Rabu, 18 November 2009

Mengenal Beragam Jenis Surat Utang di Pasar Internasional

Pasar surat utang atau yang umum dikenal dengan nama obligasi di Indonesia relatif masih muda usia dan diwarnai beragam dinamika tersendiri. Dalam artikel kali ini kita akan mempelajari tentang beberapa jenis obligasi yang umum diperdagangkan di negara maju namun masih jarang atau belum ada di Indonesia.

Saat ini surat utang yang umum diperdagangkan di Indonesia adalah obligasi pemerintah dan korporasi. Namun sebenarnya, selain kedua jenis obligasi itu masih terdapat beberapa jenis obligasi lain. Salah satu yang mulai dirintis di Indonesia adalah Mortgage Bonds atau obligasi yang kinerja serta underlying-nya adalah kredit perumahan dalam jumlah besar yang dikumpulkan serta disekuritisasi.

Di Indonesia Mortgage Bonds dimasukkan ke dalam golongan Efek Beragun Aset (EBA) di mana penerbitan perdana atas surat berharga jenis ini terjadi di bulan Februari 2009. Selain Mortgage Bonds, di pasar internasional terdapat pula surat utang dengan kategori Asset Backed Securities atau Efek Beragun Aset yang di AS merupakan surat utang yang diterbitkan dengan menggunakan underlying beragam jenis aset selain kredit rumah.

Jadi pengkategorian EBA di Indonesia agak berbeda dengan dengan di AS, karena di Indonesia Mortgage Bonds dimasukkan ke dalam kategori EBA. Aset-aset yang umum dikumpulkan untuk dijadikan underlying bagi penerbitan EBA amat beragam, antara lain tagihan kartu kredit, kredit mobil, kredit konsumsi, hingga pendapatan dari penjualan tiket pesawat terbang serta berbagai jenis tagihan.

Struktur dari surat utang jenis ini seringkali cukup rumit dengan risiko yang signifikan sehingga memerlukan analisa secara khusus sebelum berinvestasi di instrumen ini. Jenis surat lain yang populer adalah Obligasi Daerah (municipal bonds) yang di AS sudah diterbitkan sejak tahun 1812. Obligasi Daerah adalah obligasi yang diterbitkan baik oleh pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga atau perusahaan yang dimiliki oleh suatu pemerintah daerah.

Pada umumnya target investor yang dituju adalah investor yang berdomisili di daerah tersebut. Untuk membuat obligasi ini menarik, pemerintah federal AS maupun pemerintah daerah tempat surat berharga ini diterbitkan seringkali memberikan keringanan pajak tertentu bagi pemegang obligasi ini.

Akibatnya obligasi jenis ini cukup populer terutama di kalangan investor yang berada dalam rentang pajak (tax bracket) yang tinggi. Obligasi ini seringkali kurang likuid karena hanya diterbitkan dalam jumlah yang relatif sedikit untuk memenuhi kebutuhan tertentu.

Misalnya sebuah universitas dapat menerbitkan obligasi daerah hanya sebesar beberapa juta dolar saja untuk membangun perpustakaan atau fasilitas lain. Bila dibandingkan dengan obligasi pemerintah federal AS yang sekali diterbitkan dapat mencapai jumlah miliaran dolar AS, jumlah penerbitan obligasi daerah seringkali amat kecil.Pemerintah daerah juga dapat menerbitkan obligasi daerah untuk menutupi defisit anggaran pemerintah daerah tersebut.

Di Indonesia hingga saat ini obligasi daerah masih dalam taraf pengkajian meskipun sudah ada beberapa propinsi yang menyatakan kesiapannya untuk menerbitkan obligasi tersebut. Jenis surat utang ada juga yang mempunyai tenor yang pendek, yaitu paling lama satu tahun.Salah satu yang paling populer adalah Commercial Paper (CP) atau yang disebut juga Surat Berharga Komersial.

Di AS, CP banyak diterbitkan oleh lembaga perbankan dan korporasi besar yang secara reguler memanfaatkan instrumen ini untuk mengambil pendanaan langsung ke pasar modal sehingga dapat memperoleh biaya pendanaan yang relatif murah. Bagi bank-bank di AS, penerbitan CP amat diperlukan karena bank-bank di AS menganggap bahwa mengandalkan dana dari deposan seringkali kurang efektif dengan semakin meningkatnya loan to deposit ratio(rasio pinjaman terhadap simpanan) akibat perilaku konsumtif warga AS.

Selain itu, menerbitkan CP dianggap relatif mudah, fleksibel dan dapat meraup dana dalam jumlah besar secara sekaligus. Akibatnya banyak lembaga besar yang terus menerus melakukan roll over atau penerbitan CP baru setiap CP yang diterbitkannya jatuh tempo. Strategi roll over berjalan dengan baik hingga medio tahun 2008. Di tahun 2008, banyak bank dan institusi keuangan yang mengalami kerugian akibat kredit perumahan yang macet setelah ambruknya pasar properti.

Akibatnya, kondisi keuangan banyak institusi keuangan turun signifikan sehingga,CP yang diterbitkan oleh institusi ini tidak laku.Hal ini menimbulkan krisis likuiditas yang serius bagi beberapa institusi keuangan besar. CP mempunyai beberapa jenis, antara lain yang diterbitkan dengan menggunakan jaminan maupun yang diterbitkan tanpa menggunakan jaminan.

Sebelum krisis moneter, penerbitan CP di Indonesia sempat marak, namun karena banyak CP yang default di tahun 1997an, sejak itu hingga sekarang di Indonesia penerbitan CP hanya sedikit sekali. Jenis terakhir yang akan dibahas adalah Obligasi Subprime, yaitu surat berharga dengan underlying kredit perumahan yang mempunyai kualitas rendah dan obligasi ini sangat populer di AS sebelum terjadinya krisis global.

Obligasi Subprime ini adalah pengembangan atau varian dari Mortgage Bonds biasa.Namun berbeda dengan Mortgage Bonds, para peminjam yang kreditnya disekuritisasi dalam Obligasi Subprime adalah orang-orang yang mempunyai credit scoring yang di bawah batas yang ditentukan agar dapat mengakses pasar kredit rumah yang biasa.

Obligasi Subprime ini mulai berkembang di awal tahun 2000an di mana pada tahun 2001 28,5% dari penerbitan Mortgage Bonds di AS adalah Obligasi Subprime dan mencapai puncaknya di tahun 2006 di mana 50,8% dari penerbitan Mortgage Bonds adalah Obligasi Subprime.

Obligasi Subprime inilah yang menjadi salah satu pemicu krisis global tahun 2008 lalu karena saat harga properti anjlok, banyak peminjam berkategori subprime yang gagal bayar atas kewajibannya sehingga memicu penurunan nilai atas beragam Obligasi Subprime secara drastis sehingga menimbulkan kerugian besar bagi berbagai institusi global yang berinvestasi di instrumen tersebut.

Di Indonesia hingga saat ini belum pernah ada penerbitan Obligasi Subprime. Dari uraian di atas jelaslah bahwa jenis surat utang ternyata amat beragam dan banyak di antaranya tidak terdapat di Indonesia. Dengan semakin majunya infrastruktur keuangan di Indonesia, diharapkan di masa depan beberapa jenis instrumen yang bermanfaat bagi perkembangan ekonomi Indonesia dapat dikembangkan.


Ricky Ichsan, CFA, FRM, CFP