Rabu, 28 Desember 2011

Kisah Uang

Uang Rp. 1.000 dan Rp. 100.000 sama-sama terbuat dari kertas, sama-sama dicetak dan diedarkan oleh dan dari Bank Indonesia... Pada saat bersamaan mereka keluar dan berpisah dari Bank dan beredar di masyarakat.

Empat bulan kemudian mereka bertemu lagi secara tidak sengaja di dalam dompet seorang pemuda. Kemudian diantara kedua uang tersebut terjadilah percakapan.

Yang Rp. 100.000 bertanya kepada yang Rp. 1.000; "Kenapa badan kamu begitu lusuk, kotor dan bau amis...?" dijawablah olehnya" karena aku begitu keluar dari Bank langsung ditangan orang-orang bawahan dari tukang becak, tukang sayur, penjual ikan dan ditangan pengemis".

Lalu Rp.1.000 bertanya balik pada Rp. 100.000; "Kenapa kamu kelihatan begitu baru, rapi dan masih bersih?" dijawabnya; "Karena begitu aku keluar dari Bank, langsung disambut perempuan cantik dan beredarnyapun di restauran mahal, di mall dan juga hotel-hotel berbintang serta keberadaanku selalu di jaga dan jarang keluar dari dompet".

Lalu Rp. 1.000 bertanya lagi; "Pernahkah engkau mampir di tempat ibadah? "Dijawablah... "Belum pernah". Rp. 1.000 pun berkata lagi; "Ketahuilah walaupun keadaanku seperti ini adanya, setiap Jum'at/ Minggu aku selalu mampir di Mesjid-mesjid, vihara, gereja dan ditangan anak-anak yatim, bahkan aku selalu bersyukur kepada Tuhan. Aku tidak dipandang manusia bukan sebuah nilai tapi yang dipandang adalah sebuah manfaat...

"Akhirnya menangislah uang Rp. 100.000 karena merasa besar, hebat, tinggi tapi tidak begitu bermanfaat selama ini. Jadi.... bukan seberapa besar penghasilan Anda, tapi seberapa bermanfaat penghasilan Anda itu. Karena kekayaan bukanlah untuk kesombongan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang selalu mensyukuri nikmat dan memberi manfaat untuk alam semesta serta dijauhkan dari sifat sombong.