Senin, 06 Juli 2009

Menakar Gejala Kanker Usus Besar

Pada awalnya, Suwanto mengira ia menderita wasir atau ambeien. Setiap buang air besar fesesnya selalu disertai darah. Lebih parah lagi, pria 68 tahun ini sering mengeluarkan kotoran setiap buang angin. Karena tak kunjung sembuh dengan obat wasir dari dokter, dia mencoba pengobatan herbal. Akibatnya, penyakitnya malah makin kronis. Proses defekasi (BAB)-nya tambah sulit dan bobot tubuhnya merosot drastis.

Dari herbal, Suwanto pergi ke dokter penyakit dalam untuk menjalani endoskopi. Hasilnya, ditemukan ada tumor ganas di usus besar dekat anusnya. Dan pada 27 November 2008, Suwanto menjalani operasi urostomi--suatu pembedahan yang membentuk bukaan pada bagian dalam tubuh untuk membuat jalan baru aliran air seni. Selain itu, hasil laboratorium menunjukkan bahwa ia mesti menjalani kemoterapi sebanyak 12 kali.
Menurut konsultan bedah digestif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Fajar Firsyada, SpB, sekitar 15 persen dari angka kasus baru kanker adalah kanker kolon (usus besar). Risiko tertinggi kanker jenis ini, kata dia, ada pada kelompok usia 40 tahun ke atas. Namun, tak tertutup kemungkinan menyerang yang lebih muda. "Saya pernah mendapatkan pasien perempuan berusia 19 tahun," ujarnya seusai menjadi pembicara dalam seminar bertajuk "Kanker Usus Besar: Pentingnya Gaya Hidup Sehat dan Deteksi Dini" di Hotel Le Meridien, Jakarta, Sabtu lalu.
Biasanya gejala yang timbul berupa berbagai gangguan pencernaan, seperti buang air besar berdarah, susah buang angin, atau anemia (kurang darah). Fajar menjelaskan, dokter akan mengevaluasi, apakah darah itu menetes sesudah feses keluar atau bercampur dengan kotoran. Kemudian dicek kembali, apakah selain darah, ada lendir yang menyertainya. "Kecurigaan kanker usus besar adalah saat dokter mendeteksi adanya darah yang menetes sesudah kotoran keluar dan terdapat lendir," ujar dokter tiga anak ini.
Lebih lanjut, Fajar memaparkan, jika usus besar sebelah kanan yang terserang kanker, tidak ada perdarahan yang nyata. Sifat darahnya samar, sehingga pasien mendadak kurang darah atau dalam kondisi anemia. Jika yang terkena kanker usus besar sebelah kiri, umumnya penderita akan mengeluarkan darah dan lendir. Karena letak ususnya dekat dengan anus, hal itu terlihat pada kasus Suwanto. Malah, menurut Fajar, ada kasus stadium lanjut yang dapat menyebabkan anoreksia. "Gangguan kronis di saluran pencernaan membuat penderita menjadi tidak nafsu makan."
Sementara itu, spesialis penyakit dalam RSCM, dr Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, mengatakan gejala kanker kolon ditandai adanya perubahan dalam pola BAB atau defekasi, seperti adanya rasa nyeri di perut bagian bawah yang tak kunjung sembuh, dan ambeien yang terjadi terus-menerus. "Ambeien bisa menjadi gejala awal seseorang menderita kanker kolon," katanya dalam kesempatan yang sama. Selain itu, menurut dokter kelahiran Washington ini, gangguan pada usus besar bisa dilihat lewat bentuk kotorannya. "Banyak ditemukan kotorannya itu panjang-panjang dan mirip pensil."
Para ahli masih sepakat kalau penyebab kanker kolon sendiri masih bersifat multifaktorial. Tidak bisa dibilang hanya satu faktor. Penelitian dokter Murdani Abdullah dari Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia--yang menemukan peran enzim cyclooxygenase-2 atas munculnya kanker usus besar--menurut Fajar, juga termasuk salah satu faktor itu. "Cikal bakal sel kanker pada usus besar yang ditemukan masih difaktori genetik dan paparan makanan yang melewati usus besar."
Menurut Aru, kanker muncul karena paparan bahan-bahan karsinogen yang terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh, seperti yang ditemukan pada obesitas. Dari semua jenis kanker, kanker usus besar paling dipengaruhi oleh makanan yang bersifat karsinogenik. Selain itu, menurut dia, pola makan yang kaya kolesterol, tinggi lemak, miskin serat, rendah kalsium, kurang konsumsi buah-buahan, serta kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol turut mempercepat laju penyakit ini.
Di Indonesia, kanker usus besar banyak terjadi pada usia muda di bawah 40 tahun. Seperti yang menimpa dr Sugiharto, 30 tahun, dan Sapto, 41 tahun, yang hadir dalam seminar. Untuk itu, pemeriksaan sebaiknya dimulai ketika seseorang berusia 30 tahunan. Beberapa cara deteksi dini untuk kanker usus besar bisa lewat pemeriksaan colok dubur, occult blood (pemeriksaan darah samar), endoskopi, maupun kolonoskopi. Di samping itu, dapat dilakukan enema barium, yaitu memasukkan bahan cairan barium ke dalam usus besar melalui dubur. Kemudian setelah difoto dengan menggunakan alat rontgen, dapat dilihat siluetnya.
Apabila sudah ditemukan adanya kanker, penanganan bisa dilakukan melalui pembedahan, kemoterapi, dan radiasi. Menurut Fajar, salah satu upaya pembedahan adalah ostomi--yaitu pelubangan (stoma) permanen atau sementara dinding abdomen. Pembedahan dilakukan untuk mengarahkan pembuangan air besar atau air seni. Biasanya stoma permanen diperuntukkan penderita kanker stadium lanjut karena kanker sudah menyebar ke organ sekitarnya dan ahli medis tak bisa mengangkat tumornya.
Sesudah ostomi, penderita akan memakai kantong sebagai pengganti anus. Kantong stoma, dijelaskan dokter kelahiran Jakarta ini, aman untuk menemani penderita beraktivitas. Malah ada dari mereka yang tetap melakukan aktivitas ekstrem, seperti menyelam, dengan memakai kantong ini. Kantong itu dibuat dari bahan dan lem yang kuat, sehingga tidak bocor. Harganya bervariasi, dari kisaran Rp 100-200 ribu. "Tergantung apakah kantong itu one piece atau two piece," ujar Fajar.
Tanda Awal Serangan
1. Darah yang menetes sesudah feses keluar dan adanya lendir saat BAB.
2. Timbul rasa nyeri di perut bagian bawah yang tak kunjung sembuh.
3. Ambeien terus-menerus.
4. Feses berbentuk panjang dan mirip pensil.
5. Mengalami anemia (kurang darah).
6. Tidak memiliki nafsu makan.
7. Bobot tubuh merosot.
8. Badan terasa lemah. l

Infografis

Dari Kolon Kemudian Menyebar

Usus besar memiliki diameter 8 sentimeter dan panjang 1,7 meter.

Usus kecil
Usus besar
Bagian atas usus besar
Bagian bawah usus besar
Usus buntu
Rektum
Anus

1. Sel-sel pada usus besar sangat aktif, secara teratur membelah diri dan membentuk polip. Kebanyakan berukuran kecil dan berhenti tumbuh.
2. Namun, sejumlah kecil polip terus berkembang, kadang-kadang berlangsung selama 10 tahun lebih. Mutasi genetik bisa membentuknya menjadi tumor yang berbahaya.
3. Tumor kemudian tumbuh besar, bahkan terus melakukan mutasi dan menyelusup lebih dalam ke otot-otot pada dinding usus besar.
4. Selanjutnya kanker menerobos darah dan sistem limfa, lalu sel-sel berbahaya itu pecah serta menyebar ke organ lain, seperti hati, paru, dan lambung.
HERU TRIYONO
TEMPO Interaktif