, variabel ekonomi dan cadangan internasional. Walaupun ada formula pada hakekatnya yang menentukan adalah “kekuasaan dan lobby”.
Setiap keputusan di IMF minimal harus mencapai 85 % vote, Amerika sendiri sudah mengantongi 16,7 % dan bisa memveto keputusan IMF. Kendatipun sejak beberapa tahun lalu sudah ada reformasi di dalam misalnya dalam memberikan Managing Director ke Eropa namun proses seleksi tidak transparan dan tidak fair. Pada hakekatnya Amerika seperti biasa tetap pemenang dia hanya memberikan sedikit saja hak orang lain, hakikatnya dia yang monopoli kekuasaan di IMF. Kendatipun hak vote China meningkat sekarang menjadi 6,19 % naik dari 3,65% mendekati Jerman, France dan Britain. Sedangkan India akan berada di ranking ke-8, Russia ke-9 dan Brazil ke-10 dengan demikian negara BIRC memiliki votes total; (14.18 percent of IMF quotas). Sedangkan negara ekonomi baru seluruhnya termasuk Indonesia akan menguasa hak suara 42,29 %. Dengan keputusan restruktur ini maka banyak anggota yang akan duduk di berbagai Dewan akan diisi pendatang baru dan dari negara baru.
Setelah beberapa lama IMF lesu dan lemah tidak berwibawa terutama akibat krisis ekonomi dunia tahun 2008/2009, Akhirnya dapat juga disebut bahwa persetujuan Gyeongju ini akan membuat IMF: “more effective, credible and legitimate”.
Bisa juga begitu tetapi yang pasti seperti dikemukakan Strauss-Khan ini hasil “bersejarah” dan menghasilkan suatu keputusan penting sejak badan ini didirikan tahun 1944. Alasannya adalah dana semakin banyak, distribusi kekuasaan semakin diratakan kendatipun kekuasaan penuh tetap pada Amerika dan sekutunya. Dan jangan lupa Presiden IMF dan Bank Dunia adalah peserta ex-officio di semua pertemuan G20 dan IMF sebagai Sekjennya.
Businessnews
Selasa, 09 November 2010
Surga di Telapak Kaki Ibu, Gaji Ayah di Dompet Ibu
Semakin majunya pendidikan perempuan di Indonesia menyebabkan meningkatnya jumlah dan kualitas kaum pekerja perempuan. Bahkan tidak sedikit perempuan yang memiliki karir melampaui karir pria dan berada pada jajaran manajemen level atas.
Ada anggapan bahwa perempuan yang bekerja dan memiliki penghasilan sendiri menyebabkan mereka tidak lagi bergantung pada pasangannya (jika mereka sudah menikah). Ada juga anggapan lain, bahwa karena antara suami istri masing-masing memiliki penghasilan sendiri, pengelolaan uang tidak lagi dilakukan oleh perempuan atau istri, melainkan oleh masing-masing.
Apakah meningkatnya peran perempuan pada dunia kerja di luar rumah menjadikan mereka sangat setara, sehingga peran sebagai pengelola keuangan keluarga tidak lagi ada di tangannya? Pertanyaan ini tentu tidak ditujukan pada perempuan lajang pekerja yang pasti mengelola keuangannya sendiri. Bagi yang sudah menikah ternyata sebagian masih mengatur keuangan sendiri-sendiri, dan sebagian lagi mengambil peran sebagai menteri keuangan keluarga. Bahkan di kalangan perempuan pekerja yang menikah ada satu ungkapan ‘uangmu uangku, uangku ya uangku sendiri’. Ungkapan ini tidak bermaksud mengatakan perempuan itu materialistis, tetapi seakan mempertegas posisi perempuan bahwa otoritas keuangan keluarga itu ada di tangan perempuan.
Hasil riset yang dilakukan terhadap 1.300 perempuan dari rentang kelas sosial ekonomi A hingga D menunjukan bahwa mayoritas (84,2 persen) perempuan mengelola penghasilan suami atau pasangan. Alasan yang dikemukakan antara lain adalah untuk mengatur pengeluaran keluarga, dan karena keuangan keluarga memang seharusnya dikelola oleh perempuan. Ini membuktikan, di kalangan perempuan keyakinan bahwa keuangan keluarga memang seharusnya dipegang oleh perempuan masih kuat.
Peran domestik perempuan sebagai pengelola keuangan keluarga tampaknya belum mengalami banyak pergeseran. Perubahan hanya terjadi pada penambahan fungsi saja, yaitu dari ‘pemegang’ keuangan menjadi ‘pengelola’ keuangan. Fungsi kontrol perempuan terhadap keluarga juga tampak melalui alasan respondenperempuan ini, bahwa dengan memegang penghasilan pasangan maka mereka akan punya sedikit kendali terhadap pasangannya. Dengan demikian harapan mereka ini bisa meminimalkan kondisi-kondisi yang dapat membuat hubungan antar suami-istri tidak nyaman.
Persoalan kendali ini tidak hanya monopoli perempuan pekerja. Pada perempuan yang menyandang status ibu rumah tangga, kendali terhadap keuangan keluarga ternyata juga merefleksikan kendali mereka terhadap pasangan. “Pengeluaran suami lebih terkontrol dan diketahui kemana perginya ‘uang jajan’ mereka,” demikian ungkap seorang responden ibu rumah tangga.
Tampaknya persoalan kendali keuangan rumah tangga ini tidak banyak mengalami perubahan pada sebagian besar perempuan di Indonesia. Meski demikian ada juga perempuan yang tidak mengelola keuangan pasangan karena anggapan bahwa ini harus diatur bersama. Bahkan ada responden yang mengaku tidak bisa mengatur keuangan sehingga malah memilih untuk tidak menggunakan “hak istimewa perempuan” ini.
Mayoritas sebagai penguasa keuangan keluarga dan keuangan pasangan, apakah lalu perempuan menjadi target utama untuk dibujuk melakukan pembelian dengan kuantitas yang lebih banyak? Hasil riset menunjukkan ternyata tidak semudah itu membuat perempuan berbelanja. Mayoritas responden mengatakan, faktor kebutuhan dan harga di samping kualitas adalah pertimbangan utama mereka dalam membelanjakan isi dompetnya.
Karena itu, para pemilik merek yang jeli terhadap selera dan kebutuhan perempuan di satu sisi dan daya beli di sisi lain, tidak hanya merayu lewat kemasan dan janji yang membujuk, tetapi memberikan bukti bahwa kualitas yang diberikan memang betul-betul bisa dipercaya oleh para perempuan.
Perempuan, terutama jika sudah menikah, membeli tidak lagi untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk anggota keluarganya. Karena itu kuantitas pembeliannya akan meningkat. Persetujuan pasangan bisa saja menjadi panduan bagi perempuan untuk membeli. Namun biasanya jika sudah berada di tangan perempuan keputusan tidak dapat diganggu-gugat. Maka dari itu, jangan pernah abaikan peran perempuan sebagai menteri ekonomi keluarga. Karena “surga di telapak kaki ibu, gaji ayah di dompet ibu juga“.
Oleh Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc)
Bersama Putu Ikawaisa Mahatrisni (Senior Research Executive, MarkPlus Insight)
Sabtu, 23 Oktober 2010
Perang Mata Uang
Cermati "perang mata uang", maka Anda mungkin akan mendapati diri Anda terlalu naif mengklaim apresiasi rupiah sebagai indikator membaiknya perekonomian.
Mengapa begitu? Karena asumsi itu menapikan sisi lain bahwa keseimbangan perdagangan terancam akibat daya saing terpukul oleh rezim-rezim ekspor lain yang berlomba melemahkan kurs mata uangnya.
Saat ini kinerja ekspor Indonesia memang mengesankan. Agustus lalu ekspor naik 9,76 persen, sedangkan inflasi hanya 0,44 persen. Namun di tengah ekonomi global yang saling mempengaruhi tapi sedang dilanda perang kurs, kita memiliki alasan untuk tidak terlena.
Meminjam tesis editor The Weekly Standard, Irwin M. Stelzer, "perang kurs" dipicu oleh Amerika Serikat.
Menghadapi kampanye pemilihan presiden yang dimulai 3 November nanti, Barack Obama membutuhkan jualan politik baru untuk menarik simpati rakyat.
Pemerintahan ini menghadapi pengangguran yang meninggi dan sistem produksi domestik yang mandek. Obama lalu menawarkan program perluasan lapangan kerja dan memicu sektor produksi.
Federal Reserve kemudian mencetak banyak-banyak dolar AS. Akibatnya dolar melemah. Saat bersamaan, syarat masuk produk dan modal impor, khususnya China, diperketat.
Intinya, industri domestik diproteksi agar anteng berproduksi, sementara asing dipaksa berbagi insenfit bunga surat utang yang dipegangnya. Celakanya, formula itu mendorong negara lain meniru AS, demi mempertahankan daya saing.
Jepang mengintervensi pasar uang demi melemahkan yen. Singapura bergerilya lewat instrumen pajak. Brazil menggandakan pajak beli obligasi oleh asing, Thailand menarik 15 persen pajak kepada asing pembeli obligasi nasionalnya, sementara Korea Selatan melarang bank meminjam dalam mata uang asing.
Banyak negara merintih karena produk ekspornya tiba-tiba tak kompetitif lagi. Brazil tak tahan dan mengaum, "Kita berada di tengah perang mata uang. Daya saing kita tercampakkan," kata Menteri Keuangan Brazil Guido Mantega.
Perang kurs memperlihatkan dilema besar dalam sistem keuangan global di mana dolar AS menjadi cadangan mata uang resmi dunia. Dilema itu adalah ketika AS memakai referensi global ini sebagai instrumen domestiknya, maka perekonomian global terancam perang harga besar-besaran.
Hubungan antarnegara pun bisa rusak. Lihat saja Jepang dan China yang bersitegang karena dipicu saling banting harga di pasar ekspor. Jepang juga menyemprot Korea Selatan karena produk-produk ekspornya kalah laku setelah Korea terus melemahkan mata uangnya.
Indonesia bisa saja merintih jika Malaysia dan Singapura mengenakan syarat-syarat lebih ketat terhadap produk dan jasa Indonesia ke sana.
Mungkin saja instrumen pajak terhadap modal masuk diberlakukan pula pada Indonesia. Itu artinya, para pengusaha Indonesia yang memarkir modal di sana tertekan, lalu mengkompensasikan tekanan itu kembali ke Indonesia.
Bisa juga kondisi-kondisi kerja ideal bagi TKI diubah atau berbuat aneh-aneh terhadap produk Indonesia seperti Taiwan terhadap Indomie. Saat itu terjadi, maka hubungan politik pun terganggu.
Inilah tesis yang salah satunya diajukan ekonom China Li Xiangyang, "Jika negara yang mengadopsi kebijakan nilai tukar (ala AS) kian banyak, maka kepentingan antarnegara akan saling bertabrakan."
Uang Panas
Perang kurs awalnya dengan mendevaluasi mata uang, lalu meminta mitra dagang menaikkan nilai produk dagangnya. Setelah itu, tarif impor dikenakan suatu negara guna melindungi industri kuncinya. Dengan cara seperti ini permintaan domestik kepada produk-produk hasil dalam negeri meningkat.
Masalahnya, saat itu terjadi, barang dan jasa ekspor satu negara hancur karena negara tujuan ekspor memutuskan membuat sendiri produk itu.
Misalnya, Anda mengekspor sepatu ke AS, tapi AS kini memproduksi sendiri sepatu. Anda terpukul kan? Inilah yang membuat China meradang.
Lalu, buah terpahit dari perang kurs adalah banjirnya "uang panas" ke sistem perekonomian yang dianggap menguntungkan dalam jangka pendek.
Banjir uang panas terjadi karena sekarang siapapun bisa memegang dolar karena harganya murah, sementara sejumlah negara seperti AS menjadi pelit memberi insentif. Akhirnya pemodal jangka pendek ini mencari pelabuhan-pelabuhan modal yang dianggapnya menarik.
Investor "uang panas" hanya datang sementara dan melulu memperdagangkan risiko. Tahun ini Anda mungkin dianggap aman, tapi tahun depan anggapan bisa berubah. Bukan karena Anda menjadi tak aman, tapi karena tempat lain menawarkan insentif lebih besar.
Saat itu terjadi, maka modal masuk segera berubah menjadi capital outflow. Ini tak akan apa-apa jika jumlahnya jutaan dolar.
Tapi, mengutip Institute of International Finance, uang panas yang gencar memburu negara-negara berkembang seperti Indonesia ini jumlahnya fantastis, 825 miliar dolar AS! Ini hampir sepuluh kali cadangan devisa RI pada September 2010 sebesar 86,2 miliar dolar AS.
Yang mengerikan adalah, dari pengalaman krisis moneter 1997, modal masuk yang datang tiba-tiba, akan keluar tiba-tiba dalam jumlah sama besarnya.
Dalam editorialnya berjudul "The Next Bubble", International Herald Tribune mengingatkan bahwa Wall Street sedang membidik aset-aset negara-negara berkembang. Oleh karena itu negara berkembang harus awas mencermatinya.
Capital inflow yang mengalir masif ini membuat negara penerima modal kelebihan uang, lalu harga barang tertekan, gelembung-gelembung aset tercipta, harga properti dan saham merangsek.
Mengapa disebut gelembung aset? Karena uang yang masuk kantong Anda, bukan karena Anda telah bekerja, tapi dari pinjaman berente yang setiap waktu ditarik dari Anda. Kantong Anda terlihat penuh, padahal isinya utang.
Bahayanya, mengutip China Post, gelembung-gelembung aset ini cepat atau lambat bakal meledak, untuk kemudian menciptakan bencana.
Distribusi asset
Kecenderungan di atas memesankan hal lain bahwa statistik ekonomi harus dibaca kritis agar tidak mengaburkan realitas ekonomi nasional sebenarnya.
Kita tak boleh lengah hanya karena performa indeks yang terus menanjak, karena fundamental ekonomi juga harus dilihat utuh. Bahkan, IMF mengingatkan Asia mengenai bahaya inflasi dan penggunaan uang panas untuk proyek-proyek domestik.
Yang juga mesti dicermati adalah konsentrasi ekonomi Indonesia sekarang di mana, mengutip Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto, 56 persen aset nasional dikuasai oleh hanya 6,2 persen penduduk Indonesia.
Jika banyak dari 6,2 persen penduduk Indonesia itu ternyata tergantung pada "uang panas" (belakangan ini sejumlah saham di Bursa Efek Indonesia yang fundamentalnya tidak terlalu bagus mengalami pembiakan harga yang intensif), maka saat bubble meletus, magnitudo ledakannya merusak 56 persen aset nasional.
Jika 56 persen rusak, maka 44 persen lainnya terganggu.
Semoga skenario itu tak terjadi. Tapi jika Anda menjadi tergantung pada uang panas itu atau tak henti mengiimpor karena lebih murah, maka skenario itu mungkin saja terjadi. Krisis moneter 1997 terjadi karena lengah seperti ini.
Saat ini mengimpor memang lebih realistis. Taruhlah impor beras dan tekstil. Anda mungkin lebih suka mengimpor beras dari Thailand dan tekstil dari China karena harganya lebih rendah dibandingkan harga domestik.
Anda untung, tapi saat bersamaan para petani dan perajin tekstil dalam negeri gulung tikar untuk kemudian menganggur.
Anda boleh tak mempedulikan ini, tapi bisnis jangka panjang Anda niscaya terganggu. Ingat, pengangguran bisa memicu ketidakstabilan, bahkan naiknya kriminalitas.
Terlalu banyak orang yang tidak bekerja akan membuat kegiatan investasi dan bisnis terancam, karena stabilitas politik terongrong oleh orang-orang yang tidak puas dan tersisihkan akibat tidak bekerja. Padahal Anda butuh stabilitas sosial politik demi tenangnya berusaha.
Lebih mengkhawatirkan lagi, ketika hanya segelintir yang menguasai ekonomi nasional--taruhlan 6,2 persen penduduk itu-- saat itu pula curiga dan stigma sosial muncul, lalu memicu konflik sosial dan kebencian antarmasyarakat.
Meminjam hipotesis Amy Chua dalam bukunya "World on Fire", masyarakat demokrasi pasar (di mana Indonesia sedang mengarunginya) memang kerap mencipta dan lalu mendidihkan kebencian antaretnis.
Jadi, di samping menarik insentif positifnya bagi perekonomian nasional, dinamika keuangan global ini mesti dicermati kritis untuk menjamin aset ekonomi tak menciptakan gelumbang. Jika pun ada gelumbung, kita bisa mengelolanya sehingga kempes tanpa menciptakan ledakan.
Krisis moneter 1997 memperlihatkan bahwa gelumbung aset yang meledak berimplikasi luas terhadap negara, dan memicu konflik bernuansa rasial yang pekat.
Oleh karena itu kita harus mencari cara agar aset nasional tak terpusat di tangan segelintir orang, sehingga saat yang satu sakit, tak menjangkiti yang lain, apalagi keseluruhan sistem.
Kita juga perlu memonitor ketat masuknya uang panas. Bank Indonesia memang diam-diam sedang melakukannya, tapi langkah lebih drastis tetap diperlukan. Bahkan para ekonom liberal seperti Uri Dadush, Direktur Program Ekonomi Internasional Carnegie Endowment for International Peace, merekomendasikan ini.
"Karena faktanya modal masuk itu mudah bergejolak dan berjangka pendek, maka intervensi mata uang untuk tujuan mensterilasasi dampaknya, mengakumulasi cadangan devisa, dan terakhir mengenakan pajak terhadap modal masuk atau kontrol devisa lainnya, adalah sah," kata Dadush.
Jafar M. Sidik (ANTARA News)
KERLAP-KERLIP LAMPU
Sudah banyak yang mengulas kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tepat satu tahun di masa jabatan keduanya belum lama ini. Dan bisa dimaklumi kalau hampir semuanya menyuarakan kritik terhadap presiden kita yang terkenal karena selalu sibuk menjaga citra dirinya itu. Bahkan ketua umum Golkar Aburizal Bakrie, yang disebut-sebut sebagai calon tunggal partai untuk pilpres 2014, mengatakan di depan SBY kalau pencitraan dan perebutan pengaruh hanya “kerlap kerlip lampu” sesaat yang tidak membawa keuntungan permanen bagi bangsa (20/10).
Bicara statistik, memang Indonesia mencatat kemajuan yang terukur dan konsisten di bawah SBY. Sebut saja pertumbuhan ekonomi, volume ekspor, lapangan kerja, stabilitas nilai tukar rupiah dan sebagainya. Sebagai negara, Indonesia menjadi lebih baik di bawah SBY. Tetapi bagaimana dengan karakter bangsa ini yang tercermin dari perilaku dan pola pikir rakyatnya? Apakah SBY bisa memperbaiki Indonesia sebagai bangsa?
Justru menjelang dan di awal masa jabatan SBY yang kedua inilah kita disuguhi berita tanpa henti tentang perilaku buruk aparat dan pejabat negara, yang berdampak pada situasi seperti tanpa hukum dan membuat konflik dan kerusuhan gampang merebak di mana-mana.
Satu hal paling menonjol yang menimbulkan pandangan negatif adalah fakta bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi justru kocar-kacir di era SBY. Sekarang tinggal empat pemimpin di lembaga ini, dan dua diantaranya menghadapi prospek disidang oleh pengadilan dan karenanya akan terpaksa non-aktif dulu.
Kita ingat bagaimana Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto tahun lalu menjadi tersangka kriminal tidak lama setelah SBY berkunjung ke Mabes Polri. Kemudian setelah itu, Mahkamah Konstitusi membeberkan fakta bahwa kasus mereka berdua direkayasa, dan ada indikasi kuat keterlibatan petinggi di Kejagung dan Polri. Kalau tidak, Susno Duadji tidak akan dicopot sebagai kabareskrim dan wakil jaksa agung Abdul Hakim Ritonga tidak akan mengundurkan diri.
Lembaga-lembaga penegak hukum seperti dipermainkan untuk memojokkan KPK di bawah hidung SBY yang nyaris tanpa reaksi. Sikap presiden hanya berupa saran agar Chandra-Bibit tidak disidangkan, dan tidak ada komitmen untuk menyidik dugaan rekayasa oleh penegak hukum lain, karena rekomendasi dari tim pencari fakta juga berlalu seperti angin.
Kalau yang di atas bermain-main dengan hukum, yang di bawah ikut-ikutan. Di siang bolong di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dua kelompok geng bentrok dengan senjata api dan senjata tajam, padahal waktu itu ratusan polisi menjaga gedung pengadilan tetapi tidak ada yang mampu menghentikan bentrokan itu. Sekarang rasa hormat pada penegak hukum kian luntur. Pengguna jalan yang marah karena sering ditilang atau warga kampung yang tidak rela dengan tindakan polisi sekarang berani menyerbu pos-pos polisi dan mengamuk, seperti banyak kita dengar beritanya belakangan ini. Bukan main kondisi mental bangsa ini sekarang.
Setelah enam tahun berkuasa, SBY tidak bisa lagi diharapkan untuk terus berusaha menggambarkan dirinya sebagai presiden yang paling ganteng, paling merdu suaranya, paling romantis dengan lagu ciptaannya, paling santun, paling hormat pada sesama bahkan lawan politiknya. Cukup sudah dengan semua itu, karena kita sekarang justru menghendaki presiden yang berani, tegas dan galak terhadap pelanggar hukum, terhadap petinggi negara yang terus mempermainkan kekuasaan dan jabatan negara. Bukan seperti yang terjadi sekarang, KPK yang selalu menjadi andalan terakhir malahan tidak berdaya dan nyaris lumpuh, dan semakin nampak persaingan yang semula terselubung dengan polisi dan jaksa. Hal-hal seperti ini yang justru paling tidak diduga akan muncul di masa SBY, karena SBY pernah bersumpah “saya sendiri yang akan memimpin perang melawan korupsi.”
Peningkatan statistik yang juga tidak terlalu signifikan sama sekali tidak sebanding dengan merosotnya mental bangsa ini. Tidak ada rasa hormat antar sesama, hukum hanya menjadi alat kekuasaan, dan korupsi terus meraja-lela sementara KPK sudah terlalu kikuk untuk bergerak. Sungguh mengherankan kalau pemimpin kita masih punya waktu untuk membangun citra diri. Tinggal empat tahun lagi Pak.
Businessnews
Kisah Dompet Terakhir dari Wasior
Panas yang membara bertambah sempurna dengan beterbangannya debu-debu sisa lumpur basah yang menghempas kasar ke setiap wajah manusia yang ada di kota itu.
Sisa-sisa penduduk yang masih menghuni Wasior memilih menyingkir dari terpaan terik mentari dan bersembunyi dalam rengkuhan bayangan pepohonan dan dinginnya tembok rumah.
Tapi Irwanto (30) masih berdiri di sebuah lahan besar tidak jauh dari Bandara Perintis Wasior.
Dia mematung di situ, tepat di bawah pijaran si raja siang dan seakan tidak peduli pada cahaya yang bisa membakar ubun-ubun kepala.
Dengan bercelana pendek, bersendal jepit, berkaus lusuh dan dengan lingkaran hitam di bawah mata tanda tidak tidur semalaman, pria yang akrab dipanggil Anto itu menatap sendu kantung mayat bewarna kuning di hadapannya.
Beberapa orang berseliweran di dekat kantung mayat yang masih terbungkus rapi itu, Anto tidak mengenali mereka, hanya dari seragamnya Anto tahu mereka adalah para relawan yang baru saja menemukan jenazah di bawah puing-puing bangunan di jantung Kota Wasior.
Mereka mulai membuka kantung mayat dan meminta Anto mengenali jenazah perempuan di dalamnya. Tanpa sempat mengambil nafas Anto merunduk ke arah raga tidak bernyawa yang sangat sulit dikenali karena sudah membusuk dan menghitam karena terlalu lama terkubur di dalam lumpur.
Namun, dari warna dan corak kain celana yang membalut tubuh kaku itu, Anto bersikeras itu adalah jenazah Irawati (25), isterinya yang sudah berhari-hari menghilang begitu banjir bandang meluluhlantakkan Kota Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat pada Senin 4 oktober.
Cincin yang melingkar di jari manis dan kalung emas di leher jenazah perempuan itu memperkuat keyakinan Anto bahwa itu adalah jenazah isterinya.
Kebekuan di indera penglihatannya mulai mencair, bulir-bulir air mata mulai mengembang dan Anto tak kuasa menahan pilu.
Para relawan dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Bulan Sabit Merah Indonesia mulai menggali tanah untuk memakamkan jenazah Irawati. Tepat di samping kuburan kecil, kuburan dengan nisan darurat bertuliskan nama Luthfi berusia 19 bulan, anak semata wayang Irwanto.
Kini lengkap sudah, pencarian Anto bermuara pada penemuan dua orang jenazah anggota keluarganya, isteri dan anaknya yang meninggal dunia karena tergulung lumpur ketika air bah menerjang kawasan itu.
Kini Anto sebatang kara di Wasior, karena isteri dan anaknya sudah meninggal dunia, dan kedua orang tuanya berada di kampung halaman, di Padang, Sumatera Barat.
Anto warga Wasior yang selamat dari banjir bandang setelah sempat tergulung lumpur. Ia berhasil menyelamatkan diri dan terdampar di kawasan pelabuhan yang berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya.
Namun, penyesalan masih bergelayut di hatinya hingga kini karena tidak bisa menyelamatkan bayi dan isterinya. Bayinya terlepas dari genggamannya ketika tembok rumah mereka rubuh dan menimpa tubuhnya.
Pada hari kejadian itu, dia tengah bercengkrama dengan sang bayi di peraduan karena di luar hujan deras dan air mulai menggenang di pelataran rumah sementara isterinya tengah pergi untuk membeli sarapan.
Anto seketika bangkit dan menggendong bayinya ketika mendengar jeritan warga di sekitar rumahnya dan bunyi-bunyian yang menggema akibat pergesakan antara batu-batu besar dan batang-batang pohon kayu yang menabrak rumah-rumah penduduk.
Anto mengaku, ketika itu dia ingin berlari ke luar, namun tiba-tiba rumahnya rubuh dan bayinya terhempas sementara ia hanyut tergulung lumpur bersama material rumahnya.
Dia sangat menyesal karena sebagai ayah dan suami dia tidak bisa menyelamatkan anak satu-satunya dan tidak bisa menemukan isterinya yang ternyata ikut tergulung lumpur dan terkubur di bawah reruntuhan rumah sebelum akhirnya ditemukan oleh TNI dan para relawan.
Yang lebih membuatnya menyesal adalah karena dia belum sempat meminta maaf pada isterinya yang sempat dia marahi pada malam sebelum hari kejadian.
Anto bercerita, di malam hujan pada Minggu 3 Oktober, Anto memarahi isterinya yang baru saja pulang membeli dompet seharga Rp150 ribu. "Padahal beberapa hari sebelumnya dia juga baru saja membeli dompet," katanya.
Mendengar sang suami marah, Irawati dengan tatapan menyesal berkata pelan "Maafkan saya, saya berjanji tidak akan membeli dompet lagi. Ini adalah dompet terakhir," kata Anto mengulang ucapan istrinya.
Tidak pernah terpikirkan oleh Anto bahwa ucapan isterinya itu menjadi nyata. Yang dibeli istrinya itu ternyata benar-benar dompet terakhir.
"Sekarang saya merasa sangat meneysal. Jika saja isteri saya bisa hidup kembali saya akan membelikannya dompet sebanyak-banyaknya berapa pun harganya," katanya.
Kisah anto merupakan satu dari sekian banyak cerita duka dari tanah bencana di salah satu wilayah di Negeri Ufuk Timur.
Banjir bandang yang menerjang Kota Wasior menewaskan sedikitnya 156 orang dan sekitar 155 lainnya hilang dan belum ditemukan.
Sementara itu, sekitar 5.000 orang lainnya meninggalkan Wasior untuk mengungsi di wilayah tetangga seperti Manokwari dan Nabire.
Pada saat ini, Kota Wasior seperti kota mati karena banyak rumah kosong sementara sekitar ribuan rumah rusak dan sebagian di antaranya rata dengan tanah.
Yang tersisa di Wasior pada saat ini hanya endapan lumpur, bongkahan batu-batu besar, dan batang-batang pohon raksasa yang terbawa saat banjir bandang.
Wuryanti Puspitasari (ANTARA News)