Rabu, 11 November 2009

Prospek Ekonomi KIB II

Kita di Indonesia selalu berharap tinggi kepada pemerintah baru, juga kepada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II yang belum lama dilantik.

Kehidupan yang berat, dengan 32,5 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan (pengeluaran di bawah Rp200 ribu per bulan) dan pengangguran sebesar 9,2 juta (termasuk di dalamnya orang yang bekerja satu jam dalam satu minggu tanpa dapat gaji, tetapi bekerja untuk suatu kegiatan ekonomi), sehingga dapat dibayangkan bahwa yang bekerja ataupun dikategorikan tidak miskin pun sebenarnya belum tentu hidupnya layak.

Oleh karena itu, dapat dimengerti jika kita berharap banyak kepada otoritas ekonomi yang baru saja terbentuk meskipun respons masyarakat ataupun pasar terhadap tim ekonomi tampaknya tidak positif. Demikian juga National Summit yang telah digelar 29 November lalu diharapkan dapat mendongkrak kepercayaan masyarakat dan pelaku pasar pada masa depan ekonomi Indonesia yang rontok karena penangkapan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah yang merupakan Wakil Ketua KPK nonaktif.

Meskipun penangkapan tersebut adalah kasus hukum, persepsi adanya ketidakpastianhukum tentu saja akan membawa dampak yang serius pada perekonomian. Sebab salah satu prasyarat penting bagi berkembangnya bisnis dan investasi adalah adanya jaminan kepastian hukum sehingga munculnya kasus itu telah membuat optimisme menguap lagi. Apalagi masalah korupsi hingga sekarang masih mengakar kuat sehingga jika pemerintah tidak dapat menangani dengan baik perseteruan Polri dan KPK, dampak negatifnya akan besar sekali.

Masalah dan Tantangan

Seperti yang kita ketahui dari National Summit, masalah yang dihadapi ekonomi Indonesia tampaknya tidak banyak bergeser. Masalah-masalah struktural seperti buruknya infrastruktur, kepastian hukum, mahalnya dana, masalah tanah, ketenagakerjaan ataupun otonomi daerah masih saja dikeluhkan dunia usaha.

Dapat kita lihat bahwa masalah-masalah yang dikemukakan oleh berbagai pemangku kepentingan tersebut adalah masalah struktural kita yang tidak pernah dapat diurai dengan baik sampai sekarang.Hal itu membuat Indonesia sulit untuk mencapai potensi pertumbuhan ekonominya dan kualitas pembangunan ekonomi juga rendah serta cenderung memburuk. Lihat saja deindustrialisasi ataupun informalisasi kegiatan ekonomi terus berlangsung, sehingga kegiatan ekonomi ataupun kesempatan kerja yang banyak tercipta adalah sektor informal.

Lebih dari 50 juta unit usaha adalah usaha mikro (sektor informal) atau usaha kecil. Demikian juga lapangan kerja yang tercipta mayoritas adalah di sektor informal. Sementara modal asing yang masuk sebagian besar dalam bentuk portofolio yang menyimpan kerawanan serius. Bahkan peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia di dunia juga menurun dari peringkat ke-109 menjadi 111 (data 2009), padahal tahun 2005 berada pada posisi ke- 105 sehingga secara umum memang kualitas pembangunan manusia Indonesia menurun.

Masalah deindustrialisasi bila tidak dapat dibalik dengan cepat akan semakin membuat ekonomi Indonesia terpuruk. Ada kecenderungan semakin banyak industrialis Indonesia yang lebih memilihmenjadi pedagang daripada berproduksi (penelitian Pusat Studi Asia Pasifik 2007). Jika tren ini tidak dapat dihentikan, bahkan dibalik, masa depan ekonomi kita akan semakin buruk kualitasnya.

Ketakutan bahwa Indonesia hanya akan menjadi pasar produk industri negara lain bisa menjadi kenyataan sehingga pemerintah yang berkomitmen untuk mulai membangun lagi sektor industri dan ekonomi yang berkualitas diharapkan berhasil. Sebab, keberhasilan pembangunan ekonomi tidak cukup hanya dilihat dari datadata kuantitas, perlu ada perbaikan kualitas. Pembangunan ekonomi yang berkualitas sudah bukan lagi merupakan pilihan bagi Indonesia, tetapi menjadi keharusan.

Sebab, pembukaan pasar, khususnya di ASEAN dan mitra-mitra ASEAN seperti China,Korea Selatan, dan Jepang, membuat Indonesia tidak memiliki pilihan jika ingin maju dan makmur, selain harus meningkatkan kualitas pembangunan ekonominya. Dengan pasar yang semakin liberal dan terintegrasi dengan pasar global,ancaman bahwa deindustrialisasi akan semakin meningkat semakin besar.

Prospek ke Depan

Indonesia sebenarnya cukup beruntung dapat lebih bertahan dalam empasan krisis ekonomi global kali ini. Meskipun ketahanan ekonomi dari krisis global pada saat ini banyak diuntungkan justru oleh karena kualitas pembangunan ekonomi kita yang rendah, besarnya sumber daya alam dan sektor informal, selain pasar keuangan yang belum lama direformasi.

Namun tentu saja dengan pemulihan ekonomi global, terutama di kawasan Asia, semua negara juga mereformasi ekonominya. Peta persaingan akan semakin ketat baik untuk menarik foreign direct investment (FDI) ataupun menjual barang di pasar internasional. Bahkan serbuan produk asing pada pasar domestik juga akan semakin kuat. Padahal daya tarik Indonesia terbesar adalah pada sumber daya alamnya yang kaya dan luas. Oleh karena itu, salah satu kekuatan ekonomi Indonesia adalah pada kemampuannya untuk mengelola sumber daya alam dengan cerdas sehingga nilai tambahnya semakin tinggi.

Jika Indonesia dapat mengelola sumber daya alamnya dengan baik sehingga nilai tambahnya juga semakin tinggi dengan diolah menjadi produk industri, kesejahteraan lebih dari 40 orang yang bekerja di dalamnya akan membaik. Demikian juga kemampuannya menggerakkan ekonomi akan semakin tinggi serta agrobisnis akan semakin berkembang. Selain itu,potensi pasar domestik yang besar (lebih dari 230 juta jiwa) jika tidak digarap dengan baik justru akan menjadi pasar bagi negara-negara yang sudah menjalin perdagangan bebas dengan kita.

Oleh karena itu, daya saing internasional, khususnya dengan menggarap pasar domestik, bisa menjadi salah satu upaya untuk menggerakkan ekonomi ke depan yang menjanjikan. Untuk itu, peran dari pemerintah sangat penting dalam rangka menggarap pasar domestik. Apalagi jika UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil yang jumlahnya lebih dari 50 juta yang menampung sekitar 90 juta orang tenaga kerja, jika digarap dengan baik dan didukung secara penuh oleh pemerintah, akan bisa menggerakkan ekonomi di daerah dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Indonesia sebenarnya memiliki banyak harapan untuk bias bangkit, membangun ekonominya agar tidak ketinggalan dari negara tetangga, dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan adil. Namun semuanya berpulang kepada kita, apakah kita pada lima tahun mendatang masih akan begini-begini saja atau kita dengan bangga bisa duduk sejajar dengan negaranegara tetangga karena ekonominya maju dan makmur. Mudah-mudahan tim ekonomi pemerintah dapat mengambil pilihan dan bekerja yang terbaik bagi bangsa dan negara ini.

Apalagi berbagai hal penting yang bisa menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi kita juga menjadi program pemerintah dan ekonomi global juga sudah akan membaik pada tahun-tahun mendatang. Semoga.


Dr Sri Adiningsih
Ekonom UGM