Selasa, 25 November 2008

Menyikapi Krisis Global

Krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) dua tahun lalu secara cepat berkembang menjadi krisis keuangan global. Krisis tidak hanya terjadi di bursa saham dan sektor keuangan AS, melainkan sudah menjalar ke Eropa, Rusia, Asia, Amerika Latin, dan Australia.

Hampir semua negara terkena dampaknya, tidak terkecuali Indonesia. Sudah banyak diberitakan di berbagai media massa, krisis keuangan global itu berdampak terhadap pasar saham Indonesia.Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia terkoreksi sangat tajam ke level 1.400-1.500 dibandingkan puncaknya pada level 2.800 pada akhir 2007.

Menjadi pertanyaan bagi kita semua, akan seberapa besarkah dampak krisis keuangan global ini terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan? Memang kapitalisasi bursa saham relatif kecil terhadap ukuran perekonomian Indonesia, sekitar 20% dari produk domestik bruto (PDB). Namun, jangan dilupakan bahwa dampak krisis keuangan global terhadap Indonesia tidak hanya ditransmisikan melalui koreksi di pasar saham, melainkan juga melalui sektor keuangan, sektor riil, aliran perdagangan internasional, dan investasi.

Pemerintah dengan cepat dan tepat telah mengambil langkah-langkah pengamanan terhadap kemungkinan sektor keuangan terkena imbas krisis global ini. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Jaring Pengaman Sektor Keuangan yang baru saja dikeluarkan dirasakan cukup antisipatif, khususnya dalam mengamankan sektor keuangan. Beberapa aturan regulasi pasar saham sedang disusun.

Sektor perbankan dalam kondisi relatif sehat dan tidak terekspos terhadap berbagai produk sektor keuangan AS yang banyak menimbulkan masalah. Kinerja sektor ekspor Indonesia dan investasi asing cukup baik, sehingga cadangan devisa berada dalam level USD57 miliar. Kendati demikian, kondisi ini dapat berubah mengingat berubahnya kinerja ekonomi yang dialami AS, Eropa, Jepang, termasuk Singapura yang merupakan mitra-mitra ekonomi dan perdagangan utama Indonesia.

Dari sisi perdagangan luar negeri, Indonesia harus segera mengantisipasi pelemahan ekspor, baik harga maupun permintaan (volume). Harga berbagai komoditas ekspor utama Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO),minyak bumi, hasil-hasil perkebunan dan pertambangan turun cukup signifikan (dalam beberapa kasus sampai lebih dari 50%).

Permintaan terhadap komoditas serta barang ekspor nonmigas yang berupa barang manufaktur Indonesia juga mulai menunjukkan penurunan. Mulai banyak diberitakan adanya cancellation atau pengurangan order untuk sisa order tahun 2008. Hal ini mulai dirasakan untuk alas kaki, tekstil,garmen,kerajinan tangan,dan mebel. Pengurangan permintaan ini kemungkinan berlanjut hingga 2009, khususnya untuk tujuan pasar yang sedang terkena krisis ekonomi seperti Amerika, Eropa, dan Jepang.

Memang pangsa pasar ekspor Indonesia mulai beralih ke pasar Asia-Pasifik. Namun,banyak negara di Asia-Pasifik yang merupakan pangsa pasar utama Indonesia seperti Jepang, Korea, China, dan Singapura juga terkena dampak krisis ini. Indonesia dengan potensi pasar domestik yang besar harus ekstrawaspada terhadap masuknya produkproduk manufaktur China secara ilegal.

Barang-barang manufaktur seperti garmen, tekstil, alas kaki, makanan, elektronik dari China hampir dapat dipastikan semakin banyak masuk ke Indonesia. Dalam jangka pendek hingga menengah, dampak krisis keuangan global akan mulai dirasakan oleh sektor-sektor yang ekspor intensif (export-oriented) dan sektor-sektor yang bersaing dengan barang impor (import-competing).

Komoditas dan produk yang terkena adalah hasil perkebunan, hasil minyak dan pertambangan, serta barangbarang manufaktur.Adapun pelaku usaha yang paling terkena adalah mereka yang bergerak di sektor ekspor dengan tujuan ke pasar-pasar yang saat ini mengalami resesi ekonomi.

Antisipasi dan Respons

Tentu kita tidak ingin yang terburuk dari bola salju krisis keuangan global akan menimpa perekonomian kita. Sejauh mana perekonomian nasional bisa terhindar dari dampak krisis keuangan global, itu sangat tergantung pada langkah-langkah antisipasi dan respons pemerintah maupun pelaku usaha.

Ini saatnya bagi dunia usaha Indonesia untuk lebih memanfaatkan peluang pasar domestik, melakukan diversifikasi pasar dan produk usaha.Perusahaanperusahaan yang akan survive adalah perusahaan-perusahaan dengan pasar yang terdiversifikasi antara pasar domestik dan ekspor.Diversifikasi pasar ekspor perlu terus dilakukan dengan memanfaatkan peluang pasar-pasar nontradisional Indonesia seperti negara-negara Eropa Timur dan Timur Tengah.

Selain itu pengusaha harus meningkatkan daya saing produk serta melakukan diversifikasi jenis produk. Pengusaha harus semakin kreatif mengantisipasi dampak krisis keuangan global ini. Tidak kalah pentingnya bagi pengusaha adalah menjaga hubungan industrial tetap kondusif.Manajemen perusahaan dan serikat pekerja harus mulai mengantisipasi permasalahan perburuhan yang akan muncul seperti ancaman PHK, pengurangan jam kerja, pengurangan upah/ gaji, penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourcing.

Beberapa daerah yang kaya komoditas perkebunan, minyak bumi dan bahan tambang sempat mengalami boom di tahun 2007 hingga pertengahan 2008. Terdapat likuiditas dari hasil ekspor komoditas pertambangan dan perkebunan ini di daerah. Menjadi pertanyaan, seberapa efektifkah daerah memanfaatkan dana itu untuk diputar menggerakkan perekonomian daerah? Apabila boomtersebut dapat dimanfaatkan sebagai windfall gain dan segera diinvestasikan kembali ke perekonomian daerah, maka akan terjadi dampak yang cukup signifikan di daerah.

Investasi dapat dilakukan untuk berbagai proyek infrastruktur yang akan memberi dampak berganda terhadap perekonomian daerah. Di lain pihak,beberapa daerah dengan basis sektor industri pengolahan yang berorientasi ekspor mulai merasakan dampak krisis keuangan global ini.Misalnya,beberapa daerah di Jawa Barat.

Tidak mudah bagi perusahaan-perusahaan tersebut untuk melakukan diversifikasi pasar dan produk,namun hal tersebut perlu dilakukan jika perusahaan ingin survive. Demikian pula dengan langkahlangkah antisipasi dari sisi manajemen dan serikat pekerja terkait dengan pengurangan jam kerja, pengurangan pekerja, dan lain sebagainya.Melalui langkah-langkah antisipatif pemerintah pusat, dunia usaha dan pemerintah daerah dampak krisis keuangan global terhadap perekonomian Indonesia dapat diminimalkan.(*)

sumber : okezone.com