Rabu, 17 Agustus 2011

Awas, Ekonomi Dunia Masuk Zona Bahaya

Sinyal kuning berkedip dari markas Bank Dunia. Sinyal tersebut memberi peringatan kepada semua negara untuk berhati-hati. Sebab, ekonomi dunia sedang menukik ke zona bahaya. Peringatan itu disampaikan oleh Presiden Bank Dunia (World Bank) Robert Zoellick pada sebuah seminar di Sydney Australia, kemarin(15/8).

Menurut Zoellick, para investor kehilangan kepercayaan kepada pemimpin sejumlah negara penting. Akibatnya, dalam dua minggu terakhir, pasar saham dunia anjlok karena kekhawatiran terhadap negara-negara besar penguasa modal.

“Yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir adalah berbagai peristiwa di Eropa dan AS yang menyebabkan sejumlah pelaku pasar kehilangan kepercayaan kepada kepemimpinan ekonomi sejumlah negara penting," kata Zoellick, seperti diungkap kantor berita BBC.

Sebagai dampak dari keterpurukan pasar modal itu, Amerika Serikat kehilangan peringkat hutang AAA Standard & Poor untuk pertama kali dalam sejarah, karena terjadi pertikaian di Kongres tentang rencana menaikkan batas atas utang AS. Di Eropa, muncul kabar peringkat Prancis juga akan diturunkan, meskipun kemudian disangkal. Sementara Italia mengumumkan rencana penghematan kedua dalam beberapa bulan terakhir.

Zona euro menghadapi masalah yang lebih serius karena sejumlah anggota "terus mengalami masalah".Tetapi Zoellick mengatakan Australia dalam keadaan yang lebih baik dibandingkan negara maju lain karena sudah melakukan perbaikan struktural. Dalam kaitannya dengan Cina, presiden Bank Dunia mengatakan, apresiasi yuan akan membantu mengurangi tekanan inflasi.

Berbagai kejadian tersebut, disamping sejumlah kerapuhan perbaikan ekonomi, membuat ekonomi dunia memasuki zona bahaya baru. Zoellick menekankan hal itu agar para pembuat kebijakan menangani masalah tersebut dengan serius.

Dalam kaitannya dengan AS, Zoellick mengatakan, pasar tidak khawatir bahwa negara pengontrol ekonomi terbesar dunia itu akan menghadapi masalah dalam waktu dekat. “Pasar sudah terbiasa terhadap AS yang memainkan peran kunci dalam sistim ekonomi dan kepemimpinan,” ungkapnya.

Semua yang diungkap Zoeelick, terutama berlaku untuk negara-negara maju. Namun, ketika ekonomi negara maju sedang terpuruk, kata Zoellick, justru negara-negara berkembang sekarang menjadi sumber pertumbuhan dan kesempatan.

Indonesia Dalam Target Bidikan Investor
Bagi Indonesia, ada hikmah dibalik sinyal bahaya yang ditiupkan oleh Zoellick. Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan, krisis yang sedang melanda Eropa dan Amerika Serikat (AS) itu semakin membuka peluang bagi Indonesia untuk dibanjiri investasi asing yang sedang mencari 'rumah baru'.

Fauzi mengungkap, hanya ada dua negara yang memiliki dua syarat utama yang membuat investor tertarik untuk menyimpan dananya di negara tersebut. Kedua negara itu adalah Indonesia dan Brasil. Adapun dua persyaratan utama tersebut adalah tingkat suku bunga yang tinggi plus mata uangnya yang stabil dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari AS, Jepang, dan Eropa.

Nah, menurut Fauzi, Indonesia memiliki peluang yang lebih besar dibanding Brasil untuk menggandeng investor asing. Pasalnya, pemerintah Brasil dinilai terlalu campur tangan untuk mencegah aliran hot money di negeri samba tersebut. Salah satunya dengan menerapkan pajak yang tinggi. “Karena itu dana mulai mengalir ke Indonesia yang percaya menerapkan sistem devisa bebas,” ujar Fauzi.

Dalam mengatasi krisis yang melanda AS, kemungkinan besar AS akan melakukan quantitative easing atau mencetak uang untuk menjaga kemampuan moneternya. Dari uang baru yang akan beredar tersebut akan menciptakan dana besar yang akan menganggur karena tidak bisa terserap sektor riil. Untuk itu, dana besar yang menganggur tersebut akan mencari rumah baru di negara emerging market yang menjanjikan.

Sementara, Outlook utang Indonesia memiliki prospek positif. “Sekarang BB+, setingkat dibawah investment grade. Sangat mungkin dalam 6-12 bulan kita masuk ke investment grade. Kalau iya, investor yang masuk ke Indonesia akan makin banyak,” papar Fauzi.

Selain Indonesia dan Brasil, ada dua negara lain yang bisa dijadikan 'pesaing' untuk memperebutkan dana asing yang sedang mencari rumah baru tersebut, yaitu Thailand dan Korea Selatan. Tetapi, kedua negara tersebut masih kurang menarik bagi investor dibanding Indonesia. Untuk itu, pemerintah Indonesia diharapkan siap-siap menampung hot money yang akan menyerbu negeri ini. Jangan sampai dana panas itu justru membuat ekonomi negara ini menjadi ikut panas.


GatraNews