Rabu, 21 Oktober 2009

Tuntutan Penerapan Paradigma Baru Dalam Sistem Ekonomi

Banyak sudah para ahli yang bukan berasal dari "arus utama" yang menyampaikan pesan perlunya merubah paradigma dalam menjalankan sistem ekonomi misalnya George Soros, Stiglitz, Hyman Mensky, Kelompok Wina, dan terakhir Dr. Robert Barbera tetapi sayangnya mainstream dan pejabat ekonomi yang menguasai penentu kebijakan ekonomi di masing-masing pemerintahan belum mau mendengarnya. Mereka ekonom "mainstream" ini masih ingin mencoba memperbaiki dampak negatif dari sistem kapitalisme sekarang ini sehingga diharapkannya bisa kembali mengalami kejayaannya. Hal ini tidak terkecuali dari sikap G-20 yang baru-baru ini bersidang di Pittsburgh Amerika dan beberapa summit yang mendahuluinya. Kali ini kita akan bahas pendapat Barbera.

Barbera adalah Executive Vice Presiden dan Chief Economist di Investment Technology Group, Dosen di John Hopkin University dan MIT, Bekerja sebagai ekonomis di Wall Street selama 26 tahun pernah menjadi staf ahli untuk Senator Paul Tsongas anggota Congressional Budget Office, Capitol Hill. Sering menulis di beberapa majalah Wall Street dan diwawancarai stasiun TV CNBC dan Koran New York Times. Kaliber dia cukup berbobot untuk menggaungkan tuntutan ini. Ia menulis buku yang diberi judul: The Cost of Capitalism, understanding market Mayhem and stabilizing our economic future. Apa ide baru yang dikemukakannya?
1. Ia mencoba menunjukkkan keterbatasan teori Keynes (uncertainty dan speculation), Schumpeter (creative destruction), dan Hyman Mensky (deflationary destruction) dan mencoba memintal pemikiran ketiga tokoh itu untuk menjawab krisis yang selalu terjadi dalam sistem kapitalisme. Pemikiran ketiga tokoh di atas adalah benar dalam konteksnya dan akan cocok jika ketiganya dipintal dalam satu sistem baru.
2. Dia masih meyakini ekonomi pasar dengan revisi paradigma dan menolak sama sekali sistem ekonomi sosialis atau sistem yang diatur oleh pemerintah.
3. Dia juga berpendapat bahwa tidak perduli berapa besar upaya Bank Sentral mengontrol (menurunkan dan menaikkan) tingkat bunga tetapi hal ini tidak mempengaruhi ekonomi riel.
4. Menurutnya krisis yang selalu terjadi dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah tercakup dalam sistem kapitalis dan merupakan biaya sistem kapitalisme yang harus dibayar. Namun apakah harus ada?
Beberapa point penting lainnya dari pemikirannya adalah:
Pertama: bahwa selama ini Pemerintah dan regulator tidak simetris (asymmetric response) dalam menghadapi fenomena ekonomi.
Kita selalu fokus mengatasi krisis tetapi tidak pernah mengatasi dampak dari ekonomi booming. Jika terjadi situasi ekonomi yang maju, dengan pertumbuhan yang demikian cepat pemerintah dan pelaku ekonomi terlena. Situasi ini disebutnya fenomena Creative destructive yang merupakan harga dari suatu kemajuan ekonomi. Menurutnya jika terjadi situasi ekonomi yang bertumbuh cepat, inflasi rendah, full employment, ini merupakan tanda-tanda bahaya yang harus disikapi sebagaimana kita menyikapi situasi krisis ekonomi. Selama ini hal ini tidak dilakukan.
Kedua: Akar krisis yang terjadi disebabkan fenomena kemajuan ekonomi yang sukses yang menimbulkan perilaku pelaku ekonomi (khususnya pemain pasar modal) yang bermain di Pasar Uang dan Modal, "success breads excess".
Dalam situasi ekonomi yang maju, pelaku pasar merasa percaya diri yang berdampak pada peningkatan utang melalui berbagai penciptaan "uang" baru, portfolio, instrument keuangan, teknik dan engineering keuangan, penjaminan utang atau yang lebih dikenal Collateralized Debt Obligation, dsb. Masyarakat berani mengambil risiko tinggi (risk taker), dan menilai trend ekonomi yang tetap akan bagus yang melahirkan "bubble economy" yang sudah melewati ambang batas aman atau "margin of safety". Ini merupakan wilayah "behavioral finance" yang saat ini mulai menjadi perhatian sedangkan sebelumnya tidak. Situasi emas ini diberi istilah "Goldilock Economy".
Ketiga: Kita tidak mungkin mengetahui apa yang terjadi di masa yang akan datang, kita selalu berada dalam ketidakpastian atau "uncertainty" sedangkan selama ini kita di buai oleh model-model matematik yang seolah bisa menjadi alat prediksi (prediction model) yang akurat, pada hal sesungguhnya tidak.
Kita atau dunia ini sebenarnya diatur oleh asumsi ketidakpastian yang seolah pasti (h 179) padahal sebaliknya. Prediksi pasti akan meleset karena semua orang akan selalu merubah fikirannya setiap saat sesuai dengan input informasi yang baru masuk dan pengaruh berbagai perilaku, pendapat, fakta, dan informsi para aktor. Kalaupun tepat bukan karena modal prediksinya. Sikap orang tidak statis tetapi dinamis sejalan dengan perjalanan waktu. Pendapat ini sejalan dengan pendapat George Soros dalam bukunya The Alchemy of Finance (2007).
Pelajaran apa yang bisa kita tarik dari pendapat Dr. Robert Barbare ini? Sistem kapitalsime adalah sistem yang secara sistemik akan mengalami fluktuasi yaitu ekonomi maju dan ekonomi krisis. Keduanya harus dihadapi dengan cara yang simetris dalam arti keduanya sama-sama harus dianggap berbahaya sehingga perlu di hadapi sesuai masalahnya. Dalam setiap krisis ekonomi akar permasalahannya adalah jumlah utang yang besar, keberanian mengambil risiko yang terlalu berani, kesalahan dan asumsi prediksi yang salah seolah dianggap masa depan bisa diramalkan, fokus yang terlalu berat pada membuat inflasi yang rendah, dan paradigma ekonomi ortodoks yang salah membuat kita selalu bergelut dengan krisis yang terus merambah secara periodik.
Kesimpulan pendapat Barbare adalah: Perubahan kebijakan dikaitkan dengan perubahan pemikiran ekonomi ortodoks diperlukan untuk mencegah krisis besar. Ini mungkin harus memperbaharui komitmen kepada pasar bebas kapitalisme, dari pemimpin yang rendah hati dan bijaksana akan memberikan kita kesempatan untuk ksejahteraan di abad 21 ini.
Walaupun Dr. Robert Barbare belum menyentuh paradigma baru seperti yang mana yang harus diikuti, namun dia telah mengangkat satu isu besar yang sudah diangkat juga oleh ekonom lainnya. Opini revolusioner ini menyatakan perlu perubahan paradigma dalam mengatur ekonomi kita. Kita masih harus terus mencari paradigma ekonomi baru yang agar krisis-krisis yang lebih besar tidak mensunami kita lagi.
Dengan pengakuan seorang sekaliber Robert J Barbare ini maka sudah seharusnya pemerintah kita dan masyarakat ahli ekonomi ortodoks, ahli ekonomi syariah, ekonomi Pancasila, ekonomi Kerakyatan, para agamawan bisa bertemu dan merumuskan sistem ekonomi yang cocok dengan bangsa, ideologi, situasi, konteks Indonesia yang berbeda dari konteks Barat.
Sistem ekonomi yang harus kita bangun adalah sistem ekonomi yang memiliki paradgima yang memasukkan nilai moral dan agama yang kita anut.


Business News