Senin, 15 Agustus 2011

BPS Tetapkan Angka 2% Toleransi Kesalahan Survei Kemiskinan

Biro Pusat Statistik (BPS) tetap mengacu pada angka dua persen untuk toleransi kesalahan angka hasil survey keluarga miskin di Indonesia. Angka dua persen toleransi kesalahan sudah merupakan konsekuensi logis dari upaya penyediaan data dan informasi statistik terkini, cepat dan akurat. “Setiap survey, termasuk angka kemiskinan tetap mengacu pada tiga hal yaitu kesamaan metode, konsep dan definisi. Survei BPS sudah disinergikan dengan survey kantor Menko Kesra, BKKBN (Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional), Kementerian PU (Pekerjaan Umum) dan lain sebagainya,” Staf ahli Kepala BPS Jasa Bangun mengatakan kepada Business News (9/8).

Kendatipun hanya dua persen, tetapi secara kasat mata, kemiskinan masih menjadi momok bagi masyarakat dan Pemerintah. Karena kalau dua persen dikalikan sekitar 30 juta orang, secara kasat mata masih terlihat besar. Angka dua persen dari 30 yaitu sekitar 600 ribu orang. “Jadi 600 ribu orang miskin tersebut terlihat di mana-mana. Sehingga dari jumlah tersebut sering menimbulkan berbagai persepsi, termasuk persepsi ‘kebohongan Pemerintah’ terhadap angka kemiskinan.”

Kesepakatan untuk merumuskan data dan informasi statistik diharapkan bisa mengurangi kesalahan persepsi masyarakat. BPS yang akan menjadi lembaga resmi untuk mengumumkan data dan informasi statistik, termasuk kemiskinan, pengangguran, inflasi, dan lain sebagainya. Ketika petugas BPS melakukan pencacahan, hasilnya tidak akan bias dengan apa yang dilakukan oleh institusi lain termasuk Kantor Menko Kesra. “Karena kami sudah menyepakati konsep, definisi dan metodenya. Angka toleransi kesalahan tetap dua persen. Sementara sisanya, 98 persen diharapkan akurat.”

Pada masa pemerintahan Orde Baru, tugas BPS dikendalikan oleh Departemen Penerangan. Berbagai data dan angka selalu diumumkan oleh Menteri Penerangan, dan hampir tidak pernah ada bantahan dan sanggahan. Sekarang, BPS mengumpulkan data dari berbagai kota besar di Indonesia. Pengumpulan dilakukan empat kali dalam satu bulan. Dari empat pencacahan, BPS mengolah dan mengompilasi. “Setelah itu, kami baru berani mengumumkan data dan informasi statistik kepada publik, biasanya melalui pers setiap tanggal 1. Bahkan sampai jam 12 malam, kami masih tetap menunggu data dari daerah supaya tetap objektif. Semua data dibeberkan tanpa ada intervensi dari lembaga manapun.”

BPS sempat mengklaim jumlah angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2011 mengalami penurunan di banding periode yang sama di tahun 2010. Penduduk miskin menurut BPS adalah masyarakat yang pengeluran per bulannya sebesar atau kurang dari Rp 200.000 per kapita. BPS menghitung, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2011 sebanyak 30,02 juta orang. Jumlah ini mengalami penurunan 1 juta orang atau 3,2% dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret tahun lalu yang mencapai 31,02 juta orang. Faktor pendorong turunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh tingkat inflasi yang rendah, membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, upah buruh naik, dan adanya perbaikan penghasilan petani. “Kami sudah juga memiliki sistem registrasi dan pencatatan dari berbagai instansi mengenai angka kemiskinan. Jadi tidak ada lagi perbedaan sudut pandang untuk pencacahan, antara BKKBN, Menko Kesra, BPS. Karena semuanya sudah satu persepsi dengan metode, definisi yang sama, data pasti tidak sulit lagi.”

Peranan terbesar yang mempengaruhi garis kemiskinan di Indonesia adalah komoditi makanan. Misalnya saja, beras memberikan sumbangan sebesar 25,45% untuk penduduk di perkotaan dan 32,81% di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terhadap angka kemiskinan kedua yakni sekitar 7,70% penduduk di perkotaan dan 6,23% di perdesaan. “Dari angka-angka tersebut, BPS merumuskan tiga kriteria kemiskinan, yaitu hampir miskin, yang miskin dan sangat miskin. Kategori ‘sangat miskin’ mencapai sekitar 30 persen dari sekitar 30 juta orang miskin di Indonesia. Kelompok tersebut yang perlu segera mendapat bantuan. Mereka juga rentan terhadap fluktuasi indikator ekonomi, terutama angka inflasi dan harga bahan pokok di pasar. Jumlahnya bisa turun dan naik secara drastis.”


BusinessNews