Minggu, 03 Mei 2009

Pemimpin Ekonomi

Sebuah pertaruhan besar tengah terjadi di antara calon-calon pemimpin (presiden) Republik Indonesia. Inilah saat semua orang bertanya-tanya, akankah Indonesia dikendalikan pemimpin politik atau pemimpin ekonomi?

Dengan kata lain, apakah fokus pemimpin pada hal-hal yang menyangkut kekuasaan atau pada soal keadilan dan kesejahteraan? Soal "bicara" atau soal "perut", persoalan ?sekarang? (menjadi presiden) atau soal masa depan (kemajuan dan pembaharuan)? Semua pertanyaan itu jangan dikesampingkan.Kita wajib mengingatkan para pemimpin, karena ?sukses? suatu bangsa selalu dimulai dari persoalan "memilih".

Yaitu saat bangsa ini sukses memilih pemimpinnya dan saat pemimpin sukses memilih pasangannya, dan selanjutnya memilih anggota-anggota timnya. Selain memilih, orang-orang yang dipilih atau berkeinginan kuat untuk dipinang hendaknya juga tahu diri. Sebab, keinginan yang berlebihan dapat membatasi ruang gerak pemimpin sejati dan menjerumuskan bangsa ke lembah kehancuran.

The Endless Loop

Kalau ada pemimpin ekonomi, maka pasti ada istilah pemimpin nonekonomi. Pemimpin ekonomi adalah pemimpin yang berfokus pada kesejahteraan bangsa dan mengerucutkan pemikiran-pemikirannya pada masalah-masalah seperti pengangguran, lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan,dan kewirausahaan.

Adapun pemimpin nonekonomi berfokus di luar hal-hal itu. Ia lebih mengedepankan pembagian kekuasaan, siapa mendapat apa dan bagaimana caranya, serta menjaga kestabilan politik di luar aspekaspek ekonomi, seperti bagaimana menjaga keseimbangan di antara ?teman-teman? yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat.

Tentu pemimpin yang cerdik tahu bagaimana mengatur keseimbangan, tetapi ia juga harus tahu "para pemegang saham" (yaitu rakyat yang dipimpinnya) memberi mandat untuk dirinya,bukan untuk lawan-lawannya. Namun seperti yang diucapkan Presiden SBY, koalisi itu rumit. Pertimbangannya harus masak dan kombinasikombinasinya tidak bebas. Apa yang dikehendaki rakyat dan pasar bisa jadi "disandera" para pengikut calon presiden yang kepentingannya terusik.

Pilihan yang membuat para pemimpin tidak bebas memilih dapat membuat bangsa ini tidak maju. Padahal kombinasi presidenwakil presiden akan sangat menentukan kemajuan ekonomi bangsa. Akan terjadi sebuah proses yang saya sebut "The endless loop of speculation," yaitu pengambilan keputusan yang lamban dan tidak ?proekonomi? kalau kombinasi itu salah.

Penjelasan detailnya dapat saudara baca dalam buku baru saya, Marketing in Crisis. Tetapi intinya kurang lebih seperti ini. Sebuah duet itu diibaratkan seperti hubungan antara pilot dan kopilot, antara rem dan gas, atau antara suami dan istri.Keduanya dapat menjalankan peran bergantian, tetapi pasangan itu diandalkan bukan sebagai ?ban serep?. Peran utamanya adalah untuk saling melengkapi (to complement), bukan untuk saling menggantikan (to subtitute). Kalau yang satu fokus pada aspek ketatanegaraan, yang satunya menjaga ekonomi.

Kalau yang satu pemikir, maka yang satunya harus menjadi penggerak. Kalau yang satu bersikap reaktif, yang satunya harus proaktif.Yang satu menyerang, yang lainnya mendamaikan. Yang satu lamban, satunya lagi harus cepat. Bunyi musiknya berbeda, tetapi bisa terlantun indah dan dapat dinikmati.

Sebenarnya harus diakui kombinasi pemikir-kearifan (SBY) dan penggerak-penerobos (JK) adalah kombinasi yang bagus, yang satunya waspada dan satunya lagi cepat dan melakukan trouble shooting. Maka ketika kombinasi itu ?pisah kongsi?, pasar pun bereaksi negatif. Pasar khawatir calon wakil presiden yang diambil masingmasing capres adalah pasangan yang serupa dengan diri mereka, yaitu pemikir memilih pemikir, dan penggerak memilih penggerak.

Brain Color

Kecenderungan seperti itu pernah ditelaah Sheila Glazov yang menemukan adanya 4 warna pikiran (brain color) yang berbeda. Menurut telaah brain color,SBY dapat dikategorikan sebagai yellow brainer dengan ciri-ciri seperti disiplin, terorganisir, dapat diterka (predictable), memelihara tradisi, dan menyukai kestabilan. Berbeda dengan SBY, JK dapat dikategorikan sebagai orange brainer, yaitu spontan, trouble shooter, decisive,dan panjang akal.

Selain kedua warna itu, masih ada tipe blue brainer yang cenderung menjadi perekat karena hangat, berempati, dan kreatif, serta green brainer yang cenderung scientific, logic, dan kaku (non conformist). Baik yellow brainer maupun orange brainer pada dasarnya adalah kombinasi yang bagus.Keduanya berbeda,namun saling melengkapi. Yang satu berjiwa eksekutif, yang satu lagi berjiwa wirausaha.

Namun, di dalam jiwa mereka masing-masing sesungguhnya terdapat benturan nilai-nilai. Sebab yang satu menghendaki proses yang tertib dan teratur, yang satu menghendaki hasil dan kecepatan. Bagi yellow brainer, demikian Sheila Glazov, terdapat pandanganpandangan negatif bahwa orange brainer terlalu naif dan kurang pintar, bahkan manipulatif.

Sebaliknya bagi orange brainer,yellow brainer adalah orang yang birokratis, runtut,dan lamban. Jadi, meski kesatuan yang harmonis antara keduanya bisa mendongkrak perekonomian bangsa ke arah yang lebih baik, dan bagus sebagai pemimpin ekonomi; jauh di lubuk pemikiran masing-masing mereka punya beban yang meresahkan terhadap leadership style masing-masing.Yang satu maunya cepat-cepat, yang satu gelisah karena merasa terlalu cepat. Jadi, secara alamiah keduanya lebih menyukai bekerja sama dengan brain color yang sama (homogen).

Pemimpin Nonekonomi

Nyaman bagi masing-masing belum menjamin kenyamanan bagi masyarakat luas. Itulah dilema leadership.Makanya kepemimpinan ekonomi dalam lima tahun ke depan berada dalam suatu pertaruhan.

Duet kepemimpinan bisa sangat kuat karena para capres sama-sama telah belajar dari pengalaman dan sepakat mencari pasangan yang? sama karakternya dengan dirinya?, namun kecocokan itu bisa berarti sama-sama menahan atau samasama melanggar. ? The endless loop of speculation? terjadi seperti pemikir yang tak menguasai lapangan atau petualang lapangan yang kaya intuisi, namun kurang kontemplatif. Yang terjadi adalah keputusan-keputusan yang lamban atau kurang berhati-hati.

Gabungan keduanya (pemikir-penggerak, yellow-orange brain) baik bagi perekonomian karena itu berarti pertumbuhan tinggi yang prudent dan aman. Ada terobosan-terobosan kreatif, tapi juga ada ketertiban. Ada disiplin, namun juga ada pembebasan dari belenggu-belenggu. Namun, memisahkan keduanya menghasilkan loop (siklus) keputusan yang tiada akhir, berputar-putar, berspekulasi karena keinginan mendapat pengakuan, dukungan, dan terlalu berhati-hati atau terlalu cepat, namun terus-menerus melakukan kesalahan.

Saya menyadari koalisi itu rumit dan sulit,namun Ibu Pertiwi duduk menangis tatkala menyaksikan anak-anaknya berebut kursi dan mencabik-cabik rumahnya dan hanya berpikir ekonomi.Ekonomi tidak cukup hanya dipikirkan atau dijanjikan, ia harus digerakkan dan dikendalikan.


Rhenald Kasali
Ketua Program MM UI