Senin, 19 Oktober 2009

Menebak Arah IHSG Hingga Akhir Tahun

Penguatan indeks harga saham gabungan (IHSG) sejak awal Januari 2009 membuat para pelaku pasar optimistis pemulihan (recovery) ekonomi telah terjadi secara global, terutama perekonomian Amerika Serikat (AS) yang menjadi acuan. Hingga awal Oktober 2009, IHSG telah menguat 81,20 persen ke level 2.467.

Kenaikan IHSG terimbas dari penguatan bursa global yang dipimpin indeks Dow Jones, yang pada periode sama menguat 12,40 persen. Bursa utama di kawasan regional juga mendukung penguatan IHSG seperti bursa India yang menguat 76,49 persen, China 58,97 persen, Singapura 52,17 persen, Hong Kong 48,04 persen, dan Jepang 12,12 persen. Kenaikan yang terjadi pada bursa global disebabkan beberapa sentimen positif dari kebijakan yang akan dilakukan Pemerintah AS maupun The Fed seperti bailout, pengurangan pajak, dan pembelian aset bermasalah.

Kebijakan tersebut diikuti pula oleh hampir seluruh negara di dunia. Seluruh bank sentral dari sisi moneter bersepakat menurunkan tingkat suku bunganya untuk menciptakan likuiditas yang hilang ketika krisis 2008. Kebijakan fiskal juga melakukan pemotongan pajak dan pembangunan infrastruktur yang diharapkan menjadi stimulus ekonomi. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral dan pemerintah tersebut direspons oleh pasar karena diekspektasi dapat segera memulihkan perekonomian.

Para investor melakukan pembelian sehingga harga-harga saham mengalami kenaikan hingga Oktober 2009. Proses pemulihan dimulai ketika Pemerintah AS melakukan stimulus ekonomi sebesar USD787 miliar untuk membeli surat-surat berharga sekaligus menciptakan likuiditas di pasar dengan harapan terciptanya purchasing power dan ekonomi segera pulih. Stimulus yang diberikan membuat defisit anggaran AS mencapai level tertinggi sepanjang sejarah negara tersebut. Namun, bulan lalu The Fed menyatakan akan mengakhiri pembelian secara agresif suratsurat berharga akibat tidak efektifnya stimulus yang dilakukan.

Hal ini tercermin dari semakin tingginya angka pengangguran dan tidak berubahnya beberapa indikator ekonomi di AS ke arah yang lebih baik. Likuiditas yang tercipta bukan menjadi stimulus bagi sektor riil seperti yang diharapkan, melainkan lebih ke arah spekulasi komoditas dan pasar modal. Kebijakan The Fed yang membatasi pembelian surat berharga tersebut dapat berdampak terhadap tekanan inflasi akibat besarnya defisit dan pengeluaran konsumsi.

Akhirnya itu menaikkan tingkat suku bunga The Fed yang selama ini bertahan di level 0,25 persen sejak Desember 2008. Dari dalam negeri, perekonomian relatif masih stabil yang dapat dilihat dari beberapa indikator purchasing power dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang masih positif sebesar 4, 2persesampai semester I/2009. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap sebagai penopang perekonomian global yang sedang menurun.

Stimulus ekonomi dari sisi moneter maupun fiskal juga dilakukan. Bank Indonesia terus memangkas tingkat suku bunganya hingga 6,5 persen, turun 300 basis poin dari level tertinggi 9,5 persen pada November 2008. Penurunan suku bunga terjadi seiring rendahnya tingkat inflasi dibandingkan tahun lalu akibat kenaikan harga BBM yang dipicu menguatnya harga minyak dunia ke level USD150 per barel. Perekonomian yang relatif stabil dan suksesnya pemilu membuat IHSG mengalami penguatan tertinggi di antara bursa global.

Pergerakan IHSG hingga akhir tahun pastinya ditentukan baik faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau dalam negeri dapat diperkirakan relatif stabil hingga akhir tahun meskipun tingkat inflasi sudah berbalik arah dari posisi terendahnya 2,71 persen (year on year/yoy) pada Juli menjadi 2.83 persen pada September. Merambat naiknya inflasi tak lepas dari kenaikan harga barang ketika Lebaran dan tarif tol. Namun, inflasi dalam negeri relatif tidak mengkhawatirkan karena tingkat suku bunga riil masih positif yang disebabkan BI Rate masih 6,5 persen .

Kondisi eksternal justru masih menjadi faktor yang mengkhawatirkan. Secara sederhana, ini bisa dilihat dari kejadian tahun lalu ketika ekonomi tumbuh 6 persen. Kuatnya pertumbuhan domestik saat itu tak mampu meredam kejatuhan IHSG sebesar 50 persen akibat gejolak yang terjadi di bursa global. Ini terjadi karena masih besarnya porsi investor asing di bursa Indonesia. Bila tingkat inflasi di AS sudah mulai merambat naik akibat tingginya harga komoditas dan pengeluaran konsumsi, The Fed diperkirakan akan segera menaikkan tingkat suku bunganya yang selama ini dipertahankan di level 0,25 persen .

Bank Sentral Australia merupakan bank sentral pertama yang menaikkan suku bunganya sebesar 0,25 persen menjadi 3.25 persen akibat kenaikan inflasi dan kekhawatiran terjadinya carry trade. Kenaikan tingkat suku bunga tersebut pastinya akan berdampak negatif bagi pergerakan bursa.

Bila The Fed tetap mempertahankan suku bunganya hingga akhir tahun, IHSG diperkirakan bergerak mendatar (sideways) dengan rentang 2.400-2.600. Namun, bila The Fed menaikkan tingkat suku bunganya, sudah cukup bagus jika IHSG masih berada di atas level 2.000.


Pardomuan Sihombing