Selasa, 20 Desember 2011

Berbelas Tak Pernah Sia-Sia

Pengusaha Sukanta Tanudjaja memandang pria di depannya dengan galau. Ia terenyuh kepada pria 30 tahun tersebut karena masih semuda itu menderita sakit ginjal dan lever yang parah. Padahal, dua anaknya baru berusia dua dan empat tahun.

”Engkau ke dokter sekarang,” ujar Sukanta sambil memasukkan sejumlah uang ke saku anak muda itu. ”Besok kebetulan saya akan ke Tiongkok. Saya akan bawakan obat manjur dari sana untuk mengobati penyakitmu,” ujarnya.

Pulang dari Tiongkok, Sukanta membawa obat yang direkomendasi di sana berdasarkan rekam medis anak muda itu. Pria tadi akhirnya sembuh dan melanjutkan kuliahnya di S-2 Universitas Indonesia dan S-3 di Boston, Amerika Serikat, dengan beasiswa sebuah perusahaan di Indonesia. Kini, ia sukses bekerja di sebuah perusahaan pertambangan.

Ia hormat kepada Sukanta tidak semata karena pernah dibantu, tetapi karena sosok yang patut dihormati. ”Kalau saya ajak berbicara tentang bantuannya 13 tahun silam, ia hanya tersenyum, lalu cepat-cepat mengalihkan percakapan,” ujarnya.

Dalam dunia usaha dan organisasi kemasyarakatan, Sukanta dikenal setia kawan. Pengusaha ritel dan perangkat otomotif ini acap bercerita bahwa ia bisa seperti sekarang karena kemurahan Tuhan, juga kebaikan sahabat-sahabatnya. ”Jangan pernah takut berbagi karena rezeki kita seluas rahmat Allah,” ujarnya

Kebaikan sahabat-sahabat membuatnya selalu setia kawan. Rasa inilah yang selalu menopangnya, termasuk ketika perusahaannya terayun ombak. Banyak teman dekatnya yang seolah berebut membantunya.

Tentu tidak hanya Sukanta yang punya sikap seperti ini. Pelbagai kalangan, termasuk para pengusaha, memiliki belas yang sama. Seorang bankir yang terjerembab akibat krisis ekonomi 1998 menyatakan, saat bingung karena asetnya tergerus 70 persen, ia kedatangan tamu, mantan pejabat tinggi yang hendak berobat ke Jepang, tetapi terhalang ”kantong kering”.

Pengusaha ini pun membantu, bahkan menunggui pejabat itu. ”Ini bisa saya lakukan karena saya tidak sesibuk dulu,” ujarnya. Ketika menunggu pejabat itu, dokter di sana mengajak ia mengecek kesehatan. Dari pemeriksaan yang subtil, ia divonis menderita kanker paru-paru stadium satu. Ia segera berobat dan berada di sana tiga bulan. ”Kalau saya tidak mengantarnya, mana saya tahu kena kanker? Sekarang saya sembuh total.”

Tiga tahun kemudian, saat mengantar sahabatnya berobat ke sebuah klinik terkenal di Amerika Serikat, pengusaha ini kembali diajak mengecek kesehatan. Ternyata, ia mengidap kanker kulit stadium 2 C. Ia terkejut, lalu menjalani terapi di sana. Enam bulan kemudian, ia dinyatakan sembuh hingga kini.

Seorang pengusaha besar yang di antaranya bergerak di bidang makanan ringan bercerita hal yang sama. Ia mengantar temannya berobat di Singapura tahun 2001. Dokter keponakannya mengajak dia mengecek kesehatan. Dari pemeriksaan yang renik, ketahuan bahwa ia menderita kanker getah bening stadium dua. Ajaib, ia bisa sembuh dan sehat hingga hari ini.

Menurut Sukanta, juga kedua pengusaha tersebut, kita jangan pernah ragu berbuat baik sebab berbuat baik tidak pernah sia-sia. Ketiga pengusaha tersebut menyatakan, jangan ge-er saat membantu orang. Siapa yang tahu kalau lima menit kemudian justru mereka itulah yang membantu kita dari kesulitan.


Kompas