Kamis, 25 Agustus 2011

Kedamaian

Seorang raja mengadakan sayembara dan akan memberikan hadiah yang melimpah kepada siapa saja yang dapat melukis kedamaian. Dari ratusan lukisan yang dilukis, hanya ada dua buah lukisan yang benar-benar disukai raja. Tetapi ia harus memilih satu diantaranya.

Lukisan pertama menggambarkan sebuah telaga tenang. Permukaan telaga itu bagaikan cermin yang memantulkan kedamaian gunung-gunung yang menjulang mengelilinginya. Di atasnya, terpampang langit biru dengan awan putih berarak. Semua yang memandang lukisan itu pasti akan berpendapat bahwa inilah lukisan yang terbaik menggambarkan kedamaian.

Lukisan kedua menggambarkan pegunungan juga. Namun tampak kering dan gundul. Di atasnya, terlukis langit yang jelas dan merah menandakan akan turun hujan badai, sedangkan kilat tampak menyambar-menyambar liar. Di sisi gunung ada air terjun deras yang berbuih-buih, yang sama sekali tidak menampakkan ketenangan dan kedamaian. Tetapi, sang raja melihat sesuatu yang menarik. Di balik air terjun itu, tumbuh semak-semak kecil diatas sela-sela batu. Di dalam semak-semak itu, seekor burung pipit meletakkan sarangnya. Di tengah-tengah riuh rendah air terjun, seekor pipit sedang mengerami telurnya dengan tenang.

Akhirnya, raja memutuskan bahwa lukisan kedualah pemenangnya. Mengapa? Karena kedamaian bukan berarti kita harus berada di tempat yang tanpa keributan, kesulitan, atau pekerjaan yang menggunung. Kedamaian adalah hati yang tenang dan sejahtera meski kita berada di tengah keributan yang luar biasa.

Kedamaian hati bukanlah sebuah pilihan, melainkan keputusan. Apakah kita ingin tetap merasa damai sejahtera meski keadaan ekonomi kurang baik, tetap bersukacita walaupun persoalan hidup datang silih berganti. Itu semua adalah keputusan.