Kamis, 02 Juli 2009

Menelusuri Ekonomi Jalan Tengah

Perdebatan tentang mazhab ekonomi belakangan ini ramai terjadi dalam berbagai kesempatan, terutama paham neoliberalisme. Paham neoliberalisme terkadang dipahami sebagai paham yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat.

Pendek kata, neoliberalisme menjadi semacam aliran yang harus dijauhi kendati tuduhan neoliberalisme lebih banyak bersifat politis. Untuk itu muncul pula ekonomi kerakyatan. Istilah neoliberalisme muncul setelah Washington Consensus tahun 1994 oleh John Williamson dalam mengatasi krisis ekonomi di Amerika Latin.

Ada 10 elemen penting dalam mengatasi krisis di Amerika Latin itu. Namun, dari 10 elemen itu dapat disarikan menjadi tiga hal besar. Pertama, kebijakan fiskal yang disiplin dan konservatif (defisit hanya dibolehkan tidak melebihi 2 persen dari produk domestik bruto). Kedua, privatisasi perusahaan-perusahaan negara untuk meningkatkan efisiensi untuk membantu keuangan negara.

Ketiga, liberalisasi pasar, mengurangi hambatan dan menyamakan perilaku investasi asing dengan domestik. Namun, dari semua itu, yang menjadi perdebatan serius adalah mengenai privatisasi perusahaan negara dan liberalisasi pasar bebas. Banyak publik menilai neoliberalisme mengakibatkan peran negara semakin berkurang dan ekonomi akan dikuasai oleh pihak asing karena yang membeli perusahaan negara sebagian besar asing.

Dari sudut pandang paham ekonomi, sebenarnya aliran ekonomi terbagi pada dua titik ekstrem, yaitu ekonomi yang berdasarkan pada mekanisme pasar bebas (liberalisme) atau kapitalis. Sementara secara literatur yang menentang pasar bebas hanyalah Karl Marx atau sering disebut sosialis/ komunis.

Ekonomi kapitalis bertumpu pada mekanisme pasar bebas dan ekonomi sosialis bersandar pada kontrol negara,demikian dua kutub aliran ekonomi pada awalnya terjadi. Saat ini,hampir pasti tidak ada negara yang secara ekstrem menganut paham murni kapitalis atau sosialis.

Banyak negara hanya memakai condong ke pasar bebas atau cenderung ke sosialis. Bahkan, Amerika Serikat (AS) sendiri yang mempraktikkan paham liberalisme kini seperti menjadi negara sosialis terbesar dunia karena langkah pemerintahnya ikut membantu perusahaan-perusahaan yang ambruk akibat krisis keuangan global.

Sebaliknya, Negeri Tirai Bambu China pun ketika ekonominya terbuka justru maju pesat. Dunia sekarang sepertinya tidak ada hitam putih dalam menerapkan sistem ekonomi. Boleh jadi, perdebatan tentang neoliberalisme lebih banyak dilihat dari sudut politis. Harusnya apa pun pahamnya, yang pasti muara akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat.

Sebab, demokrasi pada intinya adalah jalan yang dibangun untuk peningkatan pendapatan masyarakat. Dalam kaitan itu, dalam kasus di Indonesia, perdebatan tentang paham ekonomi tidak lagi relevan karena pada dasarnya ekonomi yang berdasarkan pasar bebas dengan mengurangi monopoli dengan kontrol negara yang fair akan dapat meningkatkan kesejahteraan.

Dalam konteks itu, ekonomi jalan tengah merupakan pilihan yang relatif masuk akal. Paham ekonomi jalan tengah, menurut istilah SBY, tak lain ekonomi triple track strategy, yaitu ekonomi yang menempatkan pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan pemerataan dan berkeadilan.

Atau, dalam istilah yang lebih populer adalah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan pemerataan dan keadilan. Jadi, dalam konteks ini, tidak ada istilah ekonomi pasar bebas dan ekonomi sosialis. Tentu saja, ekonomi jalan tengah itu bisa dijalankan jika negara kuat dengan sistem birokrasi yang bersih bebas korupsi dan tidak mementingkan golongan.

Selain itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam memuluskan ekonomi jalan tengah. Pertama, menyangkut kuda-kuda pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menjadi syarat penting agar tercipta peningkatan daya beli dan pendapatan masyarakat.

Peningkatan investasi dan memperbaiki infrastruktur menjadi hal yang tidak bisa diabaikan sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Kedua, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Pengalaman menunjukkan tanpa pendidikan dan kesehatan yang layak, kita tidak bisa menempatkan posisi tawar masyarakat dalam kompetisi dengan negara-negara lain.

Pendidikan yang baik diharapkan dapat menciptakan kelompok masyarakat madani sebagai kelompok kelas menengah. Pemerintah perlu mendorong terciptanya pendidikan yang baik dan bermutu bagi masyarakat dengan kualitas yang bisa menjawab pasar tenaga kerja. Ketiga, membangun kelas menengah dengan meningkatkan entrepreneur (pengusaha) yang lebih banyak.

Dalam kasus negara-negara maju, menciptakan kelas menengah dengan entrepreneur yang berjalan dalam mekanisme pasar yang adil akan lebih kokoh dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara yang menganut demokrasi sudah waktunya menempatkan demokrasi untuk kesejahteraan rakyat.

Untuk itu, mendorong munculnya kelas menengah dengan peningkatan pengusaha-pengusaha yang terbiasa dengan persaingan yang mengarah kepada efisiensi dan dijaga oleh kebijakan yang adil akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Sebab, pembangunan ekonomi atau peningkatan kesejahteraan rakyat tidak bisa diselesaikan dengan hanya menganut paham ekonomi yang hitam putih. Diperlukan kebijakan ekonomi yang market friendly dengan kebijakan pemerintah yang adil tentu akan lebih cepat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian, dalam satu sisi perlu menciptakan efisiensi, governance, dan tentunya memberi ruang yang besar bagi peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan serta iklim yang baik bagi terciptanya pengusaha-pengusaha baru yang kuat. Jika demikian, demokrasi tidak akan menjadi tujuan, tapi merupakan jalan menuju masyarakat yang sejahtera dalam kurun yang panjang dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain.


Serian Wijatno
Ketua Yayasan Tarumanagara