Sabtu, 16 Mei 2009

Pura Uluwatu Dengan Pemandangan Samudera Hindia

Anda mungkin tak pernah membayangkan sebuah kompleks peribadatan dibangun di atas tebing terjal yang menjorok ke laut. Tapi jika Anda berkunjung ke Pura Luhur Uluwatu, di bagian selatan Kabupaten Badung, Pulau Bali, niscaya Anda akan berdecak kagum karena lokasinya benar-benar dibangun di atas bukit karang setinggi + 97 meter di atas permukaan laut (dpl).

Tentu saja, bukan hanya suasana sakral dan religius yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang ingin beribadah maupun berwisata di tempat ini, melainkan juga panorama alam yang memukau.

Pura Luhur Uluwatu merupakan salah satu dari pura-pura yang memiliki status sebagai Pura Sad Kahyangan Jagat, yaitu pura yang dianggap sebagai penyangga poros mata angin di Pulau Bali. Dalam situs http://www.parisada.org disebutkan, selain Pura Luhur Uluwatu, pura yang berstatus Sad Kahyangan menurut lontar Kusuma Dewa antara lain Pura Besakih, Pura Lempuhyang Luhur, Pura Goa Lawah, Pura Luhur Batukaru, dan Pura Pusering Jagat. Menurut situs http://erabaru.or.id, dalam bahasa Sansekerta uluwatu memiliki makna “puncak batu” (ulu= puncak / ujung / atas, sementara watu = batu). Nama ini tentu saja merujuk pada lokasi pura yang berada di bagian puncak tebing batu karang.

Menurut cerita masyarakat setempat, pura ini telah dibangun sejak abad ke-11 oleh Mpu Kuturan. Ketika itu, Pura Luhur Uluwatu menjadi tempat pemujaan bagi Dewa Rudra untuk memohon keselamatan. Selain membangun sebuah pura, Mpu Kuturan juga dipercaya telah mewariskan aturan dan tata-tertib bagi desa-desa adat di sekitar pura yang masih dikenal hingga saat ini. Empat abad kemudian, sekitar abad ke-16, Dang Hyang Nirartha, seorang penyebar agama Hindu dari Jawa Timur memutuskan untuk moksa (menyatu dengan atau kembali keharibaan dewata) di pura ini. Dalam bahasa setempat moksa juga disebut ngeluhur. Itulah sebabnya, dalam http://id.wikipedia.org disebutkan, nama Pura Uluwatu kemudian dilengkapi dengan kata luhur, menjadi Pura Luhur Uluwatu.

Pura Luhur Uluwatu mempunyai beberapa pura pesanakan, yaitu pura yang memiliki kaitan erat dengan pura induk. Pura-pura pesanakan tersebut antara lain Pura Bajurit, Pura Pererepan, Pura Kulat, Pura Dalem Selonding, dan Pura Dalem Pangleburan. Pura-pura ini berhubungan langsung dengan Pura Luhur Uluwatu pada saat Piodalan, yaitu pemujaan terhadap Sang Hyang Widi yang berlangsung setiap 210 hari, pada hari Selasa Kliwon Wuku Medangsia.

Keistimewaan


Pura Luhur Uluwatu berada di atas anjungan batu karang tinggi yang menjorok ke Samudera Hindia. Berbeda dengan pemandangan Pura Tanah Lot yang dibangun di atas pulau karang di tengah laut, di tempat ini wisatawan dapat menyaksikan luasnya Samudera Hindia dengan deburan ombak yang menerpa kaki tebing Uluwatu. Jika berminat bertamasya ke pura ini, Anda sebaiknya datang sore hari menjelang matahari terbenam. Sebab, pesona matahari terbenam (sunset) dengan latar belakang siluet Pura Luhur Uluwatu dipercaya tak ada duanya di Pulau Bali.

Ketika menyusuri jalan setapak yang cukup panjang menuju Pura Uluwatu, dengan pagar beton di sisi tebing, wisatawan dapat mengedarkan pandangan untuk melihat bukit-bukit cadas dan hamparan laut yang jernih. Namun, wisatawan patut berhati-hati pada kera-kera jahil yang berkeliaran di jalan-jalan menuju pura. Kera-kera ini konon dipercaya sebagai penjaga kesucian pura. Tetapi, tak jarang mereka juga mengambil barang-barang milik pengunjung, seperti kacamata, topi, anting, ikat rambut, dan barang-barang lainnya. Jika terlanjur kecolongan, Anda dapat menukarkan barang tersebut dengan cara memberikan makanan kecil pada kera-kera itu.
Sebelum memasuki pura, wisatawan diwajibkan untuk mengenakan pakaian khusus, yaitu kain sarung untuk mereka yang mengenakan celana atau rok di atas lutut, serta selendang untuk wisatawan yang memakai celana atau rok di bawah lutut. Kain sarung dan selendang berwarna kuning (salempot) tersebut menyimbolkan penghormatan terhadap kesucian pura, serta mengandung makna sebagai pengikat niat-niat buruk dalam jiwa.

Setelah memasuki bagian jabaan pura (halaman luar pura), wisatawan akan disambut oleh sebuah gerbang Candi Bentar berbentuk sayap burung yang melengkung. Gerbang yang menjadi pintu masuk menuju jabaan tengah ini merupakan salah satu peninggalan arkeologis abad ke-16. Untuk mencapai jeroan pura, Anda akan melewati Candi Kurung yang di depannya terdapat patung penjaga candi (dwarapala) dengan bentuk arca Ganesha. Akan tetapi, untuk menghormati kesucian pura, wisatawan tidak diperbolehkan memasuki ruang utama pemujaan, sebab hanya umat Hindu yang akan bersembahyang saja yang diperbolehkan memasukinya. Di dalam ruang utama pura, terdapat sebuah prasada, yaitu tempat moksanya Dang Hyang Nirartha.
Meski demikian, wisatawan tak perlu khawatir, sebab daya tarik lain di lokasi wisata ini adalah pertunjukan Tari Kecak yang diadakan sekitar pukul 18.00 sampai 19.00 WITA. Tarian yang menceritakan tentang penggalan epik Ramayana, yaitu penculikan Dewi Sinta oleh Rahwana ini makin mempesona dengan latar belakang matahari terbenam di Samudera Hindia. Di samping itu, wisatawan juga dapat menyaksikan Pantai Pecatu yang berada di bawah Pura Uluwatu. Pantai Pecatu merupakan salah satu lokasi terkenal untuk olahraga selancar di Pulau Bali.
Pura ini terletak sekitar 30 km arah selatan Kota Denpasar, Ibu Kota Priovinsi Bali. Dari Denpasar, wisatawan dapat menggunakan jasa taksi, persewaan mobil atau motor, serta agen perjalanan untuk menuju Pura Uluwatu. Jika menggunakan jasa agen perjalanan, kunjungan ke Pura Uluwatu biasanya menjadi satu paket dengan obyek wisata lainnya di daerah Bali selatan, seperti Pantai Nusa Dua, Water Sport Tanjung Benoa, Taman Laut dan Pulau Penyu, Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, Pantai Dream Land, serta Pantai Jimbaran.
Untuk memasuki obyek wisata Pura Luhur Uluwatu, wisatawan dikenai biaya tiket sebesar Rp 3.000 per orang untuk dewasa, dan Rp 1.500 untuk anak-anak (Maret, 2009). Tiket ini berlaku umum untuk seluruh wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di depan halaman pura terdapat persewaan kain sarung maupun selendang yang harus dipakai leh wisatawan yang ingin memasuki pura. Selain itu, di lokasi wisata ini para pelancong dapat menyewa jasa pemandu wisata yang akan menceritakan sejarah keberadaan Pura Luhur Uluwatu. Untuk menghindari kejahilan monyet-monyet liar, wisatawan dapat membeli makanan kecil seperti potongan mentimun, kacang, dan makanan kecil lainnya di warung-warung makan di sekitar pura. Warung-warung tersebut juga menjual makanan dan minuman untuk kebutuhan konsumsi para pengunjung.
Apabila menggunakan mobil pribadi, wisatawan tak perlu khawatir karena di dekat lingkungan pura terdapat lokasi parkir yang cukup luas. Selain itu, di tempat ini juga telah dilengkapi dengan toilet umum untuk para pengunjung. Jika memerlukan restoran maupun penginapan, wisatawan dapat memperoleh hotel maupun restoran dengan berbagai tipe dan menu di dekat lingkungan Pura Luhur Uluwatu.


Sumber : DNA-Lukman Solihin